ISI KITAB MAULID AL-BARZANJI NATSR
Dapat dipahami bahwa tradisi keagamaan pembacaan maulid merupakan salah satu sarana penyebaran Islam di Indonesia. Islam tidak mungkin dapat segera tersebar dan diterima masyarakat luas di Indonesia, jika saja proses penyebarannya tidak melibatkan tradisi-tradisi keagamaan.
Azyumardi Azra sebagaimana dikutip oleh Yunasril Ali mengemukakan bahwa penyebaran agama Islam, yang sejak abad ke-13 M semakin cepat meluas di Nusantara, adalah terutama atas kegiatan kaum sufi, yang mampu menyajikan Islam dalam kemasan yang atraktif, khususnya dengan menekankan kontinuitas kebudayaan masyarakat dalam konteks Islam.[1]
Yang jelas terdapat fakta yang kuat bahwa tradisi pembacaan maulid merupakan salah satu ciri kaum muslimin tradisional di Indonesia dan umumnya dilakukan oleh kalangan penganut sufi. Maka dari segi ini dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa masuknya perayaan maulid berikut pembacaan kitab-kitab maulid bersamaan dengan proses masuknya Islam ke Indonesia yang dibawa oleh pendakwah, yang umumnya merupakan kaum sufi.[2]
Berdasarkan keterangan di atas, pembacaan kitab-kitab maulid dilaksanakan dalam suasana yang dikondisikan secara khusus, terutama pada hari-hari dan momentum yang dipilih. Misalnya sebagai wirid rutin, dipilihlah malam Senin yang dipercaya sebagai malam hari kelahiran Rasulullah, atau malam Jum'at sebagai hari agung umat Islam. Demikian pula, pembacaan dilaksanakan secara terus menerus selama bulan Rabi' al-Awwal sebagai bulan kelahiran Rasulullah, terutama pada tanggal 1 sampai 12 pada bulan tersebut.
Selain itu, kitab maulid dibacakan saat kelahiran bayi, serta segala upacara yang berhubungan dengan siklus kemanusiaan. Kesakralan suasana terbangun oleh alunan pelantun dan pembaca prosa lirik maulid dan kekhusyukan para peserta, yang untuk beberapa daerahsering pula memberikan senggakan berupa lafadz “Allah” setiap satu kalimat selesai dibaca.
Di samping itu, sakralitas pembacaan maulid juga terjadi pada lagu-lagu pujian (shalawat) terhadap Rasulullah yang dinyanyikan berkali-kali. Pada kelompok masyarakat tertentu, sering pula disertai dengan iringan musik serta tarian, yang menambah kekhusyukan peserta. Hal-hal yang mendatangkan kekhusyukan itulah yang sering mendatangkan kerinduan pada peserta, untuk tetap merengkuh pembacaan kitab maulid sebagai bagian tak terpisahkan dari tradisi keagamaannya.
Yang juga tidak kalah menarik adalah fenomena saat srakalan (mahal al-qiyam). Suasana yang terbangun sangat sakral. Pada saat berdiri untuk melantunkan shalawat asyraqal-badru, setelah imam atau orang yang membaca prosa lirik sampai pada cerita kelahiran Nabi, suasananya sangat khusyuk. Hal ini merupakan ekspresi kegembiraan yang luar biasa atas kelahiran Nabi. Walaupun hal ini merupakan sesuatu yang tidak atau sulit diterima pemikiran logis, namun bagi kalangan pengikut pembacaan dipegang secara kuat.
Al-Barzanji, merupakan sebuah karya tulis seni sastra yang memuat kehidupan Nabi Muhammad Saw. Karya sastra ini dibaca dalam berbagai upacara keagamaan di dunia Islam, termasuk di Indonesia, sebagai bagian yang menonjol dalam kehidupan beragama tradisional. Dengan membacanya dapat ditingkatkan iman dan kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw dan diperoleh banyak manfaat.
Kitab ini memuat riwayat kehidupan Nabi Muhammad Saw: silsilah keturunannya serta kehidupannya semasa kanak-kanak, remaja, dan pemuda. hingga ia diangkat menjadi rasul. Al-Barzanjî juga mengisahkan sifat Nabi Saw serta perjuangannya dalam menyiarkan Islam dan menggambarkan kepribadiannya yang agung untuk diteladani oleh umat manusia.[3]
Kitab 'Iqd al-Jawahir (Kalung Permata) yang lebih terkenal dengan sebutan al-Barzanji ditulis oleh Syekh Ja'far al-Barzanjî bin Husin bin Abdul Karim yang lahir (1690) dan meninggal (1766) di Madinah. Nama al-Barzanji dibangsakan kepada nama penulisnya yang juga diambil dari tempat asal keturunannya yakni daerah Barzinj (Kurdistan). Nama tersebut menjadi populer di dunia Islam pada tahun 1920-an ketika Syekh Mahmud al-Barzanjî memimpin pemberontakan nasional Kurdi terhadap Inggris yang pada waktu itu menguasai Irak.
Kitab al-Barzanjî ditulis untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw dan agar umat Islam meneladani kepribadiannya, sebagaimana yang disebutkan dalam al-Quran surah al-Ahzab (33) ayat 21: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”[4]
Di dalam al-Barzanjî dilukiskan riwayat hidup Nabi Muhammad Saw dengan bahasa yang indah dalam bentuk puisi serta prosa (nasr) dan kasidah yang sangat menarik perhatian pembaca/pendengarnya, apalagi yang memahami arti dan maksudnya. Secara garis besar paparan al-Barzanjî dapat diringkas sebagai berikut.
1) Silsilah Nabi Muhammad SAW adalah: Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusay bin Kilab bin Murrah bin Ka'b bin Fihr bin Malik bin Nadar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan.
2) Pada masa kanak-kanaknya banyak kelihatan hal luar biasa pada diri Muhammad Saw, misalnya malaikat membelah dadanya dan mengeluarkan segala kotoran dari dalamnya.
3) Pada masa remajanya, ketika berumur 12 tahun, ia dibawa pamannya berniaga ke Syam (Suriah). Dalam perjalanan pulang. seorang pendeta melihat tanda-tanda kenabian pada dirinya.
4) Pada waktu berumur 25 tahun ia melangsungkan pernikahannya dengan Khadijah binti Khuwailid.
5) Pada saat berumur 40 tahun ia diangkat menjadi rasul. Sejak saat itu ia menyiarkan agama Islam sampai ia berumur 62 tahun dalam dua periode, yakni Mekah dan Madinah, dan meninggal dunia di Madinah sewaktu berumur 62 tahun setelah dakwahnya dianggap sempurna oleh Allah Swt.
Kitab al-Barzanjî dalam bahasa aslinya (Arab) dibaca di mana-mana pada berbagai kesempatan. Antara lain pada peringatan maulid Nabi Saw (hari lahir), upacara pemberian nama bagi seorang anak/bayi, acara khitanan (Khitan), upacara pernikahan, upacara memasuki rumah baru, berbagai upacara syukuran dan ritus peralihan lainnya sebagai sebuah acara ritual yang dianggap dapat meningkatkan iman dan membawa banyak manfaat.
Dalam acara-acara tersebut al-Barzanjî dilagukan dengan bermacam-macam lagu yaitu:
1) lagu Rekby, dibacakan dengan perlahan-lahan;
2) lagu Hejas. dibacakan dengan menaikkan tekanan suara dari lagu Rekby;
3) lagu Ras, dibacakan dengan tekanan suara yang lebih tinggi dari lagu Hejas, dengan irama yang beraneka ragam;
4) lagu Husain, dibacakan dengan tekanan suara yang tenang;
5) lagu Nakwan, dibacakan dengan suara tinggi dengan irama yang sama dengan lagu Ras; dan
6) lagu Masyry, dilagukan dengan suara yang lembut serta dibarengi dengan perasaan yang dalam.[5]
Ada yang membacanya secara berkelompok sampai tujuh kelompok yang bersahut-sahutan, dan ada pula yang tidak dalam kelompok, tetapi membacanya secara bergiliran satu per-satu dari awal sampai akhir.
Kitab al-Barzanjî telah dikomentari oleh ulama Indonesia dalam bahasa Jawa, Indonesia, dan Arab. Mereka antara lain adalah:
1) Syeikh Nawani al-Bantani (1813 -1897), Madarij as-Su'ud ila Iktisa' al-Burud (Jalan Naik untuk Dapat Memakai Kain yang Bagus), komentar dalam bahasa Arab dan telah diterbitkan beberapa kali;
2) Syeikh Abu Ahmad Abdul hamid al-Kandali/Kendal, Sabil al-Munji (Jalan bagi Penyelamat), terjemahan dan komentar dalam bahasa Jawa, diterbitkan oleh Menara Kudus;
3) Syeikh Ahmad Subki Masyhadi, Nur al-Lail ad-Daji wa Miftah Bab al-Yasar (Cahaya di malam gelap dan kunci pintu kemudahan), terjemahan dan komentar dalam bahasa Jawa, diterbitkan oleh Hasan al-Attas, Pekalongan;
4) Syeikh Asrari Ahmad, Munyat al-Martaji al-Tarjamah Maulid al-Barzanjî (Harapan bagi Pengharap dalam Riwayat Hidup Nabi Tulisan al-Barzanjî), terjemahan dan komentar dalam bahasa Jawa, diterbitkan oleh Menara Kudus;
5) Syeikh Mundzir Nadzii, al-Qaul al-Munji 'ala Ma'ani al-Barzanjî (Ucapan yang Menyelamatkan dalam Makna-Makna al-Barzanjî), terjemahan dan komentar bahasa Jawa. diterbitkan oleh Sa'ad bin Nashir bin Nabhan, Surabaya; dan
6) Syeikh M. Mizan Asrani Muhammad, Badr ad-Daji fi Tarjamah Maulid al-Barzanjî (Purnama Gelap Gulita dalam Sejarah Nabi yang Ditulis al-Barzanjî), terjemahan Indonesia diterbitkan oleh Karya Utama, Surabaya.[6]
[1] Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi, (Jakarta: Paramadina,1997), hlm. 182.
[2] Ibid
[3] Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, Juz I, (Jakarta: Ikhtiar Baru van Hoeve, 1997), hlm. 199
[4] Ibid
[5] Ibid, hlm. 200
[6] Ibid.
Assalammualaikum.... yang ingin saya tanyakan Hukum membacakan serakalan saat tujuh hari.
BalasHapusAssalammualaikum.... yang ingin saya tanyakan Hukum membacakan serakalan saat tujuh hari.
BalasHapus