Kita tidak menemukan nash yang shorih daripada Alquran dan Sunnah yang mengatakan bahwa kedua orang tua Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kafir lalu mengapa sebahagian kita sangat memperjuangkan dengan mati-matian bahwa keduanya adalah kafir sehingga buku-bukupun ditulis, artikel-artikelpun disebarkan dan diceramah-ceramahpun ditekankan bahwa Abdullah bin Abdul Muthallib dan Aminah binti Wahhab adalah daripada orang-orang kafir, seolah-olah ini sudah menjadi keyakinan yang wajib diimani oleh setiap muslim. Buang-buang waktu dan tenaga, padahal setahu penulis, tidak ada rukun iman ketujuh yang mengharuskan seorang mukmin mengimani bahwa kedua orang tua Rasulullah Saw adalah kafir. Lebih baik mereka menulis buku-buku tentang bagaimana akhlak dan adab seorang muslim kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab hemat penulis, sebagian umat Islam saat ini sangat miskin dengan adab kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada melakukan kesyirikan menduakan Allah subhanahu wa ta’ala.
Padahal mereka hanya bermodalkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam;
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ
أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami Affan menceritakan kepada kami Hamad bin Salamah dari Tsabit dari Anas bahwasanya seseorang berkata; “Wahai Rasulullah, dimanakah bapakku?” Rasulullah Saw bersabda; “Di dalam neraka.” Maka ketika orang itu beranjak pergi Rasulpun memanggilnya maka Rasul berkata; “Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di dalam neraka.”
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim Radhiyallahu ‘anhu nmr. 347)
Hadits di atas tidak secara langsung menyebutkan bahwa bapak Rasulullah adalah kafir, lalu mengapa mereka begitu terburu-buru hingga berani lancang melompati hadits dengan mengatakan lafazh kafir terhadap kedua orang tua Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, yang mereka sendiripun belum meyakini kekafirannya.
Hadits tersebut hanyalah menceritakan seorang arab badui yang menanyakan status bapaknya yang telah wafat namun belum menyatakan iman, apakah tempatnya di neraka atau di surga?
Kita tidak bisa memahami hadits di atas dengan langsung mengambil zhahirnya begitu saja, tanpa perbandingan dengan nash-nash yang lain dan tanpa analisa serta renungan yang mendalam, sebab jika mengambil zhahirnya saja pasti akan bertentangan dengan firman Allah Ta’ala, (dan ini tidak mungkin terjadi);
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا
“Dan kami tidak akan memberikan adzab sebelum kami mengutus seorang Rasul.” (Al-Isra’: 15)
Pertama sekali marilah kita melihat komentar Imam Nawawi ketika mensyarah hadits di atas;
فِيهِ : أَنَّ مَنْ مَاتَ عَلَى الْكُفْر فَهُوَ فِي النَّار ، وَلَا تَنْفَعهُ قَرَابَة الْمُقَرَّبِينَ ، وَفِيهِ أَنَّ مَنْ مَاتَ فِي الْفَتْرَة عَلَى مَا كَانَتْ عَلَيْهِ الْعَرَب مِنْ عِبَادَة الْأَوْثَان فَهُوَ مِنْ أَهْل النَّار ، وَلَيْسَ هَذَا مُؤَاخَذَة قَبْل بُلُوغ الدَّعْوَة ، فَإِنَّ هَؤُلَاءِ كَانَتْ قَدْ بَلَغَتْهُمْ دَعْوَة إِبْرَاهِيم وَغَيْره مِنْ الْأَنْبِيَاء صَلَوَات اللَّه تَعَالَى وَسَلَامه عَلَيْهِمْ . وَقَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إِنَّ أَبِي وَأَبَاك فِي النَّار ) هُوَ مِنْ حُسْن الْعِشْرَة لِلتَّسْلِيَةِ بِالِاشْتِرَاكِ فِي الْمُصِيبَة
Di dalam hadits ini: bahwasanya siapa yang mati dalam kekafiran maka dia di neraka dan tidak memberikan manfaat kepadanya hubungan kekerabatan, dan di dalam hadits juga bahwa siapa yang mati dalam masa fatrah (masa tidak adanya seorang Rasul) akan tetapi dia menyembah berhala maka dia daripada ahli neraka dan inipun tidak berlaku sebelum sampainya dakwah (Islam). Maka sesungguhnya mereka itu (kaum bapak si penanya), telah sampai dakwah Ibrahim kepada mereka dan dakwah nabi-nabi yang lain. Dan sabdanya Saw: (Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka) ia daripada bentuk luwesnya pergaulan (Rasulullah) untuk menghibur (si penanya) dengan mengatakan sama-sama tertimpa musibah (maksudnya neraka).
Coba perhatikan kalam imam Nawawi di atas dengan teliti;
“…bahwa siapa yang mati dalam masa fatrah akan tetapi dia menyembah berhala maka dia daripada ahli neraka dan ini tidak berlaku sebelum sampainya dakwah (islam)”.
Mafhum mukhalafahnya: bahwa siapa yang mati dalam masa fatrah akan tetapi dia tidak menyembah berhala maka dia bukan daripada ahli neraka.
Berikut penulis lanjutkan dalam bentuk tanya jawab agar lebih mudah dipahami.
Juragan: Dengan hadits di atas, adakah kalian dapat memastikan bahwa Abdullah dan Aminah adalah penyembah berhala?!
W*h*b*: Tentu tidak, bahkan kita tidak punya dalil atau keterangan yang pasti yang menyatakan bahwa keduanya pernah menyembah berhala.
Juragan: Lalu mengapa kalian berani mencap keduanya adalah kafir???
W*h*b*:: Ya, maafkan kami, kami khilaf, terlalu terburu-buru memahami zhahir hadits dan kalam Imam Nawawi di atas. Kalau begitu, lantas hadits masuk neraka itu untuk siapa?
Juragan: Ya untuk bapak si penanya aja dong. Sebagaimana jawaban Rasul yang pertama. Sebab mungkin bapak si penanya itu adalah memang penyembah berhala padahal telah sampai dakwah Ibrahim kepadanya. Adapun Abdullah bapak Rasul, adalah seorang pemuda yang berpegang teguh kepada agama yang hanif, agama Ibrahim, hingga tak pernah sekalipun kita mendengar ada riwayat bahwa beliau pernah sujud kepada berhala. Begitu pula dengan ayahnya Abdullah, Abdul Muthallib dan kakek serta seterusnya leluhurnya ke atas hingga sampai kepada Ibrahim ‘alaihissalam. Mari kita dengar doa-doa Ibrahim ‘alaihissalam atas keturunannya yang insya Allah maqbul.
“Dan ketika Ibrahim berkata,” Wahai Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman dan jauhkanlah aku dan keturunanku daripada menyembah berhala”(Surat Ibrahim: 35)
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku orang-orang yang mendirikan shalat dan juga daripada keturunanku.”(Surat Ibrahim: 40)
عن ابن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ما ولدنى من سفاح اهل الجاهلية شئ ما ولدنى الا نكاح كنكاح الاسلام
Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sedikitpun aku tidak dilahirkan dari perzinahan orang-orang ahli Jahiliyah dan tidak pula aku dilahirkan kecuali dengan nikah seperti nikahnya Islam.” (Riwayat Imam Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra nmr. 3223)
Dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti tahu itu. Makanya pas jawaban pertama tadi, cuman bapak si penanya aja yang masuk neraka, kata Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
W*h*b*: Lalu kenapa yang kedua kalinya Rasul menjawab bapak Rasul juga masuk neraka?
Juragan: Itulah baiknya hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak ingin si penanya sedih dan kecewa dengan jawabannya. Terlebih si penanya adalah orang pelosok, lemah iman, susah paham dan gampang kembali pada kemurtadan. Takutnya dikasih tau begitu, keluar pula dia dari Islam, eyah khan??! karena terlalu sedih dan kecewa dengan agama barunya. Maka Rasul mensamarkan jawabannya yang kedua dengan mengatakan bapaknya juga masuk dalam neraka. Inilah yang dimaksud dengan tawriyah (menampakkan kalam namun tidak sesuai dengan apa yang ada di hati). Agar jawaban menjadi kabur antara bapak kandung dengan bapak dalam artian paman. Sebab orang Arab menyebut paman (‘ammu) juga dengan bapak (abu). Itulah yang dimaksud Imam Nawawi dalam kalamnya:
هُوَ مِنْ حُسْن الْعِشْرَة لِلتَّسْلِيَةِ بِالِاشْتِرَاكِ فِي الْمُصِيبَة
“…ia daripada bentuk luwesnya pergaulan (Rasulullah) untuk menghibur (si penanya) dengan mengatakan sama-sama tertimpa musibah.”
Coba simak perkataan Imam Suyuthi radhiyallahu ‘anhu: Aku telah menyelami dengan semua bacaan maka aku mendapati bhw semua ibu para Nabi adalah wanita2 yg beriman, maka lebih pastilah lagi ibunya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga wanita yg beriman. (Imam Suyuthi, Abawai Rasulillah fil Jannah hal. 29)
Wahai kaum yang mengkafirkan Ayah Ibu Rasul Junjungan…
Terpulang kepada engkaulah…
Aku sudah memberikan dalil-dalil yang nyata…
Bahwa Abdullah dan Aminah adalah orang-orang yang beriman
Sementara engkau ragu tentang mereka…
antara kafir dan beriman…
Sungguh engkau berada di pertengahan…
Jika engkau adalah seorang yang adil…
Maka engkau setidaknya mengambil jalan pertengahan…
Tidak mengimankan dan tidak pula mengkafirkan…alias diam…
Jika engkau adalah seorang yang baik…
Maka engkau akan selalu pasang sikap husnuzhon kepada siapapun…
Terlebih kepada ayah ibu Rasul Junjungan
Tetapi jika engkau lebih tetap memilih untuk berjiwa kerdil…
Maka silahkan engkau lanjutkan…di sana-sini akan pengkafiran…
Adapun aku dan semua yang menonton…
Hanya bias terdiam…
Menyaksikan sebuah keluguan orang-orang yang tak berakal…
Yah…jika bandelnya sudah parah sedemikian…
Lebih baik kamu menjadi orang yang tak berakal…
Agar kelak, segala perkataan dan perbuatan…
tidak dimintai pertanggung jawaban…
Wassalam
Disarikan dari kitab Al-Imam Al-Hafizh Al-Mufassir Al-Muhaddits Ash-Shufi Imam Suyuthi radhiyallahu ‘anhu wa ardhahu At-ta’zhim wal Minnah
Fii Anna Abawai Rasulillah fil Jannah cet. Dar Jawami’ Al Kalim Kairo dari halaman 48-54.
Wallahu a’lam bish-shawab…
Al-faqir ila ‘afwi Rabbih
Juragan El-d’roy
Allahu Yahdik
BalasHapus