Sabtu, 13 September 2014

Ayah Bunda Nabi Muhammad saw

“Pecahlah ‘telur’ penciptaan Nya di alam mutlak yang tak terbatas ini. Menyingkap keindahan yang bisa disaksikan pandangan mata, mencakup segala kesempurnaan sifat keindahan dan keelokan.” Demikian ungkapan Habib Ali Al-Habsyi saat menggambarkan penciptaan nur Muhammad hingga kelahiran Rasulullah Saw.
Napak Tilas Nur Muhammad (bagian 3);  AYAH BUNDA TERMULIA SEPANJANG MASA

Meresapi perjalanan cahaya nan agung ini dapat membawa pikiran kita pada satu kesadaran: adalah wajar jika kelahiran seorang Nabi yang dikehendaki Allah dengan penuh kemuliaan sejak awal penciptaannya hingga penjagaan pada seluruh generasi leluhurnya, dibarengi dengan terjadinya peistiwa peristiwa luar biasa, sebagai pertanda kemuliaan dan keagungannya. Maka betapa ulama tidak mengatakan bahwa hari kelahiran Nabi Muhammad saw adalah hari raya terbesar bagi umat islam?
Alkisah, Abdul Muthalib dianugerahi putra yang ia namakan ‘Abdullah’, buah pernikahan nya dengan Fathimah binti Amr. Syaikh Nawawi Banten mengisahkan didalam Madarijush Shu’ud, bayi Abdullah tumbuh besar dalam perkembangan yang begitu cepat. Setiap yang memandangnya berdecak kagum melihat kemilau cahaya yang anggun berwibawa dari wajahnya dan berbagai keajaiban yang terjadi pada dirinya.
Beranjak remaja, semakin tampak lah keistimewaan pada dirinya. Dalam As-Sirah An-Nabawiyyah, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menceritakan, “Sesungguhnya Abdullah adalah seorang Quraisy yang terindah diri dan kepribadiannya pada saat itu. Pada wajahnya, nur Muhammad bersinar kemilau. Tidak sedikit wanita Quraisy yang terpikat hatinya kepada Abdullah.
Bukan hanya dikalangan suku Quraisy, bahkan para ulama ahli kitab di Syam, Palestina, pun mengetahuinya. Sehingga, setiap ada seorang suku Quraisy yang singgah di tempat mereka selalu diberi wasiat kepadanya bahwa nur yang ada pada diri Abdullah sesungguhnya adalah nur nabi akhir zaman.
Saat genap berusia 18 tahun, ada yang mengatakan 23 tahun, ayahnya menikahkannya dengan Aminah binti Wahb Az-Zuhriyah. Pilihan ayahnya didasarkan pada keutamaan pribadi gadis Bani Zuhrah yang kesucian dan akhlaq nya sangat kondang dikalangan kabilah nya itu.
Dr. Thaha Husain dalam ‘Ala Hamisy as-Sirah memandang, pernikahan tersebut adalah peristiwa bernilai sejarah. Sementara Dr. Muhammad Husain Haikal dalam Hayat Muhammad mengatakan, ‘Abdullah bin Abdul Muthalib seorang muda rupawan. Banyak wanita dan gadis di Mekkah yang bersimpati kepadanya… takdir ilahi telah menentukan Abdullah sebagai ayah termulia yang pernah dikenal sejarah, dan Aminah, istrinya, sebagai ibu termulia sepanjang zaman.
Singkat cerita, sepulang perjalanan dagang dari Syam, Abdullah singgah sementara di Yatsrib. Tak lama kemudian, ia jatuh sakit. Betapa cemas dan risaunya penduduk Makkah, khususnya para wanitanya, mendengar berita itu. Dr. M. Husain Haikal menggambarkan itu dalam perasaan yang dirasakan di hati mereka masing masing, “Duhai, alangkah sedihnya jika kemalangan yang menimpa dua orang pengantin baru itu dialami oleh mereka sendiri!”
Cemas bercampur gelisah, Abdul Muthalib memerintahkan putra sulungnya, Al-Harits, bersama sejumlah kerabat, segera berangkat ke Yatsrib untuk mengurus dan membawa Abdullah pulang ke Mekkah.
Namun, baru saja Al-Harits tiba di Yatsrib, Allah menghendaki lain. Abdullah wafat setelah dua bulan menderita sakit.
Cahaya meliputi Semesta
Abu Sa’id Abdul Malik An-Naisabury di dalam kitabnya Al-Kabir mengemukakan penuturan panjang lebar yang pernah dikatakan sendiri oleh bunda Muhammad Saw, diantaranya, “Lewat enam bulan sejak kehamilanku, aku melihat dalam mimpi seorang berkata kepadaku, ‘Hai Aminah, engkau sedang mengandung manusia termulia di jagat raya. Bila ia lahir, namailah dia ‘Muhammad’, tetapi sekarang janganlah engkau beritahukan kepada siapapun.”
Ibn Hajar pun mengetengahkan sebuah hadits dari Ummu Salamah Ra atas penuturan ibu susuan Muhammad Saw, Halimah As-Sa’diyah, bahwa Aminah binti Wahb pernah mengatakan kepadanya, “Ketika ia (Muhammad) keluar dari rahimku, kulihat percikan cahaya yang menyinari semua permukaan bumi hingga aku dapat melihat gedung gedung istana Syam.”
Sungguh tepat yang dikatakan Al Abbas Ra, pamanda Rasulullah Saw, saat merangkum perjalanan nur Muhammad Saw dalam sebuah sya’irnya:
Sebelum terlahir ke dunia
engkau hidup senang di surga
Ketika aurat tertutup dedaunan
engkau tersimpan di tempat yang aman

Kemudian engkau turun ke bumi
bukan sebagai manusia, segumpal darah maupun daging,
tetapi nutfah yang menaiki perahu Nuh
Ketika banjir besar menenggelamkan semuanya
anak cucu Adam beserta keluarganya

Engkau berpindah dari sulbi ke rahim dari satu generasi ke generasi berikutnya
Hingga kemuliaan dan kehormatan mu berlabuh di nasab terbaik
yang mengalahkan semua bangsawan

Ketika engkau lahir, bumi bersinar
cakrawala bermandikan cahayamu
Kami pun berjalan di tengah cahaya
sinar dan jalan yang penuh petunjuk

Cahaya yang muncul secara tiba tiba pada saat kelahiran Muhammad Saw menandakan datangnya hidayah yang akan diikuti oleh umat manusia. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Telah datang kepada kalian cahaya dari Allah dan kitab suci (Al-Quran) yang memberi penerangan. Dengan itulah Allah menunjukkan jalan keselamatan kepada orang orang yang mengikuti  kehadiran Nya dan mengeluarkan mereka dari kegelapan ke cahaya terang, dengan seizin-Nya…” (QS.Al-Maidah:15-16)

Allahumma sholli wa sallim wa baarik ‘alaih…

Sumber: Majalah AlKisah no.06. Maret 2009
http://pecintahabibana.wordpress.com/sirah-nabawiyah/

diambil dari: http://farid.zainalfuadi.net/ayah-bunda-nabi-muhammad-saw/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar