Sesatkah Kita Karena Sholawatan ?
Ada yang berkata “kalaulah Anda tidak suka dengan kegiatan yang saya
laksanakan, silahkan !, asalkan jangan ganggu kami, jangan usik
ketenangan kami dalam menjalankan ritual ibadah yang kami yakini
sebagaimana yang diajarkan Rosululloh SAW dan diteruskan oleh salafuna
as sholihun….
Akan tetapi, karena Anda telah mengoyak ketenangan kaum muslimin, maka sangat perlu
kiranya untuk kita klarifikasi bersama, lewat media apapun itu. Mari
kita diskusikan bersama, tentunya dengan tanpa maksud apapun kecuali
hanya satu, yaitu mengukuhkan sebuah kebenaran.
Tidak banyak masalah
yang akan saya sampaikan kali ini, berikut beberapa masalah seputar
sholawatan yang perlu kita cermati bersama.
Sebagaimana yang kita
ketahui bersama, bahwa Nur Muhammad SAW merupakan sebuah karunia besar
Allah SWT yang diciptakan dan kemudian diutus sebagai Rosulnya, Firman
Allah SWT
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (107) [الأنبياء/107]
Artinya : dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Karena diutusnya Nabi Muhammad SAW merupakan rahmat yang agung bagi
orang mu’min, maka kita diperintah oleh Allah untuk bergembira atas
kedatangannya, Firman Allah :
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ 58) [يونس/58]
Artinya : Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah
dengan itu mereka bergembira. karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
Rahmat Allah akan
meliputi dunia dan akhirat bagi orang mu’min dan hanya meliputi di dunia
saja bagi orang non-mu’min. Buktinya, selama di dunia, orang yang tidak
beriman tetap mendapat ni’mat Allah, ini karena rahmat Allah,dan juga
karena Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai rohmatun lil ’alamin,
sedangkan bagi orang mu’min.Namun bagi orang mu’min, rahmat Allah akan
meliputi mereka di dunia dan akhirat, dan sudah tentu hal itu juga lewat
rahmat karena Nabi Muhammad.
Karena rahmat Allah, Nabi Muhammad menjamin semua umatnya untuk masuk surga kelak di hari kiamat, sabda Nabi :
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ
وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى) فتح الباري لابن حجر – (ج 20 / ص 332(
Artinya : Semua umatku akan masuk surga kecuali orang yang tidak mau,
para sahabat bertanya Hai Rosululloh, Siapakah orang yang tidak mau?
Rosul menjawab Orang yang taat kepadaku masuk surga dan orang yang
durhaka kepadaku maka sungguh ia tidak mau (HR. Bukhori)
Jadi bukan
tanpa alasan jika kita bergembira sebagai bagian dari manifestasi rasa
syukur kita karena diutusnya Rosul, pembawa rahmat dan pemberi jaminan
surga yang kemudian kita sanjungkan sholawat kepadanya setiap saat,
firman Allah SWT
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى
النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيمًا [الأحزاب/56]
Artinya : Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya.
Ayat di atas jelas menyuruh kita untuk
bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Sampai disini , mari kita cermati
bahwa Allah SWT hanya satu kali ini saja menyuruh hambanya sembari
memberikan contoh konkrit bahwa Allah juga melaksanakan hal tersebut.
Mari kita lihat firman Allah tentang perintah sholat :
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (43) [البقرة/43]
Seperti perintah-perintah pada ayat lain, Allah SWT tidak pernah satu
kali pun memberikan contoh, hingga sholat yang notabene adalah salah
satu hal paling pokok dalam islam.
Ini bukan berarti ibadah sholat,
zakat dan lain sebagainya tidak begitu penting bagi Allah, tapi ayat ini
menunjukkan kemulian Rosululloh di akui oleh Allah SWT sehingga orang
yang sholatpun jika tidak bersholawat kepada Nabi niscaya sholatnya
tidak sah.
Ada sebagian kalangan yang mengatakan bahwa sholawat
memang disunahkan, yang bid’ah (sesat) adalah sholawatan atau pembacaan
maulid secara bersama-sama atau peringatan maulid Nabi Muhammad SAW yang
dilaksanakan dengan mengadakan maulid-maulid secara berjama’ah di
berbagai tempat secara meriah.
Berikut ulasannya :
Tentunya, ada
beberapa dasar bagi mereka yang merayakan maulid Nabi SAW dengan
berbagai seremoni dalam bentuk kemeriahan dan sebagian lain dalam bentuk
kekhusyu’an yang bertepatan dengan hari ataupun bulan kelahiran sang
Baginda.
Padahal, semua bentuk perayaan ini dilaksanakan hanya
semata-mata karena ungkapan gembira dan tentunya juga sebagai bentuk
rasa terima kasih kita kepada Nabi Muhammad SAW serta dalam rangka
mengikuti jejak yang pernah dilaksanakan oleh Rosul sendiri. Sebagaimana
dalah hadis-Nya :
و حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ
عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ
الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي
تَصُومُونَهُ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى
وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا
فَنَحْنُ نَصُومُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ شرح
النووي على مسلم – (ج 4 / ص 119)
Hadis di atas menerangkan saat Nabi
datang ke Madinah, Beliau mendapati orang yahudi sedang berpuasa hari
‘asyuro’ (tanggal 10 Muharram).
Mengetahui hal tersebut, Rosululloh
menanyakannya pada orang-orang yahudi tersebut,’’ Hari apakah ini
sehingga kalian berpuasa?’’
Mereka menjawab “hari ini adalah hari
agung dimana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya serta hari dimana
Allah menenggelamkan Fir’aun serta kaumnya. Kemudian Nabi Musa berpuasa
pada hari itu, sebagai bentuk rasa syukur beliau kepada Allah. Maka
dari itu, kami berpuasa pada hari itu juga ” jawab yahudi
Rosululloh menyahut “Maka aku lebih berhak dan lebih utama dengan Musa daripada kamu sekalian”
Kemudian Rosululloh berpuasa (pada hari asyuro’) serta menyuruh kaum muslimin untuk berpuasa pada hari itu.
Menurut Al Hafidz Ibn Hajar , Hadis ini menjadi dasar atas perayaan
maulid Nabi SAW sehingga asumsinya adalah jika Nabi Muhammad saja
melakukan puasa sebagai bentuk syukur atas keselamatan Nabi Musa yang
saat itu sudah tiada lagi jasadnya di dunia ini, bagaimana dengan Nabi
Muhammad sebagai sayyidul mursalin? apakah tidak lebih berhak bagi kita
untuk mensyukurinya dengan sholawat yang jelas-jelas diperintahkan Allah
SWT?
Perayaan Maulid kolektif
Ada yang mengatakan ‘’bahwa
membaca sholawat itu memang sunnah, tetapi jika pembacaan sholawat itu
dilakukan secara berjama’ah, maka itu adalah bid’ah yang sesat, karena
Rosululloh tidak pernah melakukannya’’.
Pertanyaanya adalah, dengan
dasar apakah kelompok ini sampai berani-berani mengatakan bahwa hal
tersebut (sholawatan berjama’ah) adalah sebuah bid’ah yang sesat?
Ini hanya sebuah alasan yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiyah.
Kalau dzatiyah sholawat sendiri sunnah, kenapa kalau jama’ah justru menjadi sesat ?
Hal tersebut tidak lepas dari upaya para pemuka salafi wahabi yang
telah disetir oleh agen yahudi untuk melemahkan serta menghancurkan umat
Islam dari dalam.
Mereka takut jika kaum muslimin berkumpul
bersama yang di situ terdapat ajaran-ajaran yang mengandung pemupukan
rasa cinta dan penguatan iman akan menjadikan umat islam semakin kuat,
sehingga agenda penghancuran terhadap Islam akan semakin sulit karena
pribadi mereka yang semakin kuat yang dipupuk setiap saat.
Hadis Riwayat Abu Hurairoh RA, Rosululloh bersabda :
“ما قعد قوم مقعداً لم يذكروا الله سبحانه وتعالى فيه ولم يصلوا على النبي صلى الله عليه وسلم إلا كان عليهم حسرة يوم القيامة “
Artinya : Tiada kaum yang duduk dalam suatu majlis dengan tanpa
menyebut nama Allah SWT di dalamnya dan tidak bersholawat atas nabi SAW
kecuali mereka akan menyesal di hari kiamat
Yang perlu digarisbawahi
pada hadis di atas adalah pada lafadz qoumun,lafadz qoumun pada hadis
diatas berma’na jama’ bukan individu. Inilah yang menjadi dasar
diperbolehkannya sholawat dan sholawatan (secara berjama’ah), dan
tentunya tidak termasuk bid’ah.
Jika masih ada yang menganggap bahwa
hal itu tidak ada dasarnya karena dilakukan dengan suara yang keras,
maka yang perlu saya tanyakan adalah, “apakah pada hadis tersebut
disebutkan bahwa bersholawat harus tidak bersuara, sehingga orang lain
dilarang mendengarkannya?”
Apakah haram memperdengarkan bacaan
sholawat, dimana memang sejak semula majlis itu disediakan bagi orang
yang datang untuk bersholawat sehingga mereka juga tidak ada yang merasa
terganggu sedikitpun, karena memang dari rumah ia berniat untuk
mendatangi majlis sholawat?
Ada satu hal lagi yang masih menjadi
perbincangan sampai saat ini, yaitu tentang mahallul qiyam, saat dimana
orang-orang berdiri untuk menghormati kedatangan Nabi Muhammad, banyak
dari mereka yang tidak yakin atau bahkan tidak percaya Nabi Muhammad
bisa datang menghadiri majlis sholawat.
Berikut adalah hal yang
sangat perlu kita perhatikan bahwa saat semua orang islam (muslim)
mendirikan sholat baik wajib ataupun sunnah, dalam tasyahhud pasti akan
membaca
السلام عليك ايها النبى ورحمة الله وبركاته
Dalam ilmu
fiqh, kalimat tersebut tidak menggunakan dlomir ghoib, tetapi memakai
dlomir khitob. Bahkan bagi yang tidak membacanya,sholatnya pasti akan
batal.
Kalau saja dlomir khitob pada kalimat tersebut hanya sebuah
ucapan yang tiada artinya, apakah syariat Allah berlaku seperti ini ?
Jelas bukan, itu jawabnya.
Ini merupakan sebuah dalil bahwa Nabi Muhammad dapat hadir dihadapan kita saat kita melantunkan sholawat atas-Nya.
Jika saja Nabi Muhammad hadir dalam setiap majlis sholawat kita, apakah kita dilarang menghormatinya ?
Sebuah contoh kecil, yaitu pada saat kita mengikuti penyambutan tamu
agung yang dihormati di sebuah bandara. Saat tamu datang, apakah kita
akan tetap duduk di ruang tunggu saja ? ataukah kita sambut ia dengan
sambutan hangat ?
Kemudian apa yang layak kita lakukan saat kita
menerima tamu yang tidak hanya sekedar manusia biasa? yaitu sosok
manusia yang mana Allah saja menghormatinya ?
Berdiri hanyalah
sebagian bentuk wujud dzohir sikap memperlihatkan bentuk gembira kita
kepada Allah karena telah diberi rahmat agung berupa datangnya Nabi
Muhammad SAW.
Apakah hal ini juga sesat ?
Tidak ada dari kita yang berkeyakinan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah tuhan.
Barang siapa yang menuduh bahwa orang yang sholawatan ialah syirik
karena menyembah Nabi Muhammad, maka hal ini juga sangat tidak berdasar.
Barang siapa yang mengatakan saudaranya kafir, padahal sebenarnya
tidak, maka justru orang itulah yang kafir dan setan-lah yang bangga
sebagai ‘’dalang kondang’’ di belakangnya.
Wallohu a’lam…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar