Aminah binti Wahab (??? - 577 M) adalah ibu yang melahirkan Muhammad,
Nabi umat Islam. Aminah menikah dengan Abdullah. Tidak terdapat
keterangan mengenai lahirnya beliau, dan menurut sejarah ia meninggal
pada tahun 577 ketika dalam perjalanan menuju Yatsrib untuk mengajak
Nabi Muhammad mengunjungi pamannya dan melihat kuburan ayahnya.
KELAHIRAN
Aminah
dilahirkan di Mekkah. Ayah Aminah adalah pemimpin Bani Zuhrah, yang
bernama Wahab bin Abdul Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Sedangkan ibu Aminah
adalah Barrah binti Abdul Uzza bin Utsman bin Abduddar bin Qushay.
PEMIMPIN PARA IBU
Bunda
Aminah adalah pemimpin para ibu, karena ia ibu Nabi Muhammad SAW yang
dipilih Allah SWT sebagai Rasul pembawa risalah untuk umat manusia
hingga akhir zaman. Baginda Muhammadlah penyeru kebenaran dan keadilan
serta kebaikan berupa agama Islam.
“Dan barangsiapa
memilih agama selain Islam, maka tiadalah diterima (agama itu) darinya.
Dan di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)
Tak
banyak sejarawan yang mengupas masa hidupnya, namun nama ini senantiasa
semerbak bersama hembusan angin keindahan. Perjalanannya yang indah nan
suci telah mengukir perubahan besar perputaran zaman. Siapa yang tak
kenal Bani Hasyim; karena dari kabilah inilah Nabi SAW dilahirkan. Siapa
pula yang tak kenal Bani Zuhrah; sebuah kabilah yang pernah menyimpan
wanita suci dan mulia, karena dari rahimnya lahir sebuah cahaya agung
yang membawa pembaharuan besar di dunia ini, Aminah binti Wahab Ibunda
Rasululllah SAW.
Mungkin sulit untuk diketahui kapan
dan bagaimana kelahiran serta kehidupan Sayyidah Aminah sampai menjelang
masa perkawinannya dengan Sayyid Abdullah, karena para sejarawan tidak
banyak menceritakan masalah ini. Namun yang jelas Wanita Arab waktu itu
terbagi menjadi dua kelompok:
Kelompok pertama, adalah
wanita yang dikenal oleh kaum pria dan mereka pun mengenal kaum pria.
Wanita semacam ini biasanya mempunyai keahlian dalam beberapa pekerjaan
dan mereka pulalah yang memberi semangat kaum lelaki di saat terjadi
peperangan. Para pemuda yang menikah dengan wanita semacam ini biasanya
disebabkan melihat dan mendengar secara langsung.
Kelompok
kedua, adalah para wanita yang tidak dikenal oleh kaum pria dan mereka
pun tidak mengenalnya selain kaum lelaki dari keluarga dekatnya sendiri.
Para Pemuda Arab yang meminang wanita semacam ini disebabkan kemuliaan
dan iffahnya (kesucian). Wanita semacam ini senantiasa menerima pujian
dan sanjungan di setiap masa.
Perumpamaan wanita semacam ini di
mata manusia tak bisa disamakan, kecuali dengan mutiara yang tersimpan
sehingga tidak sembarangan orang dapat mengotorinya. Tak seorang pun
mampu mengusik kemuliaan dan iffahnya, dari wanita semacam inilah bunga
mawar Bani Zuhrah, Aminah binti Wahab.
Seorang wanita
berhati mulia, pemimpin para ibu. Seorang ibu yang telah menganugerahkan
anak tunggal yang mulia pembawa risalah yang lurus dan kekal, rasul
yang bijak, pembawa hidayah.
Cukuplah baginya kemuliaan
dan kebanggaan yang tidak dapat dimungkiri, bahwa Allah Azza Wa Jalla
memilihnya sebagai ibu seorang Rasul mulia dan Nabi yang terakhir.
Berkatalah Baginda Nabi Muhammad SAW tentang nasabnya:
“Allah
telah memilih aku dari Kinanah, dan memilih Kinanah dari suku Quraisy
bangsa Arab. Aku berasal dari keturunan orang-orang yang baik, dari
orang-orang yang baik, dari orang-orang yang baik.”
Dengarlah sabdanya lagi:
“Allah
memindahkan aku dari sulbi-sulbi yang baik ke rahim-rahim yang suci
secara terpilih dan terdidik. Tiadalah bercabang dua, melainkan aku di
bahagian yang terbaik.”
Bunda Aminah bukan cuma ibu
seorang Rasul atau Nabi, tetapi juga wanita pengukir sejarah. Karena
risalah yang dibawa putera tunggalnya sempurna, benar dan kekal
sepanjang zaman. Suatu risalah yang bermaslahat bagi umat manusia.
Berkatalah Ibnu Ishaq tentang Bunda Aminah binti Wahab ini:
“Pada waktu itu ia merupakan gadis yang termulia nasab dan kedudukannya di kalangan suku Quraisy.”
Menurut penilaian Dr. Bint Syaati tentang Aminah ibunda Nabi Muhammad SAW yaitu:
“Masa
kecilnya dimulai dari lingkungan paling mulia, dan asal keturunannya
pun paling baik. Ia (Aminah) memiliki kebaikan nasab dan ketinggian asal
keturunan yang dibanggakan dalam masyarakat aristokrasi (bangsawan)
yang sangat membanggakan kemuliaan nenek moyang dan keturunannya.”
Aminah
binti Wahab merupakan bunga yang indah di kalangan Quraisy serta
menjadi puteri dari pemimpin bani Zuhrah. Pergaulannya senantiasa dalam
penjagaan dan tertutup dari pandangan mata. Terlindung dari pergaulan
bebas sehingga sukar untuk dapat mengetahui jelas penampilannya atau
gambaran fisikalnya. Para sejarawan hampir tidak mengetahui kehidupannya
kecuali sebagai gadis Quraisy yang paling mulia nasab dan kedudukannya
di kalangan Quraisy.
Meski tersembunyi, baunya yang
harum semerbak keluar dari rumah Bani Zuhrah dan menyebar ke segala
penjuru Mekkah. Bau harumnya membangkitkan harapan mulia dalam jiwa para
pemudanya yang menjauhi wanita-wanita lain yang terpandang dan
dibicarakan orang.
CAHAYA DI DAHI
Allah
memilih Aminah “Si Bunga Quraisy” sebagai isteri Sayyid Abdullah bin
Abdul Muthalib di antara gadis lain yang cantik dan suci. Ramai gadis
yang meminang Abdullah sebagai suaminya seperti Ruqaiyah binti Naufal,
Fathimah binti Murr, Laila Al-Adawiyah, dan masih ramai wanita lain yang
telah meminang Abdullah.
Ibnu Ishaq menuturkan tentang
Abdul Muthalib yang membimbing tangan Abdullah anaknya setelah
menebusnya dari penyembelihan. Lalu membawanya kepada Wahab bin Abdul
Manaf bin Zuhrah --yang waktu itu sebagai pemimpin Bani Zuhrah-- untuk
dinikahkan dengan Aminah.
Sayyid Abdullah adalah pemuda
paling tampan di Mekkah. Paling memukau dan paling terkenal di Mekkah.
Tak heran, jika ketika ia meminang Aminah, ramai wanita Mekkah yang
patah hati.
Cahaya yang semula memancar di dahi
Abdullah kini berpindah ke Aminah, padahal cahaya itulah yang membuat
wanita-wanita Quraisy rela menawarkan diri sebagai calon isteri
Abdullah. Setelah berhasil menikahi Aminah, Abdullah pernah bertanya
kepada Ruqaiyah mengapa tidak menawarkan diri lagi sebagai suaminya.
Apa jawab Ruqayah:
“Cahaya yang ada padamu dulu telah meninggalkanmu, dan kini aku tidak memerlukanmu lagi.”
Fathimah binti Murr yang ditanyai juga berkata:
“Hai
Abdullah, aku bukan seorang wanita jahat, tetapi kulihat aku melihat
cahaya di wajahmu, karena itu aku ingin memilikimu. Namun Allah tak
mengizinkan kecuali memberikannya kepada orang yang dikehendaki-Nya.”
Jawaban serupa juga disampaikan oleh Laila Al-Adawiyah:
“Dulu
aku melihat cahaya bersinar di antara kedua matamu karena itu aku
mengharapkanmu. Namun engkau menolak. Kini engkau telah mengawini
Aminah, dan cahaya itu telah lenyap darimu.”
Memang
“cahaya” itu telah berpindah dari Abdullah kepada Aminah. Cahaya ini
setelah berpindah-pindah dari sulbi-sulbi dan rahim-rahim lalu menetap
pada Aminah yang melahirkan Nabi Muhammad SAW. Bagi Nabi Muhammad SAW
merupakan hasil dari doa Nabi Ibrahim bapaknya. Kelahirannya sebagai
kabar gembira dari Nabi Isa saudaranya, dan merupakan hasil mimpi dari
Aminah ibunya. Aminah pernah bermimpi seakan-akan sebuah cahaya keluar
darinya menyinari istana-istana Syam.
Dari suara ghaib ia mendengar:
“Engkau sedang mengandung pemimpin umat.”
Masyarakat
di Mekkah selalu membicarakan, kedatangan Nabi yang ditunggu-tunggu
sudah semakin dekat. Para pendeta Yahudi dan Nasrani, serta
peramal-peramal Arab, selalu membicarakannya. Dan Allah telah
mengabulkan doa Nabi Ibrahim (as) seperti disebutkan dalam Surah
Al-Baqarah ayat 129.
“Ya Tuhan kami. Utuslah bagi mereka seorang Rasul dari kalangan mereka.”
Dan terwujudlah kabar gembira dari Nabi Isa (as), seperti tersebut dalam Surah Ash-Shaff ayat 6:
“Dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, namanya Ahmad (Muhammad).”
Benar pulalah tentang ramalan mimpi Aminah tentang cahaya yang keluar dari dirinya serta menerangi istana-istana Syam itu.
SEBAB PERKAWINAN SAYYIDAH
Para
sejarawan dan ahli hadits telah meninggalkan kisah berharga tentang
sebab musabab perkawinan Sayyidah Aminah dan Sayyid Abdullah. Ini telah
membuktikan bahwa keluarga Abdul Muthalib tidak akan mengawinkan anaknya
kecuali berdasarkan kemuliaan.
Ibnu Saad, Thabrani, dan Abu Naim meriwayatkan bahwa Abdul Muthalib bercerita:
"Suatu
saat kami sampai di negara Yaman saat perjalanan musim dingin, kami
bertemu dengan seorang penganut kitab Zabur (Pendeta Yahudi) dia
bertanya: "Kamu dari kabilah mana? Aku menjawab: "Dari Quraisy". Dari
Quraisy mana? Kujawab: Bani Hasyim! Kemudian Pendeta itu berkata:
Bolehkah aku melihat salah satu anggota tubuhmu? Boleh saja asal bukan
aurat?. Kemudian Pendeta itu melihat kedua tanganku dan berkata: "Aku
bersaksi bahwa di salah satu tanganmu terdapat Malaikat dan tangan yang
satunya terdapat Kenabian, dan aku melihat hal ini pada Bani Zuhrah,
bagaimana semua ini bisa terjadi? Aku menjawab: Tidak tahu?. Kemudian
dia bertanya lagi: Apakah kamu mempunyai syaah? Apakah syaah itu?
Tanyaku. “Istri!” Jawabnya. Kalau sekarang aku tidak beristri?” Ujar
Abdul Muthalib. Kemudian Pendeta itu berkata: "Kalau engkau pulang
kawinlah dengan salah satu wanita dari mereka?” Setelah pulang ke Mekkah
Abdul Muthalib kawin dengan Hallah binti Uhaib bin Abdul Manaf. Dan
mengawinkan anaknya Abdullah dengan Aminah binti Wahab. Setelah itu
orang-orang Quraisy berkata: "Abdullah lebih beruntung dari Ayahnya?”
Baihaqi
dan Abu Nuaim meriwayatkan dari Ibn Syihab, bahwa Abdullah bin Abdul
Muthalib adalah lelaki yang tampan. Suatu saat dia keluar ke tempat
wanita-wanita Quraisy, salah satu dari mereka berkata:
"Apakah
di antara kalian ada yang mau kawin dengan pemuda ini? sehingga nanti
kejatuhan cahaya, karena aku melihat cahaya di antara kedua belah
matanya?
Zubair bin Bakar meriwayatkan, bahwa seorang
paranormal wanita yang bernama Saudah binti Zuhrah bin Kilab berkata
pada orang-orang Bani Zuhrah:
"Sesungguhnya di antara
kalian terdapat seorang gadis yang akan melahirkan seorang Nabi, maka
perlihatkanlah gadis-gadis kalian kepadaku". Kemudian para gadis Bani
Zuhrah diperlihatkan satu per satu, hingga pada giliran Aminah. Di saat
dia melihat Aminah, dia berkata: "Inilah wanita yang akan melahirkan
seorang Nabi.”
Demikianlah keadaan gadis Bani Zuhrah
ini, dia hanya berada di dalam rumahnya, bergaul dengan keluarga
dekatnya. Karena dia hanya merasakan ketentraman dan kedamaian dengan
rasa malu dan sifat iffah yang dimilikinya.
Akhirnya
timbul dalam ingatan Abdul Muthalib kejadian-kejadian yang dialami saat
pergi ke Yaman tentang Bani Zuhrah. Maka timbullah niat mulianya. Maka
dia bersama anaknya Abdullah bergegas menuju rumah keluarga Bani Zuhrah
untuk menjalin kekeluargaan. Bagi keluarga Bani Zuhrah tidak ada alasan
untuk menolak keinginan Abdul Muthalib, bahkan hal ini merupakan
kehormatan baginya. Bani Zuhrah pun menerima lamaran Abdul Muthalib
untuk menikahkan anaknya Abdullah dengan Aminah binti Wahab dan dia
sendiri pun kawin dengan saudara sepupu Aminah yaitu Hajjaj binti Uhaib.
RUMAH BARU
Maka
dapat dibayangkan betapa bahagianya penduduk Quraisy menyaksikan
perkawinan indah dari dua keluarga mulia itu. Terutama kedua mempelai,
terpancar dari keduanya wajah yang berseri-seri. Harapan masa depan
cerah menyinari perasaan keduanya. Setelah dilangsungkan pesta
pernikahan, Abdullah tinggal di rumah Aminah selama tiga hari
sebagaimana kebiasaan orang Arab waktu itu. Kemudian dia pulang ke
rumahnya untuk menyambut kedatangan sekuntum mawar dari Bani Zuhrah yang
akan dibawa oleh keluarganya untuk menempati rumah barunya.
Rumah
baru itu adalah rumah kecil dan sederhana yang disiapkan oleh Abdul
Muthalib untuk anak kesayangannya. Para sejarawan menyebutkan bahwa
rumah itu mempunyai satu kamar dan serambi yang panjangnya sekitar 12 m
serta lebar 6 m yang di dinding sebelah kanan terdapat kayu yang
disediakan sebagai tempat duduk mempelai.
Aminah
melangkah menatap rumahnya dengan tatapan perpisahan namun hatinya
bahagia diliputi harapan kehidupan baru. Kemudian dia berangkat bersama
orang-orang yang mengantarnya, dengan mengenakan gaun pengantin Aminah
dan rombongan disambut oleh keluarga Abdullah. Pengantar lelaki masuk
dan berkumpul di serambi sedangkan pengantar wanita memasuki ruangan
pengantin. Pesta meriah dan sederhana pun dilaksanakan. Setelah walimah
ala kadarnya para pengantar dan penyambut membubarkan diri, maka
tinggallah dua mempelai yang dipenuhi rasa damai dan bahagia dengan
dipenuhi seribu harapan di masa depan.
KEHAMILAN
Tidak
lama dari masa perkawinannya yang indah, Aminah mendapatkan berita
gembira kehamilan dirinya yang berbeda dengan wanita pada umumnya. Dia
dapatkan berita itu melalui mimpi-mimpi yang menakjubkan, bahwa dia
telah mengandung makhluk yang paling mulia. Mimpinya itu, seolah-olah ia
melihat sinar yang terang-benderang mengelilingi dirinya. Ia juga
seolah-olah melihat istana-istana di Bashrah dan Syam. Seolah-olah dia
juga mendengar suara yang ditujukan kepadanya: “Engkau telah hamil dan
akan melahirkan seorang manusia termulia di kalangan umat ini!”
Dalam satu riwayat yang diriwayatkan oleh Ibn Saad dan Baihaqi dari Ibn Ishak, dia berkata:
“Aku
mendengar bahwa di saat Aminah hamil, ia berkata: Aku tidak merasa
bahwa aku hamil dan aku tidak merasa berat sebagaimana dirasakan oleh
wanita hamil lainnya, hanya saja aku tidak merasa haid dan ada seseorang
yang datang kepadaku. Apakah engkau merasa hamil? Aku menjawab: Tidak
tahu. Kemudian orang itu berkata: Sesungguhnya engkau telah mengandung
seorang pemuka dan Nabi dari umat ini, dan hal itu pada hari Senin, dan
tandanya Dia akan keluar bersama cahaya yang memenuhi istana Basrah di
negeri Syam, apabila sudah lahir berilah nama Muhammad? Aminah berkata:
“Itulah yang membuatku yakin kalau aku telah hamil. Kemudian aku tidak
menghiraukannya lagi hingga di saat masa melahirkan dekat, dia datang
lagi dan mengatakan kata-kata yang pernah aku utarakan? Aku memohon
perlindungan untuknya kepada Dzat yang Maha Esa dari kejelekan orang
yang dengki?”
“Kemudian aku menceritakan semua itu kepada para
wanita keluargaku, mereka berkata: Gantunglah besi di lengan dan
lehermu? Kemudian aku mengerjakan perintah mereka, tidak lama besi itu
putus dan setelah itu aku tidak memakainya lagi.”
PERPISAHAN
Belum
lama sepasang suami istri itu melalui hari-hari bahagianya dengan
segala duka-cita, rasa cinta semakin menyatu, kini keduanya harus rela
untuk berpisah. Pasalnya, Abdul Muthalib telah menyiapkan sebuah kafilah
yang harus dipimpin oleh anaknya yang baru kemarin merasakan manisnya
kebahagiaan bersama istri untuk berniaga ke negeri Syam.
Tak
ada alasan bagi pemuda seperti Abdullah untuk menolak perintah sang
ayah yang sangat menyayanginya, meski hatinya tidak rela meninggalkan
Aminah yang sedang hamil muda, terlebih lagi masa-masa itu adalah masa
bulan madu bagi keduanya. Kegembiraan yang baru saja meluap dengan
kehamilan istrinya, kini serta merta menjadi kesedihan yang cukup dalam
karena ia harus segera bergabung dengan kafilah Quraisy untuk melakukan
perdagangan ke Gaza dan Syam. Entah kenapa kali ini ia merasa amat berat
meninggalkan rumah. Biasanya ia berangkat berdagang dengan semangat
yang tinggi. Kali ini sepertinya ia telah mempunyai firasat, pergi bukan
untuk kembali. Namun pergi untuk selama-lamanya dari pangkuan istrinya
yang tercinta. Namun kegalauan hatinya tidak disampaikannya kepada
Aminah. Ia takut kegalaluan hatinya akan merisaukan hati Aminah,
sehingga akan mengganggu janin dalam kandungannya.
Detik-detik
perpisahan pun tiba. Beberapa penduduk Quraisy telah bersiap-siap untuk
berangkat. Masing-masing dari mereka sibuk mengurusi barang dagangan
yang akan dibawa. Bani Hasyim juga tak ketinggalan mempersiapkan segala
keperluannya, namun di balik itu dua insan yang telah bersatu dalam
kedamaian harus berpisah setelah mereguk madu kebahagiaan.
Semerbak
wangi parfum pengantin masih tercium di rumahnya, jari-jemari tangan
Aminah pun masih terlihat kemerah-merahan lantaran ukiran pacar masih
ada di tangannya. Tak ada yang tahu apa yang dilakukan dan dibicarakan
keduanya, dalam detik-detik itu, tapi yang jelas keduanya harus rela
merasakan pedihnya perpisahan setelah keindahan menyentuh sanubari
mereka.
Akhirnya Abdullah tetap pergi meski dengan hati
yang tertambat di rumah. Hatinya begitu sedih, hingga tak terasa air
matanya keluar membasahi pipi. Air mata perpisahan.
Sungguh
... Allah saja yang mengetahui, apakah suami istri itu akan berjumpa
lagi atau tidak. Hanya saja mereka berdua merasakan bahwa saat itu hati
keduanya sama-sama tidak menentu. Abdullah dengan langkah gontai tapi
pasti keluar dari rumah sederhananya yang diikuti Aminah. Di depan
rumahnya Abdullah meninggalkan Aminah yang melepasnya dengan penuh
harap, beberapa kalimat diucapkan untuk menenangkan hati di antara
keduanya. Padahal di balik itu keduanya tidak menyadari kalau itu adalah
pertemuan terakhir.
Setelah Abdullah keluar dan
bergabung dengan rombongannya tinggallah Aminah bersama dua orang wanita
Bani Hasyim dan Bani Zuhrah yang rela menemaninya selama Abdullah belum
pulang. Keduanya memandang Aminah dengan pandangan iba, lantaran harus
merasakan kesendirian, padahal keduanya tidak tahu masa depan Aminah.
KISAH KEPERGIAN ABDULLAH telah ditulis oleh para sejarawan.
Ibnu Saad menceritakan:
Abdullah
bersama rombongan orang-orang Quraisy berangkat ke Syam untuk berniaga.
Setelah selesai berniaga mereka pulang melewati kota Madinah dan waktu
itu Abdullah sakit, kemudian Abdullah meminta agar meninggalkannya
bersama kerabatnya dari Bani Najjar selama satu bulan. Setelah rombongan
sampai di Mekkah Abdul Muthalib menanyakan keadaan Abdullah pada
mereka.
Mereka menjawab:
Kami meninggalkannya bersama kerabat-kerabat Bani Najjar di Madinah karena dia sakit.
Setelah
itu Abdul Muthalib mengutus anak tertuanya Al-Harits untuk
menjemputnya, setelah sampai di sana Abdullah sudah dikubur. Mengetahui
semua itu Abdul Muthalib dan seluruh keluarganya mengalami kesedihan
yang luar biasa. Bukan hanya kesedihan karena kehilangan Abdullah yang
mereka sayangi, namun lebih dari itu Abdullah telah meninggalkan
kesedihan dalam jiwa seorang wanita Bani Zuhrah yang saat itu sedang
hamil tua.
Tidak dapat dibayangkan! Aminah, sebagai
seorang istri yang baru merasakan kasih sayang seorang suami dan
menunggu kelahiran buah hati pertamanya. Aminah sangat sedih dan merana
dengan perpisahan yang tidak bisa diharapkan lagi pertemuannya.
Penantian dan kerinduan yang selama ini ia pendam ternyata tidak
tertumpahkan. Belum lama ia mengecap kebahagiaan bersama suami yang
dicintainya, kini ia telah ditinggalkan untuk selama-lamanya. Tidak
dapat diungkapkan bagaimana kesedihan Aminah, seperti sejarah pun tidak
sanggup mencatat kepiluannya kecuali dengan apa yang diungkapkan Aminah
berupa bait-bait kesedihan.
MIMPI DI WAKTU HAMIL
Imam
Ibnu Katsir meriwayatkan dalam kitabnya, Qishashul Anbiyya, bahwa
ketika Aminah mengandung Rasulullah SAW, sama sekali ia tidak merasa
kesulitan maupun kepayahan sebagaimana wanita umumnya yang mengandung.
Ia juga menyatakan bahwa selama mengandung Rasulullah SAW, dalam
mimpinya ia senantiasa didatangi para Nabi-nabi terdahulu, dari sejak
bulan pertama, yaitu bulan Rajab hingga kelahirannya di bulan Rabi’ul
Awwal.
Bulan ke-1 didatangi oleh Nabi Adam (as) yang
berkata kepadanya bahwa anak yang dikandungnya itu akan menjadi pemimpin
agama yang besar.
Bulan ke-2 didatangi Nabi Idris (as) yang
berkata kepadanya bahwa anak yang dikandungnya itu akan mendapat derajat
paling tinggi di sisi Allah.
Bulan ke-3 didatangi Nabi Nuh (as)
yang berkata kepadanya bahwa anak yang dikandungnya itu akan memperoleh
kemenangan dunia dan akhirat.
Bulan ke-4 didatangi Nabi Ibrahim
(as) yang berkata kepadanya bahwa anak yang dikandungnya itu akan
memperoleh pangkat dan derajat yang besar di sisi Allah.
Bulan
ke-5 didatangi Nabi Ismail (as) yang berkata kepadanya bahwa anak yang
dikandungnya itu akan memiliki kehebatan dan mu’jizat yang besar.
Bulan
ke-6 didatangi Nabi Musa (as) yang berkata kepadanya bahwa anak yang
dikandungnya itu akan memperoleh derajat yang besar di sisi Allah.
Bulan
ke-7 didatangi Nabi Daud (as) yang berkata kepadanya bahwa anak yang
dikandungnya itu akan memiliki Syafaat dan Telaga Kautsar.
Bulan
ke-8 didatangi Nabi Sulaiman (as) yang berkata kepadanya bahwa anak yang
dikandungnya itu akan menjadi penutup para Nabi dan Rasul.
Bulan ke-9 didatangi Nabi Isa (as) yang berkata kepadanya bahwa anak yang dikandungnya itu akan membawa Al-Qur’an yang diridhai.
Semua
Nabi-nabi yang hadir di mimpi Aminah itu sama-sama berpesan kepadanya
bahwa jika telah lahir, namai anak itu dengan nama Muhammad yang artinya
Terpuji, karena anak itu akan menjadi makhluk yang paling terpuji di
dunia dan akhirat. Firasat mengenai penamaan Muhammad itu pun terbersit
di hati mertuanya, Abdul Muthalib, sehingga ketika Rasulullah SAW lahir,
Abdul Muthalib memberinya nama Muhammad. Ketika masyarakat Mekkah
bertanya mengapa ia dinamai Muhammad, bukan nama para
leluhur-leluhurnya, maka Abdul Muthalib menjawab: “Aku berharap ia akan
menjadi orang yang terpuji di dunia dan akhirat.”
MALAM YANG SANGAT DINANTIKAN ALAM
Hingga
pada detik detik kelahiran Sucinya, Sayyidah Aminah tidak pernah merasa
letih atau pun kepayahan. Malam yang menggembirakan bagi semesta telah
tiba, inilah malam lahirnya sang Nabi Suci Paripurna yang kedatangannya
dinantikan seluruh mahluk.
Dalam kesendirian mendekati
saat kelahiran, Allah SWT mengutus 4 orang wanita Agung yang membantu
persalinan Nabi Suci SAW. Mereka Adalah Siti Hawa, Sarah istri Nabi
Ibrahim, Asiyah binti Muzahim, dan Ibunda Nabi Isa (as), Maryam. Kelak
ke-4 wanita agung ini yang akan pula menemani Sayyidah Khadijah Al-Kubr
At-Thahirah dalam prosesi kelahiran Az-Zahra A-Mardhiyah Ummu Aimmah
(as).
Siti Hawa berkata kepada Sayyidah Aminah:
“...
Sungguh beruntung engkau wahai Aminah. Tidak ada di dunia ini wanita
yang mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan seperti engkau. Sebentar
lagi engkau akan melahirkan Nabi Agung junjungan alam semesta
Al-Musthafa SAW. Kenalilah olehmu sesungguhnya aku ini Hawa, ibunda
seluruh umat manusia, Aku diperintahkan Allah SWT untuk menemanimu..”
Selang tak lama kemudian hadirlah Siti Sarah istri Nabi Ibrahim (as). Beliau berkata:
“...
Sungguh berbahagialah engkau wahai Aminah. Tidak ada di dunia ini
wanita yang mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan seperti engkau.
Sebentar lagi engkau akan melahirkan Nabi Agung SAW, seorang Nabi Agung
yang dianugerahi kesucian yang sempurna pada diri dan kepribadiannya.
Nabi Agung yang ilmunya sebagai sumber ilmunya para Nabi dan para
kekasih-Nya. Nabi Agung yang cahayanya meliputi seluruh alam. Dan
ketahuilah olehmu wahai Aminah, sesungguhnya aku adalah Sarah istri
Nabiyullah Ibrahim (as), aku diperintahkan Allah SWT untuk menemanimu.”
Wanita ketiga pun hadir dalam harum semerbak seraya berkata:
“...
Sungguh berbahagialah engkau wahai Aminah. Tidak ada di dunia ini
wanita yang mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan seperti engkau.
Sebentar lagi engkau akan melahirkan Nabi Agung SAW, kekasih Allah yang
paling agung dan insan sempurna yang paling utama mendapati pujian dari
Allah SWT dan dari seluruh mahluk-Nya. Perlu engkau ketahui sesungguhnya
aku adalah Asiyah binti Muzahim yang diperintahkan Allah SWTuntuk
menemanimu..”
Dan Wanita keempat pun hadir dengan
tampilan kecantikan luar biasa serta berwibawa. Dia adalah Siti Maryam,
ibunda Nabi Isa (as), ia berkata kepada Sayyidah Aminah:
“...
Sungguh berbahagialah engkau wahai Aminah. Tidak ada di dunia ini
wanita yang mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan seperti engkau.
Sebentar lagi engkau akan melahirkan Nabi Agung SAW yang dianugerahi
Allah SWT mu’jizat yang sangat agung dan sangat luar biasa. Beliaulah
junjungan seluruh penghuni langit dan bumi, hanya untuk beliau semata
segala bentuk shalawat Allah SWT dan salam sejahtera-Nya yang sempurna.
Ketahuilah olehmu wahai Aminah, sesungguhnya aku adalah Maryam ibunda
Isa (as). Kami semua ditugaskan Allah SWT untuk menemanimu demi
menyambut kehadiran Nabi Suci Al-Musthafa SAW.”
Allah SWT berfirman kepada Malaikat Jibril Al-Amin:
”Wahai
Jibril… Serukanlah kepada seluruh arwah suci para Nabi, Rasul dan para
Wali agar berbaris rapi menyambut kehadiran kekasih-Ku Al-Musthafa SAW.
Wahai Jibril, Bentangkanlah hamparan kemuliaan dan keagungan derajat
Al-Qurab dan Al-Wishal kepada kekasih-Ku yang memiliki maqam luhur di
sisi-Ku. Wahai Jibril, perintahkanlah kepada Malik agar menutup semua
pintu neraka. Wahai Jibril, perintahkanlah kepada Ridwan agar membuka
seluruh pintu surga.. Wahai Jibril pakailah olehmu Haullah Ar-Ridwan
(Pakaian agung yang meliputi keagungan Allah SWT) demi menyambut
kekasih-Ku Muhammad SAW. Hai Jibril, turunlah ke bumi dengan membawa
seluruh pasukan malaikat Muqarrabin, Karubbiyyin, Para Malaikat yang
selalu mengelilingi Arsy-Ku demi menyambut kedatangan kekasih-Ku SAW.
Wahai Jibril, kumandangkanlah seruan ke penjuru langit hingga lapis
ketujuh dan ke segenap penjuru bumi hingga lapisan paling dalam,
beritakanlah kepada seluruh makhluk-Ku bahwa sesungguhnya sekarang
adalah saatnya kedatangan Nabi Akhir Zaman, Muhammad Al-Musthafa SAW.”
Perintah
Allah SWT ini segera di laksanakan Malaikat Mulia Al-Amin hingga di
semesta terliputi pedaran cahaya Agung kemilauan dari sayap-sayap
mereka. Persaksian tidak kalah hebat dialami Ummu Agung Sayyidah Aminah
binti Wahab yang dengan izin Allah SWT beliau diperkenankan melihat
seluruh penjuru bumi, dari mulai Syria hingga Palestina.
Seorang Ulama dalam kitab Maulid Ad-Diba’i, Syeikh Abdurahman Ad-Diba’i hal. 192-193 meredaksikan:
“Sesungguhnya
saat malam kelahiran Nabi Suci Muhammad SAW, Arsy seketika bergetar
hebat nan luar biasa meluapkan kebahagiaan dan kegembiraannya, Kursi
Allah bertambah kewibawaan dan keagungannya dan seluruh langit dipenuhi
cahaya bersinar terang dan para malaikat seluruhnya bergemuruh
mengucapkan pujian kepada Allah SWT.”
PARA MALAIKAT BERTAHLIL
Hari-hari
Aminah lalui dengan kesedihan dan kesendirian. Hanyalah Munajat kepada
sang Pencipta yang dia ucapkan dari bibir dan hatinya. Begitulah Aminah
mengisi hari-hari menunggu kelahiran anaknya, tanpa kasih sayang seorang
ayah. Entah berapa tetes Air mata yang mengalir di wajah suci Aminah
ketika dia mengingat calon bayinya tersebut.
Takdir
Allah memang tidak bisa ditolak, ketentuannya tak bisa digugat, Maha
Besar Allah dengan kehendak dan kekuasaannya yang menghendaki Manusia
mulia dan suci keluar dari rahim Aminah. Detik-detik kelahiran anak
Aminah ini sangat istimewa. Betapa tidak!! Di malam itu Aminah didatangi
wanita-wanita suci penghuni surga seperti Maryam dan Asyiah, dengan
didampingi ribuan bidadari yang mengabarkan kepadanya, bahwa sebentar
lagi akan keluar dari rahim sucinya seorang bayi mungil yang lucu nan
suci, pemuka dari para Nabi dan kekasih Tuhan alam semesta.
Para
Malaikat bertahlil dan bertasbih menyaksikan cahaya indah yang akan
lahir di malam itu, maka lahirlah Rasulullah SAW dari rahim Aminah. Tak
perlu diungkapkan bagaimana proses keagungan kelahiran Rasulullah secara
mendetail.
Sebab para sejarawan telah menulis dengan
panjang lebar kejadian ini. Yang jelas Aminah sangat merasa bahagia
dengan kelahiran anaknya ini, kepiluan, kesedihan, kesendirian dan
kesepian kini telah sirna, yang ada hanyalah kebahagian dan kedamaian
yang mengisi hari-hari Aminah setelah kelahiran anaknya.
Kelahiran
Rasulullah SAW bak setetes embun pagi yang menetes di sanubari Aminah.
Bahkan bukan bagi Aminah saja namun bagi penghuni alam semesta. Betapa
banyak makhluk Allah yang berharap merawat dan menatap wajahnya, para
Malaikat dan bahkan hewan-hewanpun berebut untuk merawatnya. Namun
takdir Allah menentukan hanyalah Aminah yang mendapat kemuliaan
tersebut.
MUNCUL KEANEHAN SAAT SAYYIDAH AMINAH MELAHIRKAN
Berbagai
keanehan terjadi mengiringi kelahiran Rasulullah SAW. Di antara
keanehan yang bersifat ghaib adalah: Tertutupnya pintu langit untuk para
jin dan iblis. Sebelum Aminah melahirkan, jin dan iblis bebas naik
turun ke langit, untuk mencuri pembicaraan malaikat. Namun sejak
lahirnya manusia paling sempurna di dunia ini, pintu langit tertutup
untuk syaitan yang terkutuk.
Ada juga sebagian riwayat
yang mengemukakan bahwa Aminah melahirkan bayinya sudah dalam keadaan
dikhitan. Sedangkan Aminah sama sekali tidak mendapatkan nifas, setelah
melahirkan. Keanehan lain juga sempat disaksikan oleh Aminah sendiri.
Kata Aminah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad:
“Setelah
bayiku keluar, aku melihat cahaya yang keluar dari kemaluannya,
menyinari istana-istana di Syam!” Ahmad juga meriwayatkan dari Al-Irbadh
bin Sariyah yang isinya serupa dengan perkataan tersebut.
Beberapa
bukti kerasulan, bertepatan dengan kelahiran beliau, yaitu runtuhnya
sepuluh balkon istana Kisra dan padamnya api yang biasa disembah oleh
orang-orang Majusi serta runtuhnya beberapa gereja di sekitar istana
Buhairah. Setelah itu, gereja-gereja tersebut amblas ke tanah. Demikian
diriwayatkan dari Al-Baihaqi.
Setelah melahirkannya,
dia menyuruh orang untuk memberitahukan kepada mertuanya tentang
kelahiran cucunya. Maka Abdul Muthalib dengan perasaan sukacita kemudian
menggendong cucunya yang baru lahir dan membawanya ke Ka’bah seraya
bersyukur dan berdoa kepada-Nya. Ia memilihkan nama Muhammad bagi
cucunya. Nama yang sama sekali belum dikenal di kalangan Arab.
WAFATNYA
Menurut
adat Arab, setiap tahun Aminah pergi menziarahi ke pusara suaminya
dekat kota Madinah itu. Setelah Rasulullah SAW dikembalikan oleh
Halimah, tidak berapa lama kemudian, pergilah Aminah berziarah ke pusara
suaminya itu bersama dengan anaknya (Muhammad SAW) yang masih dalam
pangkuan, juga dengan budak pusaka ayahnya, seorang perempuan bernama
Ummu Aiman.
Tetapi di dalam perjalanan pulang, Aminah
ditimpa demam, lalu dia menemui ajalnya. Dia meninggal dan jenazahnya
dikuburkan di Al-Abwa', suatu dusun di antara kota Madinah dengan
Mekkah. Muhammad kecil lalu dibawa dalam gendongan Ummu Aiman balik ke
Mekkah.
Kemudian Muhammad kecil diserahkan kepada kakeknya, Abdul Muthalib, yang merawatnya dengan penuh kasih sayang.
Berkata Ibnu Ishak:
"Maka
adalah Rasulullah SAW itu hidup di dalam asuhan kakeknya Abdul Muthalib
bin Hasyim. Kakeknya itu mempunyai suatu hamparan tempat duduk di bawah
lindungan Ka'bah. Anak-anaknya semuanya duduk di sekeliling hamparan
itu. Kalau dia belum datang, tidak ada seorang pun anak- anaknya yang
berani duduk dekat, lantaran amat hormat kepada orang tua itu. Maka
datanglah Rasulullah SAW, ketika itu dia masih kanak-kanak, dia duduk
saja di atas hamparan itu. Maka datang pulalah anak-anak kakeknya itu
hendak mengambil tangannya menyuruhnya mundur. Demi terlihat oleh Abdul
Muthalib, dia pun berkata: "Biarkan saja cucuku ini berbuat
sekehendaknya. Demi Allah sesungguhnya dia kelak akan mempunyai
kedudukan penting.' Lalu anak itu didudukkannya di dekatnya,
dibarut-barutnya punggungnya dengan tangannya, disenangkannya hati anak
itu dan dibiarkannya apa yang diperbuatnya."
Saat menjelang wafatnya, Aminah berkata:
“Setiap
yang hidup pasti mati, dan setiap yang baru pasti usang. Setiap orang
yang tua akan binasa. Aku pun akan wafat tapi sebutanku akan kekal. Aku
telah meninggalkan kebaikan dan melahirkan seorang bayi yang suci.”
Diriwayatkan oleh Aisyah (ra) dengan katanya:
“Rasulullah
SAW memimpin kami dalam melaksanakan haji wada’. Kemudian baginda
mendekat kubur ibunya sambil menangis sedih. Maka aku pun ikut menangis
karena tangisnya.”
Betapa harumnya nama Sayyidah
Aminah, dan betapa kekal namanya nan abadi. Seorang ibu yang luhur dan
agung, sebagai ibu Baginda Muhammad SAW manusia paling utama di dunia,
paling sempurna di antara para Nabi, dan sebagai Rasul yang mulia. Bunda
Aminah binti Wahab adalah ibu kandung Rasul yang mulia. Semoga Allah
memberkahinya.
Mari kita kenali Nabi kita sampai ke ibu dan bapaknya. Yang tak kenal sulit untuk mencintainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar