1. Kisah Wafatnya Abu Thalib dan Khadijah Serta Jasa Mereka
Setelah umat Islam, keluarga Bani Hasyim dan keluarga Bani Abdul Muthalib bebas dari pemboikotan dan pengasingan, maka kesengsaraan, kemiskinan dan kelaparan melanda mereka.
Selang beberapa bulan berikutnya, dua orang pelindung Nabi, Khadijah binti Khuwalid dan Abu Thalib bin Abdul Muthalib mendahului beliau ke alam baka.
Khadijah istri Nabi Muhammad Saw, meninggal dalam usia 65 tahun, pada tahun kesepuluh kenabian dan telah mengarungi bahtera rumah tangga bersama Nabi selama dua puluh lima tahun. Dari pernikahannya, Allah mengaruniakan enam orang anak yang terdiri dari dua orang laki-laki yaitu, Abdullah dan Qasim serta empat orang puteri, yaitu Ruqayah, Zaenab, Ummu Kulsum dan Fatimah, dimakamkan di Ma’la di kota Makkah.
Khadijah istri yang setia, orang yang mula pertama mengikuti ajaran Rasulullah, telah menyokong perjuangan dan dakwah Islamiyah dengan segala jiwa, raga dan harta, dan selalu memberikan kesejahteraan serta ketentraman pada diri Nabi Muhammad Saw dalam rumah tangga dan dakwah Islamiyah. Kepergian beliau membuat hati Nabi berduka cita, maka sepeninggal beliau, Nabi selalu mengunjungi keluarga dan kerabat beliau untuk bersilaturahmi dan mengenang jasa Khadijah.
Selang beberapa hari, Abu Thalib paman Nabi, wafat dalam usia 80 tahun. Beliau telah mengasuh Nabi sejak umur delapan tahun. Segala kasih sayang telah dicurahkan, beliau telah menikahkannya dengan Khadijah binti Khuwailid, bahkan setelah menjadi rasul, beliaulah sebagai pelindungnya.
Ketika Abu Lahab menyuruh menangkap Nabi Muhammad Saw pada pertemuan keluarga besar Quraisy, Abu Thalib tampil sebagai pembela. Begitu pula tatkala perutusan Kafir Quraisy mendatangi Nabi, Abu Thalib yang selalu menghadapi mereka.
Abu Thalib seorang tokoh Quraisy yang disegani, kewibawaan beliau menjadi pelindung Rasulullah, namun beliau tak sempat mengucapkan dua kalimat syahadat, sehingga beliau meninggal dalam keadaan Kafir.
Wafatnya kedua pelindung Nabi, menjadikan hati beliau sangat duka cita, sehingga tahun kesepuluh kenabian dinamakan “Amul Huzni” artinya tahun kesedihan.
2. Tekanan Kaum Kafir Quraisy
Sepeninggal Khadijah dan Abu Thalib, sebagai pelindung dan penasihat Nabi Muhammad Saw, kafir Quraisy semakin berkuasa mengancam dan menganiaya Nabi, agar beliau menghentikan dakwahnya.
Abu Lahab, Hakim bin Ash dan Utbah bin Muit adalah tetangga dekat Nabi Muhammad Saw. Mereka selalu melempari kotoran dan najis ke halaman rumah Nabi dan juga jalan yang menuju rumah beliau. Ketika Nabi keluar rumah, dengan segera mereka melempari kotoran dan najis, bahkan ketika Nabi menunaikan sholat.
Istri Abu Lahab selalu meletakkan duri atau pecahan-pecahan di muka pintu Nabi, sehingga dapat melukai dan mengganggu beliau keluar rumah.
Pernah ketika Nabi sedang memberi pelajaran kepada sahabat-sahabat tentang Agama Islam di masjid, kaum kafir Quraisy jadi marah. Nabi dan sahabat-sahabat beliau mereka pukul.
PERJALANAN HIJRAH KE THAIF
Sesudah Abu Thalib dan Khadijah meninggal dunia, Nabi melihat bahwa penganiayaan kaum kafir Quraisy terhadap beliau daqn sahabat-sahabatnya makin menjadi-jadi, di luar perikemanusiaan dan sopan santun. Beliau yakin bahwa kota Makkah tidak sesuai lagi untuk dijadikan pusat dakwah.
Karena itu, dibuatlah rencana akan menjalankan seruan agama Islam keluar kota makkah, dengan harapan akan dapat menemukan tempat lain yang sesuai untuk dijadikan pusat dakwah. Nabi mulai mengunjungi beberapa negeri sambil memperkenalkan diri pokok-pokok agama Islam kepada penduduk.
Akan tetapi, Nabi senantiasa juga menemui kesengsaraan dan kesulitan-kesulitan. Sering kali beliau mendengar penduduk negeri-negeri itu mengejek : “Sekiranya kata-kata yang diserukan itu baik, tentu keluarga dan kaum kerabatnyalah yang menerima lebih dahulu”.
Akhirnya sampailah Nabi bersama Zaid bin Tsabit di negeri Thaif. Negeri Thaif terkenal berhawa sejuk dan keramahan penduduknya terhadap tamu yang datang.
Di Thaif Nabi menyeru orang-orang terkemuka di kota itu agar menyembah kepada Allah SWT. Penduduk Thaif menolak sambil mengusir kedatangan Nabi. Mereka mencaci maki, mempersorakkan dan melempari Nabi dengan batu, Nabi menderita luka-luka.
Untuk membersihkan darah luka yang mengalir, Nabi berteduh di kebun anggur, kemudian malaikat Jibril datang dan menjumpainya memohon agar beliau mengijinkan untuk menghimpit penduduk negeri Thaif dengan dua buah gunung. Nabi menolak dan berdo’a: Allahummah diqaumi fainnahum la ya’lamun. Artinya: “Ya, Allah berikanlah petunjuk kepada kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui”.
Dari kejauhan, Addas tukang kebun datang membawakan setangkai anggur untuk duberikan kepada Nabi dan tuannya. Ketika Nabi memakan, beliau membaca Bismillah. Mendengar bacaan itu Addas terheran karena apa yang diucapkan Nabi sama dengan apa yang ia baca dan dia belum pernah mendengar penduduk negeri itu membacanya.
Nabi bertanya tentang tanah asal usul dan Agama Addas. Ia menjawab “Tanah asalnya ialah tempat kelahiran Nabi Yunus dan agamanya Nasrani”. Nabi membacakan kisah Nabi Yunus yang tertera dalam Al-Qur’an, terharu Addas mendengarnya, lalu ia menyatakan dirinya sebagai pengikut Nabi Muhammad Saw
Rasulullah pergi ke Thaif lalu di lempari batu sampai berdarah kepalanya
عَنْ عَائِشَةَ، زَوْجِ النَبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَنَّهَا قَالَتْ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : هَلْ أَتَى عَلَيْكَ يَوْمٌ كَانَ أَشَدَّ مِنْ يَوْمِ أُحُدٍ قَالَ: لَقَدْ لَقِيتُ مِنْ قَوْمِكِ مَا لَقِيتُ، وَكَانَ أَشَدُّ مَا لَقِيتُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْعَقَبَةِ، إِذْ عَرَضْتُ نَفْسِي عَلَى ابْنِ عَبْدِ يَالِيلَ بْنِ عَبْدِ كُلاَلٍ فَلَمْ يُجِبْنِي إِلَى مَا أَرَدْتُ فَانْطَلَقْتُ وَأَنَا مَهْمُومٌ عَلَى وَجْهِي، فَلَمْ أَسْتَفِقْ إِلاَّ وَأَنَا بِقَرْنِ الثَّعَالِبِ، فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا أَنَا بِسَحَابَةٍ قَدْ أَظَلَّتْنِي، فَنَظَرْتُ فَإِذَا فِيهَا جِبْرِيلُ، فَنَادَانِي فَقَالَ: إِنَّ اللهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمِكَ لَكَ وَمَا رَدُّوا عَلَيْكَ، وَقَدْ بَعَثَ إِلَيْكَ مَلَكَ الْجِبَالِ لِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فِيهِمْ فَنَادَانِي مَلَكُ الْجِبَالِ فَسَلَّمَ عَلَيَّ، ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ فَقَالَ ذَلِكَ فِيمَا شِئْتَ إِنْ أُطَبِّقَ عَلَيْهِمُ الأَخْشَبَيْنِ؛ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللهُ مِنْ أَصْلاَبِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللهَ وَحْدَهُ، لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
Aisyah ra menuturkan bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi saw : “Menurutmu, penindasan kaummu yang bagaimanakah yang lebih keras dari perang Uhud?”
Sabda Nabi saw : “Aku sering ditindas oleh kaummu, tetapi yang paling keras adalah penindasan di hari Aqabah, yaitu ketika aku mengajak Ibnu Abi Yalil ibnu Abdi Kulal ke dalam Islam, maka ia tidak peduli kepada ajakanku, sehingga aku pergi dalam keadaan kecewa. Aku tidak sadar sampai ketika aku tiba di Qarnu Tsa’alit. Ketika aku melihat ke atas aku melihat awan telah menaungi aku, dan aku lihat Jibril berseru : “Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan dan jawaban kaum terhadapmu. Kini, Dia mengirim malaikat penjaga gunung kepadamu dan ia akan melaksanakan semua perintahmu.”
Maka malaikat penjaga gunung memberi salam kepadaku dan berkata : “Hai Muhammad, jika engkau menyuruhku menimpakan kedua gunung ini kepada kaummu yang membangkang, pasti aku akan melaksanakannya.”
Sabda beliau saw : “Sesungguhnya aku hanya ingin agar Allah mengeluarkan orang-orang dari keturunan mereka yang menyembah kepada Allah semata, tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu.” (Bukhari, 59, Kitabu Bad-il Khalqi, 7, bab ketika seorang mengucapkan amin dan para malaikat di langit).
Allu`lu` wal marjan 576/1 Al albani berkata : Muttafaq alaih
Lihat di kitab karyanya : Misykatul mashobih ,nomer hadis: 5848
وَقَالَ الصَّالِحِي الشَّامِي فِي كِتَابِهِ (سُبُلُ الْهُدَى وَالرَّشَادِ): (وَرَوَى الطَّبْرَانِي بِرِجَالٍ ثِقَاتٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ جَعْفَرَ...).وَرَمَزَ لَهُ السُّيُوْطِي بِالْحَسَنِ فِي الْجَامِعِ الصَّغِيْرِ.
Assalihi Assyami berkata dalam kitab Subulul huda warrasyad . Hadis kasus Rasulullah di Thaif itu riwayat Thabrani dengan perawi – perawi yang terpercaya dari Abdullah , lalu Imam Suyuthi memberikan tanda hasan dalam kitab Jamius shaghir .
dari jalur Ibnu Ishak yang mudallis , tertuduh syi`ah dan al albani menyatakan lemah di kebanyakan kitabnya .
وَقَالَ ابْنُ كَثِيْرٍ فِي الْحَدِيْثِ الْمُرْسَلِ: (وَهُوَ صَحِيْحٌ)
Ibnu Katsir berkata : Hadis Rasululla di lempari di Thaif itu adalah mursal ( lemah ) dan inilah yang benar .
Abdullah bin Ja`far dari jalur Ibnu Ishak yang mudallis . Para Imam Madzhab empat juga tidak kenal hadis tsb , Juga orang Thaif tidak meriwayatkannya .
Al azhari al asli berkata :
فَالْحَدِيْثُ مُخْتَلَفٌ فِيْهِ عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ مِنْ وَجْهَيْنِ وَاْلوَجْهُ اْلمُرْسَلُ أَصَحُّ فَالْحَدِيْثُ مُرْسَلٌ تَابِعِيٌّ وَهُوَ حُجَّةٌ عِنْدَ كَثِيْرٍ مِنَ اْلعُلَمَاءِ.
وَقَدْ يَدْخُلُ فِي بَابِ تَقْوِيَةِ الْمَرْفُوْعِ خَفِيْفِ الضُّعْفِ بِالْمُرْسَلِ الْقَوِيِّ فَيَصِيْرُ الْحَدِيْثُ صَحِيْحاً.
وَأَضِفْ إِلَى هَذَا شُهْرَةُ الْحَدِيْثِ وَعَدَمُ إِنْكَارِ أَهْلِ اْلعِلْمِ لَهُ إِلاَّ بَعْضُ الْمُعَاصِرِيْنَ.
Hadis Rasulullah di lempari batu di Thaif masih hilaf dari Ibnu Ishak dari dua jalur . Jalur yang mursal yang lebih sahih . Jadi ia adalah mursal tabi`I , dan termasuk hujjah bagi mayoritas ulama . Di samping hadis tsb populer sekali dan ulama dulu tidak ingkar kepadanya kecuali sebagian ulama sekarang .
Karena itu tidak bisa di katagorekan hadis mursal tabi`in yang mendukung hadis lemah yang marfu` . Sebab jalur keduanya dari perawi yang sama . lalu hadis tsb populer dan hampir setiap orang yang mengaji hadis akan tahu bahwa perawi bernama Muhammad bin Ishak adalah mudallis dan ini sudah cukup menunjukkan kelemahannya dan dia juga tidak menyatakanm haddatsana .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar