Bacain kisah Maulid Nabi ... kisah kelahiran atau sejarah Nabi ,
bukanlah Bid'ah jika apa yang di ungkapkan At Tabraniy ini benar .
Menurut beliau , sanadnya Hasan .
Apa yang At Tabraniy sampaikan , juga di catat oleh :
1. Alhafidh Ibnu Abdil Bar ... dalam Al Istiy 'ab Juz 3 Hal. 340 .
2. AlImam Al Hafidh Ibnu Hajjar dalam kitab Al Ishobah .
3 Adh Dhahabiy meriwayatkan dari Alhakim .sebagaimana dalam kitab Al Mustadrok Juz 3 Hal. 337.
4. Al Imam Ibnu Katsir dalam As Syirah juz 1 Hal. 195 .
At Tabraniy meriwayatkan bahwa :
suatu hari Sayyidina Abbas ra. berkata : "Wahai Rasululloh. Ijinkan aku memujimu dengan syair."
Rasululloh SAW menjawab :"Ucapkan syairmu, Wahai paman. Semoga allah menjaga mulutmu "
Sayyidina Abbas kemudian mulai bersyair :
MIN QOBLIHA THIB-TA FIDH DHILAL WAFI #
MUSTAUDA'IN KHAY-TSU YUKH SOFUL WAROQU
artinya :
Sebelum wujud bumi , cahaya Ruh mu [ wahai Rasulullah ] begitu baik bersemayam bersama Adam di Surga .
dan disemayamkan pula saat daun-daun khuldi dipetik oleh Adam .
[ saya menerjemahkan sebatas kemampuan saya , tetapi tanpa mengurangi pokok-pokok makna katanya ]
Sayyidina Abbas memulai syairnya dengan menyebut eksistensi 'kewujudan'
Rasulullah SAW sudah di mulai saat beliau masih dalam bentuk Nur .
Tampaknya Sayyidina Abbas termasuk yang meyakini keberadaan Nur Muhammad
ini . Sehingga beliau memakai kata :
Min Qabliha ... Ay min qablil Ardhi .
Kemudian beliau mengingatkan hakekat perbuatan Adam-Hawa yang memetik
daun Syajarah itu , sebagaimana firman Alloh : yakhshifaa-ni min
waroqil jannah adalah sebuah Taqdir Tuhan yang dijadiaknkan sebab
kelahiran Nabi SAW ke alam dunia .
Tanpa Adam memetik syarah ,
Adam tak akan di turunkan ke muka Dunia . Tanpa hidup di Dunia , maka
tak akan lahir kemudian Nabi Muhammad SAW. Jadi ' petikan dedaunan '
inilah justru moment terpenting dari ke-maulidan Nabi SAW itu sendiri .
Selanjutnya Sayyidina Abbas merajut 'perjalanan' Nabi SAW dalam
benih-benih para Nabi dan orang-orang terpilih . Beliau melanjutkan
syairnya :
TSUMMA HABATH-TAL BILAA DA LA BASYARUN AN- #
TA WALA MUDH-GHOTUN WALA 'ALAQU
Artinya :
kemudian engkau diturunkan bersana Adam ke bumi sedangkan engkau
belumlah menjadi seorang anak manusia , bulum pula sebuah gumpalan darah
ataupun gumpalan daging pula .
BAL NUTH FATHUN TARKABUS SAFI-NU WAQOD #
ALJAMA NASRU WA AHLUHUL GHOROQU
Artinya :
Tetapi engkau adalah nuth-fah , air mani , yang ikut dalam perahu Nabi Nuh
yang ia kendalikan biduk perahunya sementara anaknya tenggelam binasa
TANAQQOLU MIN SHULBIN ILA RAKHIMIN # IDHA MADHO ALAMUN BADA THOBAQU
Artinya :
yang beralih dari satu sulbi ke sulbi lain dan dari rahim ke rahim yang lain
jika terlewat alam maka akan jelaslah runtutan-runtutan nya.
WAWAROD TA NAROL KHOLILI MUSTATIRON #
FI SULBIHI ANTA , KAYFA YAHTARIQU ?
Artinya :
Dan engkau sampai juga saat api menjilat Alkholil Ibrahim
engkau tersembunyi dalam sulbinya,
bagaimana mungkin api dapat membakarnya ?
Sampai kemudian beberapa bait di belakangnya , Sayyidina Abbas
mengungkapkan detik kelahiran Nabi di alam dunia . Beliau katakan di
bait tersebut :
WA ANTA LAMMA WULID-TA ASY ROQOTIL ARD #
DHU WA ADHO-AT BINU-RIKAL UFUQU
Artinya :
Dan engkau Saat engkau dilahirkan ,berpijarlah seluruh muka bumi
dan dengan Nur mu terang benderanglah cakrawalanya karenanya.
Dengan kenyataan ini dapat di simpulkan bahwa Syair Abbas ra. tersebut adalah :
" Rangkaian Kisah Maulid Baginda Nabi yang di bacakan di hadapan Nabi sendiri ."
Dan kami yakin hal semacam ini bukanlah bid'ah . Entah kalau menurut anda .
Wallahu a'lam
Senin, 26 Januari 2015
Minggu, 25 Januari 2015
Islamnya keluarga Abu bakar
Abu Bakar imannya bila ditimbang lebih berat dengan manusia manapun.
Sebaik-baik manusia setelah Nabi dan Rasul adalah Abu Bakar.
Posturnya tinggi, kurus, putih, pipinya tirus, kemong ceunah Abi, matanya cekung, berdirinya agak menekuk, kata Abi bongkok meongin.
AbuBakar dengan Rasulullah usianya lebih muda dua tahun. Sejak kecil mereka bersahabat.
Saat Rasulullah wafat, semua sahabat menangis sesunggukan, hanya Abu Bakar yang kuat, teguh hatinya. Ia membuka kafan Rasulullah, kecup keningnya dan mengatakan "Kau selalu memiliki wajah yang baik". Abu Bakar sedih sekali, tapi kuat menahan imannya.
Orang yang paling bersedih saat Rasulullah wafat adalah Abu Bakar, karena sejak kecil sudah bersama. Tapi keimanannya membuatnya teguh untuk tidak bersedih berlebihan. Kota Madinah diamankan Abu Bakar dalam suasana kesedihan setelah wafatnya Rasul SAW.
Seumur hidupnya Abu Bakar tidak pernah sekalipun menyembah berhala, walaupun awalnya Bapaknya Abu Kuhafah pernah. Ia mengatakan kepada bapaknya bahwa berhala itu tidak bisa bereaksi saat dipanggilnya, maka kita tidak bisa mengharapkan apa-apa dari mereka.
Zaid Ibn Amr Ibn Nofail:
adalah orang yang mencari tahu bagaimana beribadah kepada Allah Yang Esa dan Maha Pencipta.
Ia beribadah dengan cara berkata kepada Allah sambil mengangkat tangannya bahwa ia bersaksi bahwa Allah tuhannya, tapi ia tidak tahu cara ibadahnya, lalu bersujud sambil memuji Allah. Ia meminta Allah membuktikan bila ia mendengar doanya dengan menjadikan salah satu dari keturunannya bisa menjadi sahabat Nabi akhir jaman. Amalannya diterima Allah dan ia menjadi ahlul jannah. Keturunannya adalah Zaid bin Tsabit.
Orang orang yang berhaji saat itu membaca talbiyah. Labbaik allahumma labbaik...
Laa syariikalaak.. Khusus di jaman ini, ada tambahannya: tidak pantas untuk diduakan, kecuali ada beberapa makhluk, beberapa tempat yang berkuasa sama sepertimu.
Zaid bin Amr bin Nofail berteriak-teriak agar jangan dilanjutkan, itu perkataan syrik. Orang-orang mengatakannya gila, kurang wajar. Tunggu saja nanti, akan datang nabi akhir zaman.
Abu Bakar mendengar hal itu. Ditanyakan, "Paman, benarkah itu?" Iya, kan di Injil sudah dikatakan begitu, kata Zaid. Saat itu Abu Bakar berdoa, ya Allah, aku merindukan adanya Nabi akhir zaman, izinkan aku dekat dan berteman dengannya.
Hidup nikmat bila ada tempat bertanya, maka kita pun bisa berdoa agar diberikan kedekatan dengan Ulama, Kyai, orang-orang shaleh yang banyak ilmunya.
Abu Bakar berdagang ke Syam (Syria). Rasulullah sudah menjadi nabi. Abu Bakar bermimpi melihat bulan purnama di atas Ka'bah, lalu pecah menyinari rumah-rumah di Mekkah, lalu bulan itu membulat lagi ke atas Ka'bah lalu duduk di pangkuannya.
Rahib yang bertemu dengannya mengatakan, dari mimpi itu, memang pasti akan datang Nabi akhir zaman, dalam bulan ini. Bulan akan ada di pangkuanmu, artinya tidak mustahil tidak saja beliau menjadi sahabatmu, bahkan beliau akan tidur di pangkuanmu.
Saat itu di Mekkah sudah ribut soal Muhammad menjadi Nabi, Abu Bakar mengetuk pintu Rasulullah dengan berkata ini sahabatmu.. Apakah kabar itu benar, tanyanya.
Rasulullah bilang iya itu benar, dan Abu Bakar langsung mengucap syahadat sambil memeluknya.
Allah ridho bahwa Abu Bakar menjadi sahabat Rasulullah dengan gelar Ash Shiddiq, selalu membenarkan apa yang Rasulullah katakan dan lakukan, tanpa ragu.
Mimpi Nabi haq, mimpi orang shaleh seperti Abu Bakar haq. Rasulullah di Gua Hiro ngantuk dan tertidur di pangkuannya, sama seperti mimpinya. Ia digigit ular, kakinya sakit sampai gemetar ditahan agar Rasulullah tidak bangun, sampai ia meneteskan air mata saking sakitnya. Pipi Rasulullah kena tetesan air mata sampai terbangun. Semua kebaikan sahabat bisa Nabi balas kecuali Abu Bakar, hanya Allah yang sanggup membalas kebaikan beliau semasa hidup bersama Rasulullah. Allah berjanji memberikan jannah kepada Abu Bakar. Allah memperlihatkan sorga kepada Abu Bakar, maka sembuhlah sakitnya.
Keluarga Abu Bakar semuanya Islam. Itulah kemuliaan dari Allah untuk keluarga mereka.
Rasulullah Saw Ke Thaif
1. Kisah Wafatnya Abu Thalib dan Khadijah Serta Jasa Mereka
Setelah umat Islam, keluarga Bani Hasyim dan keluarga Bani Abdul Muthalib bebas dari pemboikotan dan pengasingan, maka kesengsaraan, kemiskinan dan kelaparan melanda mereka.
Selang beberapa bulan berikutnya, dua orang pelindung Nabi, Khadijah binti Khuwalid dan Abu Thalib bin Abdul Muthalib mendahului beliau ke alam baka.
Khadijah istri Nabi Muhammad Saw, meninggal dalam usia 65 tahun, pada tahun kesepuluh kenabian dan telah mengarungi bahtera rumah tangga bersama Nabi selama dua puluh lima tahun. Dari pernikahannya, Allah mengaruniakan enam orang anak yang terdiri dari dua orang laki-laki yaitu, Abdullah dan Qasim serta empat orang puteri, yaitu Ruqayah, Zaenab, Ummu Kulsum dan Fatimah, dimakamkan di Ma’la di kota Makkah.
Khadijah istri yang setia, orang yang mula pertama mengikuti ajaran Rasulullah, telah menyokong perjuangan dan dakwah Islamiyah dengan segala jiwa, raga dan harta, dan selalu memberikan kesejahteraan serta ketentraman pada diri Nabi Muhammad Saw dalam rumah tangga dan dakwah Islamiyah. Kepergian beliau membuat hati Nabi berduka cita, maka sepeninggal beliau, Nabi selalu mengunjungi keluarga dan kerabat beliau untuk bersilaturahmi dan mengenang jasa Khadijah.
Selang beberapa hari, Abu Thalib paman Nabi, wafat dalam usia 80 tahun. Beliau telah mengasuh Nabi sejak umur delapan tahun. Segala kasih sayang telah dicurahkan, beliau telah menikahkannya dengan Khadijah binti Khuwailid, bahkan setelah menjadi rasul, beliaulah sebagai pelindungnya.
Ketika Abu Lahab menyuruh menangkap Nabi Muhammad Saw pada pertemuan keluarga besar Quraisy, Abu Thalib tampil sebagai pembela. Begitu pula tatkala perutusan Kafir Quraisy mendatangi Nabi, Abu Thalib yang selalu menghadapi mereka.
Abu Thalib seorang tokoh Quraisy yang disegani, kewibawaan beliau menjadi pelindung Rasulullah, namun beliau tak sempat mengucapkan dua kalimat syahadat, sehingga beliau meninggal dalam keadaan Kafir.
Wafatnya kedua pelindung Nabi, menjadikan hati beliau sangat duka cita, sehingga tahun kesepuluh kenabian dinamakan “Amul Huzni” artinya tahun kesedihan.
2. Tekanan Kaum Kafir Quraisy
Sepeninggal Khadijah dan Abu Thalib, sebagai pelindung dan penasihat Nabi Muhammad Saw, kafir Quraisy semakin berkuasa mengancam dan menganiaya Nabi, agar beliau menghentikan dakwahnya.
Abu Lahab, Hakim bin Ash dan Utbah bin Muit adalah tetangga dekat Nabi Muhammad Saw. Mereka selalu melempari kotoran dan najis ke halaman rumah Nabi dan juga jalan yang menuju rumah beliau. Ketika Nabi keluar rumah, dengan segera mereka melempari kotoran dan najis, bahkan ketika Nabi menunaikan sholat.
Istri Abu Lahab selalu meletakkan duri atau pecahan-pecahan di muka pintu Nabi, sehingga dapat melukai dan mengganggu beliau keluar rumah.
Pernah ketika Nabi sedang memberi pelajaran kepada sahabat-sahabat tentang Agama Islam di masjid, kaum kafir Quraisy jadi marah. Nabi dan sahabat-sahabat beliau mereka pukul.
PERJALANAN HIJRAH KE THAIF
Sesudah Abu Thalib dan Khadijah meninggal dunia, Nabi melihat bahwa penganiayaan kaum kafir Quraisy terhadap beliau daqn sahabat-sahabatnya makin menjadi-jadi, di luar perikemanusiaan dan sopan santun. Beliau yakin bahwa kota Makkah tidak sesuai lagi untuk dijadikan pusat dakwah.
Karena itu, dibuatlah rencana akan menjalankan seruan agama Islam keluar kota makkah, dengan harapan akan dapat menemukan tempat lain yang sesuai untuk dijadikan pusat dakwah. Nabi mulai mengunjungi beberapa negeri sambil memperkenalkan diri pokok-pokok agama Islam kepada penduduk.
Akan tetapi, Nabi senantiasa juga menemui kesengsaraan dan kesulitan-kesulitan. Sering kali beliau mendengar penduduk negeri-negeri itu mengejek : “Sekiranya kata-kata yang diserukan itu baik, tentu keluarga dan kaum kerabatnyalah yang menerima lebih dahulu”.
Akhirnya sampailah Nabi bersama Zaid bin Tsabit di negeri Thaif. Negeri Thaif terkenal berhawa sejuk dan keramahan penduduknya terhadap tamu yang datang.
Di Thaif Nabi menyeru orang-orang terkemuka di kota itu agar menyembah kepada Allah SWT. Penduduk Thaif menolak sambil mengusir kedatangan Nabi. Mereka mencaci maki, mempersorakkan dan melempari Nabi dengan batu, Nabi menderita luka-luka.
Untuk membersihkan darah luka yang mengalir, Nabi berteduh di kebun anggur, kemudian malaikat Jibril datang dan menjumpainya memohon agar beliau mengijinkan untuk menghimpit penduduk negeri Thaif dengan dua buah gunung. Nabi menolak dan berdo’a: Allahummah diqaumi fainnahum la ya’lamun. Artinya: “Ya, Allah berikanlah petunjuk kepada kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui”.
Dari kejauhan, Addas tukang kebun datang membawakan setangkai anggur untuk duberikan kepada Nabi dan tuannya. Ketika Nabi memakan, beliau membaca Bismillah. Mendengar bacaan itu Addas terheran karena apa yang diucapkan Nabi sama dengan apa yang ia baca dan dia belum pernah mendengar penduduk negeri itu membacanya.
Nabi bertanya tentang tanah asal usul dan Agama Addas. Ia menjawab “Tanah asalnya ialah tempat kelahiran Nabi Yunus dan agamanya Nasrani”. Nabi membacakan kisah Nabi Yunus yang tertera dalam Al-Qur’an, terharu Addas mendengarnya, lalu ia menyatakan dirinya sebagai pengikut Nabi Muhammad Saw
Rasulullah pergi ke Thaif lalu di lempari batu sampai berdarah kepalanya
عَنْ عَائِشَةَ، زَوْجِ النَبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَنَّهَا قَالَتْ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : هَلْ أَتَى عَلَيْكَ يَوْمٌ كَانَ أَشَدَّ مِنْ يَوْمِ أُحُدٍ قَالَ: لَقَدْ لَقِيتُ مِنْ قَوْمِكِ مَا لَقِيتُ، وَكَانَ أَشَدُّ مَا لَقِيتُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْعَقَبَةِ، إِذْ عَرَضْتُ نَفْسِي عَلَى ابْنِ عَبْدِ يَالِيلَ بْنِ عَبْدِ كُلاَلٍ فَلَمْ يُجِبْنِي إِلَى مَا أَرَدْتُ فَانْطَلَقْتُ وَأَنَا مَهْمُومٌ عَلَى وَجْهِي، فَلَمْ أَسْتَفِقْ إِلاَّ وَأَنَا بِقَرْنِ الثَّعَالِبِ، فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا أَنَا بِسَحَابَةٍ قَدْ أَظَلَّتْنِي، فَنَظَرْتُ فَإِذَا فِيهَا جِبْرِيلُ، فَنَادَانِي فَقَالَ: إِنَّ اللهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمِكَ لَكَ وَمَا رَدُّوا عَلَيْكَ، وَقَدْ بَعَثَ إِلَيْكَ مَلَكَ الْجِبَالِ لِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فِيهِمْ فَنَادَانِي مَلَكُ الْجِبَالِ فَسَلَّمَ عَلَيَّ، ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ فَقَالَ ذَلِكَ فِيمَا شِئْتَ إِنْ أُطَبِّقَ عَلَيْهِمُ الأَخْشَبَيْنِ؛ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللهُ مِنْ أَصْلاَبِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللهَ وَحْدَهُ، لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
Aisyah ra menuturkan bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi saw : “Menurutmu, penindasan kaummu yang bagaimanakah yang lebih keras dari perang Uhud?”
Sabda Nabi saw : “Aku sering ditindas oleh kaummu, tetapi yang paling keras adalah penindasan di hari Aqabah, yaitu ketika aku mengajak Ibnu Abi Yalil ibnu Abdi Kulal ke dalam Islam, maka ia tidak peduli kepada ajakanku, sehingga aku pergi dalam keadaan kecewa. Aku tidak sadar sampai ketika aku tiba di Qarnu Tsa’alit. Ketika aku melihat ke atas aku melihat awan telah menaungi aku, dan aku lihat Jibril berseru : “Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan dan jawaban kaum terhadapmu. Kini, Dia mengirim malaikat penjaga gunung kepadamu dan ia akan melaksanakan semua perintahmu.”
Maka malaikat penjaga gunung memberi salam kepadaku dan berkata : “Hai Muhammad, jika engkau menyuruhku menimpakan kedua gunung ini kepada kaummu yang membangkang, pasti aku akan melaksanakannya.”
Sabda beliau saw : “Sesungguhnya aku hanya ingin agar Allah mengeluarkan orang-orang dari keturunan mereka yang menyembah kepada Allah semata, tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu.” (Bukhari, 59, Kitabu Bad-il Khalqi, 7, bab ketika seorang mengucapkan amin dan para malaikat di langit).
Allu`lu` wal marjan 576/1 Al albani berkata : Muttafaq alaih
Lihat di kitab karyanya : Misykatul mashobih ,nomer hadis: 5848
وَقَالَ الصَّالِحِي الشَّامِي فِي كِتَابِهِ (سُبُلُ الْهُدَى وَالرَّشَادِ): (وَرَوَى الطَّبْرَانِي بِرِجَالٍ ثِقَاتٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ جَعْفَرَ...).وَرَمَزَ لَهُ السُّيُوْطِي بِالْحَسَنِ فِي الْجَامِعِ الصَّغِيْرِ.
Assalihi Assyami berkata dalam kitab Subulul huda warrasyad . Hadis kasus Rasulullah di Thaif itu riwayat Thabrani dengan perawi – perawi yang terpercaya dari Abdullah , lalu Imam Suyuthi memberikan tanda hasan dalam kitab Jamius shaghir .
dari jalur Ibnu Ishak yang mudallis , tertuduh syi`ah dan al albani menyatakan lemah di kebanyakan kitabnya .
وَقَالَ ابْنُ كَثِيْرٍ فِي الْحَدِيْثِ الْمُرْسَلِ: (وَهُوَ صَحِيْحٌ)
Ibnu Katsir berkata : Hadis Rasululla di lempari di Thaif itu adalah mursal ( lemah ) dan inilah yang benar .
Abdullah bin Ja`far dari jalur Ibnu Ishak yang mudallis . Para Imam Madzhab empat juga tidak kenal hadis tsb , Juga orang Thaif tidak meriwayatkannya .
Al azhari al asli berkata :
فَالْحَدِيْثُ مُخْتَلَفٌ فِيْهِ عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ مِنْ وَجْهَيْنِ وَاْلوَجْهُ اْلمُرْسَلُ أَصَحُّ فَالْحَدِيْثُ مُرْسَلٌ تَابِعِيٌّ وَهُوَ حُجَّةٌ عِنْدَ كَثِيْرٍ مِنَ اْلعُلَمَاءِ.
وَقَدْ يَدْخُلُ فِي بَابِ تَقْوِيَةِ الْمَرْفُوْعِ خَفِيْفِ الضُّعْفِ بِالْمُرْسَلِ الْقَوِيِّ فَيَصِيْرُ الْحَدِيْثُ صَحِيْحاً.
وَأَضِفْ إِلَى هَذَا شُهْرَةُ الْحَدِيْثِ وَعَدَمُ إِنْكَارِ أَهْلِ اْلعِلْمِ لَهُ إِلاَّ بَعْضُ الْمُعَاصِرِيْنَ.
Hadis Rasulullah di lempari batu di Thaif masih hilaf dari Ibnu Ishak dari dua jalur . Jalur yang mursal yang lebih sahih . Jadi ia adalah mursal tabi`I , dan termasuk hujjah bagi mayoritas ulama . Di samping hadis tsb populer sekali dan ulama dulu tidak ingkar kepadanya kecuali sebagian ulama sekarang .
Karena itu tidak bisa di katagorekan hadis mursal tabi`in yang mendukung hadis lemah yang marfu` . Sebab jalur keduanya dari perawi yang sama . lalu hadis tsb populer dan hampir setiap orang yang mengaji hadis akan tahu bahwa perawi bernama Muhammad bin Ishak adalah mudallis dan ini sudah cukup menunjukkan kelemahannya dan dia juga tidak menyatakanm haddatsana .
Fatimah Zahra putri Nabi dalam kesedihan
Tepat tanggal 20 jumadil tsani,di hari jumat yang suci dua tahun
setelah bitsah RASULLULOH SAW sayyidah Khodijah melahir kan seorang
putri yang telah di persiapa kan untuk mengemban tugas yang ter amat
berat.sosok yang kelahiran sampai akhir hayat nya kela di penuhi
dengan berbagai derita dan cobaan yang akan menimpa nya .
dengan di dampingi dengan empat wanita suci assayyidah Khodijah melahirkan bayi suci yang nama nya telah di persiapkan oleh pencipta nya sebelum kelahiran tiba FATIMAH adalah nama yang di hadiah kan tuhan untuk putri nabi
pada usia yang masih sangat belia FATIMAH AZ ZAHRRA harus ber pisah dengan ibunda nya yang tercinta. KHODIJAH wanita suci yang selalu mendampingi nabi dalam suka dan duka telah di panggil sang pencipta untuk selama lamanya. nabi bersedih atas kepergian istri yang teramat di cintai nya begitu pula FATIMAH turut dalam kesedihan yang ter amat sangat.sepeninggal KHODIJAH as perhatian FATIMAH kepada ayah nya semakin bertambah peran ibunda nya sekejap ia letakan atas pundak nya . FATIMAH berupaya menghibur ayah nya atas kepergian sang istri tercinta .
ketika nabi di Thaif, sekelompok anak kecil dan juga orang dewasa ber lomba menipuki nabi dengan batu dan kotoran unta , FATIMAH yang masih sangat belia tampil dengan perangi seorang ibu yang cemas dengan putra nya .di bersih kan kotoran dan darah yang ber ada pada wajah ayah nya .air mata nabi tak mampu beliau sembunyikan ketika melihat putri tercinta nya seorang anak yang sepatut nya sedang asik ber main dengan se usia nya sekarang justru ada di pangkuan ayah nya menghalangi siapa pun yang akan melukai rasul nya . FATIMAH pun menangis melihat ke adaan ayah nya dengan suara bergetar penuh keharuan nabi menyeka tiap butiran air mata yangbmengalir di pipi putri nya sambil berkata:” habibati FATIMAH la tabki” belahaan jiwaku fatimah jangan lah menagis begitulah ucapan nabi ketika tangan sucinya menyeka darah yang mengalir di keningnya .ummu abiha ibu dari ayah nya gelar yang rasulluloh peruntukan kepada putri nya satu satu nya gelar yang belum pernah ada dalam sejarah kecuali untuk FATIMAH AZZAHRA.as
duka dan kesedihan selalu mengiringi kehidupan kluarga nabi , akan tetapi FATIMAH senantiasa menyembunyikan kedukaan nya selama sang ayah berada di samping nya kecintaan Assiyyadah FATIMAH begitu tinggi terhadap ayah nya dan begitu pula RASULLULOH terhadap putri nya sehingga beliau bersabda ” fatimah adalah belahan jiwa ku” siapa pun mencintai FATIMAH berarti dia mencintai ku.
saat yang membahagiakan pun tiba , FATIMAH di nikah kan dengan putra paman nya , seorang yang tak pernah meninggal kan nabi dalam perang apa pun, putra abu tholib yang kelahiran nya di baitulloh dengan segala keajaiban nya ,dialah ALI BIN ABU THOLIB yang tanpa keberadaan nya tak akan mungkin ada manusia yang layak meminang FATIMAH dan menikah denganya , pernikahaan yang di rayakan tidak hanya oleh penduduk bumi para malaikat dan bidadari di langit pun sibuk menyambut nya , jibril as menyampaikan pesan tuhan kepada rasull ketika merayakan pernikahan di batul fatimah dengan al wusul ALli bin abu tholib yang ber bunyi al hamdu adalah selendang ku , ke agungan adalah kebesaran ku ,segala mahluk adalah hamba ku aku menikah kan fatimah hamba ku dengan Ali pilihan ku saksikan wahai para malaikat ku…”sementara di bumi rasulluloh bersabda sungguh aku manusia seperti kalian menikah di tengah kalian dan menikah kan , kecuali FATIMAH putri ku yang pernikahaan nya turun dari langit . ketika rasulluloh menyuruh para wanita keluar dari kamar putri nya pada saat malam pernikahaan Asma bin tu umais salah seorang yang berkhidmat kepada kluarga nabi tetap tak melangkah kaki nya , hingga rasul pun bertanya kepada Asma ,” bukan kah aku telah menyuruh mu untuk meninggal kan kamar putri ku ini wahai Asma ? ia menjawab , ” betul wahai rasulsemoga ayah dan ibu menjadi tebusan mu saya tak bermaksud untuk melanggar perintah mu akan tetapi wasiat KHODIJAH lah yang menyuruh ku untuk mendampingi putri mu di saat seperti ini,karena setiap wanita pasti akan mengharap kan ke hadiran ibundanya untuk ber ada di samping nya ketika hendak menikah, ” Rasul pun bersedih bersama putri nya ketika Asma bercerita tentang KHADIJAH as.
madinah 28 shopar tahun ke 11 h adalah tahun yang paling menyedih kan bagi kluarga nabi terutama fatimah lembaran kedukaan yang teramat sangat mulai tampak di rumah ar- rasul . wajah nabi tampak pucat karena racun telah menyebar keskujur tubuh suci nya.semua orang menatap sedih melihat kondisi nabi nya satu persatu kluarga beliau di panggil nya di mulai al hasan sampai az zahra yang terus menerus menagis dalam pelukan ayah nya.nabi memeluk erat putri nya seakan beliau tak ingin melepaskanya begitu pula fathimah . hingga rasulluloh membisikan pesan terakhir nya barulah fatimah tersenyum keluh , senyum pertanda ia adalah orang pertama yang akan menyusul ayah nya.
Fidhoh seorang kepercayaan az-zahra bercerita tatkala rasulluloh saw meninggal dunia berduka lah yang kecil dan yang besar dan bertambah banyak lah tangisan duka pun menjadi besar atas kerabat sahabat,kekasih dan orang orang kesayangan juga orang asing yang tak memiliki nasab dengan beliau ,yang terlihat hanyalah orang yang menangis baik laki laki maupun perempuan begitu banyak orang yang menangis dan berduka tetapi kesedihan penghuni bumi tiada sebanding dan melibihi duka sayyidah fathimah as setiap hari kesedihan nya bertambah begitu pula tangisan nya bertambah keras lalu ia ber berdiam diri selama tujuh hari .ketika fatihimah mengais setiap tangisan nya lebih besar dari sebelum nya pada hari kedelapan ia menampakan kesusahan yang di pendam nya saat itu Azzahra berteriak histeris sambil menangis lalu memanggil manggil ayah nya ” wa abatah … wa muhammad . wahai ayah wahai muhammad . duhai tempat berlindungnya para janda dan anak yatim, siapa lagi milik putri ,mu yang sangat mencintai dan kehilangan mu ini.”
dan beliau pun sering tak sadar kan diri ketika bilal mengumandangkan adzan , saat terdengar ayah nya di sebut “asyhadu anna Muhammadar Rasulluloh” kembali fathimah menangis seraya berkata ” ismuka ala manaiir wa rosmuka fil maqobir(nama mu mengiasi menara menara mesjid , sementara jasad mu terbujur di dalam kubur)” ali ber lari memeluk istri tercinta nya dan memberikan baju nabi yang di pinta nya lalu fhatimah mencium baju nabi sampai terjatuh ke tanah ,sambil berlilang air mata Azzahra menuju pusara ayah nya . ketika berada di kubur ayah nya fathimah mengambil segeng gam tanah dari makam ayah handa nya beliau cium tanah suci nabi sambil ber kata ” madza ala man syamma turbata ahmadin ala yasyummu madza zamani ghowaliya syubat alayya masho ibun laulanaha syubbat alal ayymi sirna layaliya (… kalau saja penderitaan ku di timpakan pada siang , maka ia akan, menjadi malam)
tak ada lagi senyuman yang terpancar dari fhatimah setelah kepergian nabi , hari demi hari penderitaan datang silih berganti, seakan ujian enggan menjauhinya . para sahabat pun memiliki andil besar dalam menambah kesedihan untuk putri kesayangan nabi ini . setelah mereka mengambil hak suami nya Ali dan tanah fadaq pun di rampas nya sebagai milik negara oleh penguasa . tidak berhenti sampai disitu penderitaan Fhatimah putri nabi semakin menjadi ketika sekumpulan manusia lap[ar kekuasaan mengepung rumah nya . rumah tempat turun nya risalah, rumah yang dinding nya adalah nubuah dan atap nya adalah arsynya ALLAH . sekarang sedang di kelilingi oleh orang yang mengaku tonggak nya agama dan kebenaran, teriakan bengis yang patut mereka lontar kan sampai amcaman pembakaran .pintu rumah pertemuan antara nubuah dan imamah di dobrak paksa , pintu yang di balik nya terdapat wanita tanpa daya . di balik pintu itu ada Fhatimah . mereka terus memaksa masuk pememandangan apakah yang terjadi setelahnya , Az -zahra jatuh terhuyung ke tanah rumah nya , lalu mereka api sulut dan lemparkan. Fhatimah terluka , tulang rusuk dan lengan nya pun patah , putra beliau (muhsin)syahid karena keguguran.lengkaplah kesedihan putri nabi dengan apa yang di terima nya dari orang yang mengaku para sahabat pembela ayah nya. hal ini kita akan mengingat kan kita akan syair yang layak melekat pada mereka “lau ahabbu abaaki haqqon aha bbuki (kalau lah benar mereka mencintai ayah mu, pasti mereka akan mencintai mu).”
hari demi hari di laluinya dengan penderitaan yang tak kunjung berakhir badan putri nabi ini semakin teriris pedih dan tubuh nya pun semakin tak berdaya .ketika kekuatan fisiknya semakin melemah di karenakan sakit yang di derita nya .Azzahra berupaya memandikan putra nya al hasan dan al husain, menggantikan pakain mereka kepada sepupunya , walaupun demikin ia berupaya menyembunyikan rasa sakit nya di hadapan kedua anak nya
Wafatnya Khadijah Al-Kubra r.a.
Duka Rasullulah belumlah habis setelah kepergian paman tercinta Abu
Thalib yang senantiasa melindunginya, duka berikutnya disusul oleh
kepergian istri tercinta menghadap Illahi. Wafatnya Khadijah Al-Kubra
radhiyallahu ' anha yang selalu mendampingi beliau dalam suka dan duka.
Khadijah radhiyallahu ‘anha, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hisyam, adalah menteri kebenaran untuk Islam. Pada saat-saat Rasullullah Shallalahu Alaihi wa Sallam menghadapi masalah-masalah berat, beliaulah yang selalu menghibur dan membesarkan hatinya. Sebagaimana halnya Abu Thalib, dia telah memberikan dukungan kepada Rasullulah Shallalahu Alaihi wa Sallam dalam mengadapi kaumnya.
Kira-kira dua atau tiga bulan setelah Abu thalib meninggal dunia, Ummul-Mukminin Khadijah Al-Kubra meninggal dunia pula, tepatnya pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh dari nubuwah, wafat pada usia enam puluh lima tahun, usia nabi saati itu lima puluh tahun.
Khadijah termasuk salah satu nikmat yang dianugerahkan Allah kepada Rasulullah Shallalahu Alaihi wa Sallam. Dia mendampingi beliau selama seperempat abad, menyayangi beliau dikala resah, melindungi selama seperempat abad, menyayangi beliau di kala resah, melindungi beliau pada saat-saat kritis, menolong beliau menyebarkan risalah, mendampingi beliau dalam menjalankan jihad yang berat, rela menyerahkan diri dan hartanya kepada beliau. Rasullulah bersabda tentang dirinya, “Dia beriman kepadaku saat semua orang mengingkariku, membenarkan aku selagi semua orang mendustakanku, menyerahkan hartanya kepadaku selagi semua orang tidak mau memberikannya.” Diriwayatkan Ahmad didalam Musnadnya.
Didalam Shahih Al-Bukhary, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dia berkata: “Jibril mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, seraya berkata. “Wahai Rasulullah, inilah Khadijah yang datang sambil membawa bejana yang di dalamnya ada lauk atau makanan atau minuman. Jika dia datang, sampaikan salam kepadanya dari Rabb-nya, dan sampaikan kabar kepadanya tentang sebuah rumah di surga, yang didalamnya tidak ada suara hiruik pikuk dan keletihan.”
DUKA YANG BERTUMPUK-TUMPUK
Dua peristiwa ini terjadi dalam jangka waktu yang tidak terpaut lama, sehingga menorehkan perasaan duka dan lara di hati Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Belum lagi cobaan yang dilancarkan kaumnya, karena dengan kematian keduanya mereka semakin berani menyakiti dan mengganggu beliau. Mendung menjadi bertumpuk-tumpuk. Sehingga beliau hampir putus asa menghadapi mereka. Untuk itu beliau pergi ke Tha’if, dengan setitik harapan mereka berkenan menerima dakwah atau minimal mau melindungi dan mengulurkan pertolongan dalam menghadapi kaum beliau. Sebab beliau tidak lagi melihat seseorang yang bisa memberi perlindungan dan pertolongan. Tetapi mereka menyakiti beliau secara kejam, yang justru tidak pernah beliau alami sebelum itu dari kaumnya.
Apa yang beliau alami di Makkah juga dialami para sahabat hingga sahabat karib beliau, Abu Bakar Ash-Shiddiq berniat hijrah dari Makkah. Maka dia pergi hingga tiba di Barkil-Ghamad. Tempat yang ditujunya adalah Habasyah. Namun akhirnya dia kembali lagi setelah mendapat jaminan perlindungan Ibnud-Dughunnah.
Menurut Ibnu Ishaq, setelah Abu Thalib meninggal dunia, orang orang Quraisy semakin bersemangat untuk menyakiti Rasullullah daripada saat dia masih hidup. Menurut Ibnu Hisyam, “sampai orang awam Quraisy pun berani melemparkan kotoran keatas kepala beliau sehingga beliau pulang kerumah dengan berlumuran tanah dan debu-debu memenuhi kepala. Lalu salah seorang putri beliau bangkit untuk membersihkan kepalanya sambil menangis. Beliau bersabda kepadanya, “Janganlah engkau menangis, wahai anakku. Sesungguhnya Allah akan menolong bapakmu.”
Karena penderitaan yang bertumpuk-tumpuk pada tahun itu, maka beliau menyebutnya sebagai “Amul-huzni” (tahun duka cita), sehingga julukan inipun terkenal dalam sejarah.
BEBERAPA ‘IBRAH
Perhatikanlah apa yang sebenarnya hikmah dan rahasia Allah dalam mempercepat kematian Khadijah r.a.? Padahal Rasulullah saw masih sangat memerlukan orang yang selalu menghibur dan membesarkan hatinya, atau meringankan beban-beban penderitaannya ?
Sudah menjadi ketentuan Ilahi bahwa Rasulullah saw harus kehilangan orang yang secara lahiriah melindungi dan mendampinginya. Abu Thalib dan Khadijah. Ini antara lain untuk menampakkan dua hakekat penting.
Betapapun penghinaan dan penyiksaan yang dilancarkan manusia kepada mereka, tak akan pernah melemahkan semangat perjuangannya. Bukankah Rasulullah saw sendiri, sebagai kekasih Allah pernah dianiaya dan dilempari kotoran pada kepalanya sehingga terpaksa harus pulang ke rumah dengan kepala kotor? Apalagi jika dibandingkan dengan penderitaan dan penyiksaan yang pernah ditemui Rasulullah saw ketika berhijrah di Thaif.
Hal lain yang berkaitan dengan bagian Sirah Rasulullah saw ini ialah, munculnya anggapan dari sementara pihak bahwa Rasulullah saw menamakan tahun ini sebagai tahun duka cita semata-mata karena kehilangan pamannya, Abu Thalib dan istrinya, Khadija binti Khuwailid. Dengan dalih ini, mungkin mereka lalu mengadakan acara berkabung atas kematian seseorang selama beberapa hari dengan memasang bendera berkabung dan lain sebagainya.
Sebenarnya pemahaman dan penilaian ini keliru. Sebab Nabi saw tidak bersedih hati sedemikian rupa atas meninggalnya paman dan istrinya. Rasulullah saw juga tidak menyebut tahun ini dengan tahun duka cita, semata-mata karena kehilangan sebagian keluarganya. Tetapi karena bayangan akan tertutupnya hampir seluruh pintu dakwah Islam setelah kematian kedua orang ini..
Bahkan kesedihan karena keberpalingan manusia dari kebenaran yang dibawanya ini telah sedemikian rupa mempengaruhi dirinya, sehingga untuk mengurangi kesedihan ini Allah menurunkan beberapa ayat yang menghibur dan mengingatkannya, bahwa ia hanya dibebani tugas untuk menyampaikan, tidak perlu menyesali diri sedemikian rupa, jika mereka tidak mau beriman dan menyambut seruannya.
Perhatikan ayat-ayat berikut ini :
"Sesungguhnya Kami mengetahui bahwa apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang dzalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) Rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka. Tak ada seorangpun yang dapat mengubah kalimat-kalimat (janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebagian dari berita Rasul-rasul itu. Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat membuat lubang di bumi atau tangga di langit lalu kamu daapt mendatangkan mu’jizat kepada mereka, (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk, sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang jahil.“
QS al-An’am : 33-35
Dari buku Sirah Nabawiyah karangan Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfurry dan Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy.
Warna kesukaan rasul
Assalamualaikum. Mw tanya sdkit, Warna apa yg disukai dan yg tdak dsukai oleh nabi muhammad saw.
tlong djawab, wasalam
wa'alaikumussalaam warahmatullaah.
Dalam kitab Faidhul Qadier Syarh al Jami'ushshaghier 5/104:
(كان أحب الألوان إليه) من الثياب وغيرها (الخضرة) لأنها من ثياب الجنة فالخضرة أفضل الألوان
(كان أحب الألوان إليه) من الثياب وغيرها (الخضرة) لأنها من ثياب الجنة فالخضرة أفضل الألوان
KAANA
AHABBAL ALWAANI ILAIHI MINATSTIYAAB WA GHAIRIHAA AL KHUDHRATU LI
ANNAHAA MIN TSIYAABIL JANNATI FAL HUDHRATU AFDHALUL ALWAANI
Warna hijau adalah warna yang paling beliau sukai, (dari pakaian dan yang lainnya, karena hijau adalah sebagian dari pakaian surga. Makanya hijau adalah warna yang paling utama)
Warna hijau adalah warna yang paling beliau sukai, (dari pakaian dan yang lainnya, karena hijau adalah sebagian dari pakaian surga. Makanya hijau adalah warna yang paling utama)
Dalam Kitab Sunan Abu Dawud 4/9/3880
حدثنا أحمد بن يونس حدثنا زهير حدثنا عبد الله بن عثمان بن خثيم عن سعيد بن جبير عن ابن عباس قال قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- « البسوا من ثيابكم البياض فإنها من خير ثيابكم وكفنوا فيها موتاكم
dari Ibn Abbas, beliau berkata:
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Pakailah pakaian-pakaian kalian yang berwarna putih, sesungguhnya pakian berwarna putih adalah diantara pakaian kalian yang paling baik, dan hendaknya kalian mengkafani mayat-mayat kalian dengan kain putih"
Dalam Kitab Sunan Ibn Majah 2/1191/3601
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة . حدثنا علي بن مسهر عن يزيد بن أبي زياد عن الحسن بن سهيل عن ابن عمر قال نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم عن المفدم
AN IBNI ‘UMAR QAALA NAHAA RASUULULLAAHI SHALLALLAAHU ‘ALAIHI WASALLAM ‘AN AL- MUFDAMI
Dari Ibn Umar, beliau berkata: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melarang pakaian yang berwarna merah padam
حدثنا أحمد بن يونس حدثنا زهير حدثنا عبد الله بن عثمان بن خثيم عن سعيد بن جبير عن ابن عباس قال قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- « البسوا من ثيابكم البياض فإنها من خير ثيابكم وكفنوا فيها موتاكم
dari Ibn Abbas, beliau berkata:
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Pakailah pakaian-pakaian kalian yang berwarna putih, sesungguhnya pakian berwarna putih adalah diantara pakaian kalian yang paling baik, dan hendaknya kalian mengkafani mayat-mayat kalian dengan kain putih"
Dalam Kitab Sunan Ibn Majah 2/1191/3601
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة . حدثنا علي بن مسهر عن يزيد بن أبي زياد عن الحسن بن سهيل عن ابن عمر قال نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم عن المفدم
AN IBNI ‘UMAR QAALA NAHAA RASUULULLAAHI SHALLALLAAHU ‘ALAIHI WASALLAM ‘AN AL- MUFDAMI
Dari Ibn Umar, beliau berkata: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melarang pakaian yang berwarna merah padam
Catatan:
AL MUFDAM (المفدم) sebagaimana dalam kitab Lisanul Arab juz 12 halaman 450
وفي الحديث أنه نهى عن الثوب المُفْدَم هو المشبع حمرة كأنه الذي لا يُقدر على الزيادة عليه لتناهي حمرته
AL MUFDAM ialah pakaian yang berwarna merah yang sangat, seakan-akan tidak bisa bertambah merah lagi karena sudah mencapai ambang batas warna merahnya.
Adapun hukum memakainya, adalah sebagaimana dalam kitab Faidhul Qadier juz 6 halaman 418:
الثوب المشبع حمرة
بالعصفر كأنه الذي لا يقدر على الزيادة عليه لتناهي حمرته فهو كالممتنع من قبول
الصبغ ، وفيه حجة لمن ذهب إلى تحريم لبس المعصفر على الرجل وعليه الحليمي والبيهقي
من أصحابنا وحمل الشافعي النهي على الكراهة وكرهه مالك للرجال والنساء
AL MUFDAM (المفدم) sebagaimana dalam kitab Lisanul Arab juz 12 halaman 450
وفي الحديث أنه نهى عن الثوب المُفْدَم هو المشبع حمرة كأنه الذي لا يُقدر على الزيادة عليه لتناهي حمرته
AL MUFDAM ialah pakaian yang berwarna merah yang sangat, seakan-akan tidak bisa bertambah merah lagi karena sudah mencapai ambang batas warna merahnya.
Adapun hukum memakainya, adalah sebagaimana dalam kitab Faidhul Qadier juz 6 halaman 418:
الثوب المشبع حمرة
بالعصفر كأنه الذي لا يقدر على الزيادة عليه لتناهي حمرته فهو كالممتنع من قبول
الصبغ ، وفيه حجة لمن ذهب إلى تحريم لبس المعصفر على الرجل وعليه الحليمي والبيهقي
من أصحابنا وحمل الشافعي النهي على الكراهة وكرهه مالك للرجال والنساء
Dalam kitab Ihya` 2/197
بيان آدابه وأخلاقه في اللباس
كان صلى الله عليه وسلم يلبس من الثياب ما وجد من إزار أو رداؤ أو قميص أو جبة أو غير ذلك وكان يعجبه الثياب الخضر وكان أكثر لباسه البياض ويقول: " ألبسوها أحياءكم وكفنوا فيها موتاكم " وكان يلبس القباء المحشق للحرب وغير الحرب وكان له قباء سندس فيلبسه فتحسن خضرته على بياض لونه
إلى أن قال
ولقد كان له كساء أسود فوهبه فقالت له أم سلمة: بأبي أنت وأمي ما فعل ذلك الكساء الأسود؟ فقال: " كسوته " فقالت ما رأيت شيئاً قط كان أحسن من بياضك على سواده
Menerangkan adab dan akhlaq Nabi didalam pakaian
Adalah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam memakai pakaian apa yang beliau dapatkan, berupa sarung, selendang, gamis, jubah atau lainnya Pakain berwarna hijau adalah yang beliau takjubi.
Adalah pakaian beliau kebanyakan berwarna putih.......... dst
Sungguh beliau mempunyai pakaian (jubah) berwarna hitam, maka pakaian tsb beliau berikan (kepada orang lain).
maka Ummu Salamah berkata: Demi bapak dan ibuku sebagai tebusannya, Apa yang di perbuat dengan jubah hitam ini".
Nabi pun menjawab: Aku telah mamakainya
Ummu Salamah berkata:
"Aku belum pernah melihat yang lebih indah daripada keputihanmu dengan warna hitam".
Wallaahu A'lam
بيان آدابه وأخلاقه في اللباس
كان صلى الله عليه وسلم يلبس من الثياب ما وجد من إزار أو رداؤ أو قميص أو جبة أو غير ذلك وكان يعجبه الثياب الخضر وكان أكثر لباسه البياض ويقول: " ألبسوها أحياءكم وكفنوا فيها موتاكم " وكان يلبس القباء المحشق للحرب وغير الحرب وكان له قباء سندس فيلبسه فتحسن خضرته على بياض لونه
إلى أن قال
ولقد كان له كساء أسود فوهبه فقالت له أم سلمة: بأبي أنت وأمي ما فعل ذلك الكساء الأسود؟ فقال: " كسوته " فقالت ما رأيت شيئاً قط كان أحسن من بياضك على سواده
Menerangkan adab dan akhlaq Nabi didalam pakaian
Adalah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam memakai pakaian apa yang beliau dapatkan, berupa sarung, selendang, gamis, jubah atau lainnya Pakain berwarna hijau adalah yang beliau takjubi.
Adalah pakaian beliau kebanyakan berwarna putih.......... dst
Sungguh beliau mempunyai pakaian (jubah) berwarna hitam, maka pakaian tsb beliau berikan (kepada orang lain).
maka Ummu Salamah berkata: Demi bapak dan ibuku sebagai tebusannya, Apa yang di perbuat dengan jubah hitam ini".
Nabi pun menjawab: Aku telah mamakainya
Ummu Salamah berkata:
"Aku belum pernah melihat yang lebih indah daripada keputihanmu dengan warna hitam".
Wallaahu A'lam
ISI AL-BARZANJI NATSR
ISI KITAB MAULID AL-BARZANJI NATSR
Dapat dipahami bahwa tradisi keagamaan pembacaan maulid merupakan salah satu sarana penyebaran Islam di Indonesia. Islam tidak mungkin dapat segera tersebar dan diterima masyarakat luas di Indonesia, jika saja proses penyebarannya tidak melibatkan tradisi-tradisi keagamaan.
Azyumardi Azra sebagaimana dikutip oleh Yunasril Ali mengemukakan bahwa penyebaran agama Islam, yang sejak abad ke-13 M semakin cepat meluas di Nusantara, adalah terutama atas kegiatan kaum sufi, yang mampu menyajikan Islam dalam kemasan yang atraktif, khususnya dengan menekankan kontinuitas kebudayaan masyarakat dalam konteks Islam.[1]
Yang jelas terdapat fakta yang kuat bahwa tradisi pembacaan maulid merupakan salah satu ciri kaum muslimin tradisional di Indonesia dan umumnya dilakukan oleh kalangan penganut sufi. Maka dari segi ini dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa masuknya perayaan maulid berikut pembacaan kitab-kitab maulid bersamaan dengan proses masuknya Islam ke Indonesia yang dibawa oleh pendakwah, yang umumnya merupakan kaum sufi.[2]
Berdasarkan keterangan di atas, pembacaan kitab-kitab maulid dilaksanakan dalam suasana yang dikondisikan secara khusus, terutama pada hari-hari dan momentum yang dipilih. Misalnya sebagai wirid rutin, dipilihlah malam Senin yang dipercaya sebagai malam hari kelahiran Rasulullah, atau malam Jum'at sebagai hari agung umat Islam. Demikian pula, pembacaan dilaksanakan secara terus menerus selama bulan Rabi' al-Awwal sebagai bulan kelahiran Rasulullah, terutama pada tanggal 1 sampai 12 pada bulan tersebut.
Selain itu, kitab maulid dibacakan saat kelahiran bayi, serta segala upacara yang berhubungan dengan siklus kemanusiaan. Kesakralan suasana terbangun oleh alunan pelantun dan pembaca prosa lirik maulid dan kekhusyukan para peserta, yang untuk beberapa daerahsering pula memberikan senggakan berupa lafadz “Allah” setiap satu kalimat selesai dibaca.
Di samping itu, sakralitas pembacaan maulid juga terjadi pada lagu-lagu pujian (shalawat) terhadap Rasulullah yang dinyanyikan berkali-kali. Pada kelompok masyarakat tertentu, sering pula disertai dengan iringan musik serta tarian, yang menambah kekhusyukan peserta. Hal-hal yang mendatangkan kekhusyukan itulah yang sering mendatangkan kerinduan pada peserta, untuk tetap merengkuh pembacaan kitab maulid sebagai bagian tak terpisahkan dari tradisi keagamaannya.
Yang juga tidak kalah menarik adalah fenomena saat srakalan (mahal al-qiyam). Suasana yang terbangun sangat sakral. Pada saat berdiri untuk melantunkan shalawat asyraqal-badru, setelah imam atau orang yang membaca prosa lirik sampai pada cerita kelahiran Nabi, suasananya sangat khusyuk. Hal ini merupakan ekspresi kegembiraan yang luar biasa atas kelahiran Nabi. Walaupun hal ini merupakan sesuatu yang tidak atau sulit diterima pemikiran logis, namun bagi kalangan pengikut pembacaan dipegang secara kuat.
Al-Barzanji, merupakan sebuah karya tulis seni sastra yang memuat kehidupan Nabi Muhammad Saw. Karya sastra ini dibaca dalam berbagai upacara keagamaan di dunia Islam, termasuk di Indonesia, sebagai bagian yang menonjol dalam kehidupan beragama tradisional. Dengan membacanya dapat ditingkatkan iman dan kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw dan diperoleh banyak manfaat.
Kitab ini memuat riwayat kehidupan Nabi Muhammad Saw: silsilah keturunannya serta kehidupannya semasa kanak-kanak, remaja, dan pemuda. hingga ia diangkat menjadi rasul. Al-Barzanjî juga mengisahkan sifat Nabi Saw serta perjuangannya dalam menyiarkan Islam dan menggambarkan kepribadiannya yang agung untuk diteladani oleh umat manusia.[3]
Kitab 'Iqd al-Jawahir (Kalung Permata) yang lebih terkenal dengan sebutan al-Barzanji ditulis oleh Syekh Ja'far al-Barzanjî bin Husin bin Abdul Karim yang lahir (1690) dan meninggal (1766) di Madinah. Nama al-Barzanji dibangsakan kepada nama penulisnya yang juga diambil dari tempat asal keturunannya yakni daerah Barzinj (Kurdistan). Nama tersebut menjadi populer di dunia Islam pada tahun 1920-an ketika Syekh Mahmud al-Barzanjî memimpin pemberontakan nasional Kurdi terhadap Inggris yang pada waktu itu menguasai Irak.
Kitab al-Barzanjî ditulis untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw dan agar umat Islam meneladani kepribadiannya, sebagaimana yang disebutkan dalam al-Quran surah al-Ahzab (33) ayat 21: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”[4]
Di dalam al-Barzanjî dilukiskan riwayat hidup Nabi Muhammad Saw dengan bahasa yang indah dalam bentuk puisi serta prosa (nasr) dan kasidah yang sangat menarik perhatian pembaca/pendengarnya, apalagi yang memahami arti dan maksudnya. Secara garis besar paparan al-Barzanjî dapat diringkas sebagai berikut.
1) Silsilah Nabi Muhammad SAW adalah: Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusay bin Kilab bin Murrah bin Ka'b bin Fihr bin Malik bin Nadar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan.
2) Pada masa kanak-kanaknya banyak kelihatan hal luar biasa pada diri Muhammad Saw, misalnya malaikat membelah dadanya dan mengeluarkan segala kotoran dari dalamnya.
3) Pada masa remajanya, ketika berumur 12 tahun, ia dibawa pamannya berniaga ke Syam (Suriah). Dalam perjalanan pulang. seorang pendeta melihat tanda-tanda kenabian pada dirinya.
4) Pada waktu berumur 25 tahun ia melangsungkan pernikahannya dengan Khadijah binti Khuwailid.
5) Pada saat berumur 40 tahun ia diangkat menjadi rasul. Sejak saat itu ia menyiarkan agama Islam sampai ia berumur 62 tahun dalam dua periode, yakni Mekah dan Madinah, dan meninggal dunia di Madinah sewaktu berumur 62 tahun setelah dakwahnya dianggap sempurna oleh Allah Swt.
Kitab al-Barzanjî dalam bahasa aslinya (Arab) dibaca di mana-mana pada berbagai kesempatan. Antara lain pada peringatan maulid Nabi Saw (hari lahir), upacara pemberian nama bagi seorang anak/bayi, acara khitanan (Khitan), upacara pernikahan, upacara memasuki rumah baru, berbagai upacara syukuran dan ritus peralihan lainnya sebagai sebuah acara ritual yang dianggap dapat meningkatkan iman dan membawa banyak manfaat.
Dalam acara-acara tersebut al-Barzanjî dilagukan dengan bermacam-macam lagu yaitu:
1) lagu Rekby, dibacakan dengan perlahan-lahan;
2) lagu Hejas. dibacakan dengan menaikkan tekanan suara dari lagu Rekby;
3) lagu Ras, dibacakan dengan tekanan suara yang lebih tinggi dari lagu Hejas, dengan irama yang beraneka ragam;
4) lagu Husain, dibacakan dengan tekanan suara yang tenang;
5) lagu Nakwan, dibacakan dengan suara tinggi dengan irama yang sama dengan lagu Ras; dan
6) lagu Masyry, dilagukan dengan suara yang lembut serta dibarengi dengan perasaan yang dalam.[5]
Ada yang membacanya secara berkelompok sampai tujuh kelompok yang bersahut-sahutan, dan ada pula yang tidak dalam kelompok, tetapi membacanya secara bergiliran satu per-satu dari awal sampai akhir.
Kitab al-Barzanjî telah dikomentari oleh ulama Indonesia dalam bahasa Jawa, Indonesia, dan Arab. Mereka antara lain adalah:
1) Syeikh Nawani al-Bantani (1813 -1897), Madarij as-Su'ud ila Iktisa' al-Burud (Jalan Naik untuk Dapat Memakai Kain yang Bagus), komentar dalam bahasa Arab dan telah diterbitkan beberapa kali;
2) Syeikh Abu Ahmad Abdul hamid al-Kandali/Kendal, Sabil al-Munji (Jalan bagi Penyelamat), terjemahan dan komentar dalam bahasa Jawa, diterbitkan oleh Menara Kudus;
3) Syeikh Ahmad Subki Masyhadi, Nur al-Lail ad-Daji wa Miftah Bab al-Yasar (Cahaya di malam gelap dan kunci pintu kemudahan), terjemahan dan komentar dalam bahasa Jawa, diterbitkan oleh Hasan al-Attas, Pekalongan;
4) Syeikh Asrari Ahmad, Munyat al-Martaji al-Tarjamah Maulid al-Barzanjî (Harapan bagi Pengharap dalam Riwayat Hidup Nabi Tulisan al-Barzanjî), terjemahan dan komentar dalam bahasa Jawa, diterbitkan oleh Menara Kudus;
5) Syeikh Mundzir Nadzii, al-Qaul al-Munji 'ala Ma'ani al-Barzanjî (Ucapan yang Menyelamatkan dalam Makna-Makna al-Barzanjî), terjemahan dan komentar bahasa Jawa. diterbitkan oleh Sa'ad bin Nashir bin Nabhan, Surabaya; dan
6) Syeikh M. Mizan Asrani Muhammad, Badr ad-Daji fi Tarjamah Maulid al-Barzanjî (Purnama Gelap Gulita dalam Sejarah Nabi yang Ditulis al-Barzanjî), terjemahan Indonesia diterbitkan oleh Karya Utama, Surabaya.[6]
[1] Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi, (Jakarta: Paramadina,1997), hlm. 182.
[2] Ibid
[3] Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, Juz I, (Jakarta: Ikhtiar Baru van Hoeve, 1997), hlm. 199
[4] Ibid
[5] Ibid, hlm. 200
[6] Ibid.
Nabi tidaklah dilahirkan melalui farji (vagina)
Bahwa Rasululloh shollallohu alaihi wasallam tidaklah dilahirkan melalui farji (vagina), tetapi melalui tempat yang dibuka yang berada di atas farji dan di bawah pusar, Begitu juga semua Nabi tidaklah di lahirkan melalui farji.
Pendapat yg mengatakan bahwa Nabi lahir melalui farji tidaklah benar, bahkan madzhab malikiyah berpendapat untuk membunuh orang yang mengatakan bahwa Nabi kita dilahirkan melalui tempat keluarnya air kencing.
- Referensi kitab Nihayatuz Zain karya Syeh Nawawy Banten
وَنقل بعض الأفاضل عَن القليوبي وَعَن جمع من الْمُحَقِّقين أَنه صلى الله عَلَيْهِ وَسلم لم يُولد من الْفرج بل من مَحل فتح فَوق الْفرج وَتَحْت السُّرَّة والتأم فِي سَاعَته
وَنقل عَن القَاضِي عِيَاض أَن مثله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم فِي ذَلِك جَمِيع الْأَنْبِيَاء وَالْمُرْسلِينَ لَكِن قَالَ الْعَلامَة التلمساني وكل من الْأَنْبِيَاء غير نَبينَا مولودون من فَوق الْفرج وَتَحْت السُّرَّة وَأما نَبينَا فمولود من الخاصرة الْيُسْرَى تَحت الضلوع ثمَّ التأم لوقته خُصُوصِيَّة لَهُ
فَتحصل لَك من هَذِه أَنه لم يَصح نقل بولادته من الْفرج وَكَذَا غَيره من الْأَنْبِيَاء
وَلِهَذَا أفتى الْمَالِكِيَّة بقتل من قَالَ إِن نَبينَا ولد من مجْرى الْبَوْل
اه
نهاية الزين
في إرشاد المبتدئين
terjemah :
sebagian dari orang-orang yang utama mengutip dari al-qulyubiy dan dari sekelompok ulama' yang menjelaskan hukum beserta dalilnya (muhaqqiq)
bahwa sesungguhnya Rosulullohi shollallohu 'alaihi wasallam itu tidak dilahirkan melalui farji, akan tetapi beliau dilahirkan melalui tempat yang dibuka yang berada di atas farji dan di bawah pusar dan menjadi rapat kembali dalam satu saat.
dan dinuqil dari al-qodli 'iyadl : sesungguhnya seperti halnya Nabi shollallohu 'alaihi wasallam adalah kesemuanya para nabi dan para utusan
akan tetapi al-allamah at-tilamsaniy berkata : setiap nabi selain nabi kita shollallohu 'alaihi wasallam itu dilahirkan melalui tempat yang berada diatas farji dan di bawah pusar sedangkan nabi kita itu dilahirkan melalui lambung bagian kiri di bawah tulang rusuk dan kemudian kembali rapat (menutup) pada waktunya, sebagai keistimewaan khusus baginya
maka kesimpulan bagimu dari keterangan ini sesungguhnya tidak benar kutipan tentang dilahirkannya nabi melalui farji begitu pula nabi-nabi yang lain,
dan karena hal inilah ulama' madzhab malikiyah berpendapat untuk membunuh orang yang mengatakan bahwa nabi kita dilahirkan melalui tempat keluarnya air kencing.
selesai
wallohu a'lam bish-showab.
Semoga sholawat dan salam Allah terlimpah curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad, keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya sampai hari kiyamat....
Aamiin....
sebagian dari orang-orang yang utama mengutip dari al-qulyubiy dan dari sekelompok ulama' yang menjelaskan hukum beserta dalilnya (muhaqqiq)
bahwa sesungguhnya Rosulullohi shollallohu 'alaihi wasallam itu tidak dilahirkan melalui farji, akan tetapi beliau dilahirkan melalui tempat yang dibuka yang berada di atas farji dan di bawah pusar dan menjadi rapat kembali dalam satu saat.
dan dinuqil dari al-qodli 'iyadl : sesungguhnya seperti halnya Nabi shollallohu 'alaihi wasallam adalah kesemuanya para nabi dan para utusan
akan tetapi al-allamah at-tilamsaniy berkata : setiap nabi selain nabi kita shollallohu 'alaihi wasallam itu dilahirkan melalui tempat yang berada diatas farji dan di bawah pusar sedangkan nabi kita itu dilahirkan melalui lambung bagian kiri di bawah tulang rusuk dan kemudian kembali rapat (menutup) pada waktunya, sebagai keistimewaan khusus baginya
maka kesimpulan bagimu dari keterangan ini sesungguhnya tidak benar kutipan tentang dilahirkannya nabi melalui farji begitu pula nabi-nabi yang lain,
dan karena hal inilah ulama' madzhab malikiyah berpendapat untuk membunuh orang yang mengatakan bahwa nabi kita dilahirkan melalui tempat keluarnya air kencing.
selesai
wallohu a'lam bish-showab.
Semoga sholawat dan salam Allah terlimpah curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad, keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya sampai hari kiyamat....
Aamiin....
Aurat Nabi tidak pernah dilihat oleh siapapun
Aurat Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam Tidak Pernah Dilihat Oleh Siapapun
Baginda Nabi Besar Muhammad Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam, sebagaimana disebutkan dalam kitab Madarij ash-Shu’ud
karya Syaikh Nawawi al-Bantani halaman 12, menurut pendapat yang unggul
di kalangan ulama Ahlussunnah wal Jama’ah sesungguhnya Nabi
Muhammad Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa
sallam lahir pada saat menjelang fajar hari Senin tanggal 12 Rabi’ul
Awwal tahun Gajah.
Nabi terlahir dalam keadaan Khitan
Dan sesungguhnya Allah subhanahu wa
ta’ala mempunyai kehendak agar tiada seorang makhluk pun yang melihat
aurat kekasihNya, sehingga Nabi Besar Muhammad Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam dilahirkan dalam keadaan sudah
terkhitan dan terputus tali pusarnya. Sebagaimana disebutkan dalam kitab
Sirah Ibnu Katsir juz 1 halaman 208:
عن ابن عباس عن أبيه العباس بن عبد المطلب رضي الله عنه قال : ولد رسول الله صلى الله عليه وسلم مختونا مسرورا
“Abbas bin Abdul Muthallib Ra. berkata:
“Sesungguhnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam lahir dalam
keadaan sudah dikhitan dan terputus tali pusarnya (dalam keadaan bersih
dan suci ).”
Juga telah disebutkan dalam kitab al-Khasha-ish al-Kubra karya al-Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abubakar as-Suyuthi juz 1 halaman 91:
أخرج
الطبراني في الأوسط وأبو نعيم والخطيب وابن عساكر من طرق عن انس عن النبي
{صلى الله عليه وسلم} انه قال من كرامتي على ربي اني ولدت مختونا ولم ير
أحد سوأتي
“Anas bin Malik Ra. berkata bahwa
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya
diantara kemuliaan yang Allah subhanahu wa ta’ala limpahkan kepadaku
adalah aku terlahir dalam keadaan sudah terkhitan. Sehingga tidak ada
satu makhluk pun yang melihat auratku.” (HR. Abu Na’im, al-Khatib dn
Ibnu ‘Asakir).
Ibu Nabi juga tidak meliahat aurat beliau
Bahkan ketika Nabi Muhammad Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam dilahirkan, Sayyidah
Aminah radhiyallahu ‘anha dan Sayyidah Maryam As. sama sekali tidak
melihat auratnya. Yang nampak terlihat hanyalah suatu cahaya yang sangat
agung berkilauan. Tidaklah yang terlihat oleh ibundanya (Sayyidah
Aminah) selain beliau shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa
sallam sudah dalam keadaan bersih rapi dengan terselimuti sutera putih
di atas hamparan sutera hijau dalam keadaan bersujud mengiba ke hadirat
Allah Swt. dengan mengangkat jari telunjuknya dan mengucapkan:
ألله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا
“Allah Maha Besar dengan segala
KeagunganNya. Segala puji bagi Allah atas segala anugerahNya, Maha Suci
Allah kekal abadi selama-lamanya.”
Keluar cahaya setiap hari pada Nabi
Begitu pula ketika Nabi Muhammad
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam dalam
asuhan Sayyidah Halimah as-Sa’diyyah radhiyallohu ‘anha, tidak ada
seorangpun yang melihat auratnya. Karena setiap hari muncul cahaya dari
langit, sebagaimana yang disaksikan sendiri oleh Sayyidah Halimah
as-Sa’diyyah radhiyallohu ‘anha yang berkata:
“Sesungguhnya setiap hari muncul cahaya
dari langit kepada beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan tidak lama
kemudian menghilang.”
Istri Nabi tidak melihat aurat beliau
Bahkan sesunguhnya istri-istri beliau
shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa shahbihi wa sallam pun tidak pernah
melihat aurat NabiMuhammad Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa
shahbihi wa sallam sebagaimana yang diriwayatkan dalam kitab Subul al-Huda wa ar-Rasyad juz 9 halaman 72:
عائشة رضي الله تعالى عنها قالت: وما رأيت من رسول الله صلى الله عليه وسلم وما رأى مني
“Sayyidah Aisyah radhiyallohu ‘anha
berkata: “Sesungguhnya aku tidak pernah melihat aurat Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan beliau shallallâhu ‘alaihi wa
sallam pun tidak pernah melihat auratku.
Yang melihat aurat Nabi akan menjadi buta
وأخرج ابن سعد والبزار والبيهقي من طريق يزيد بن بلال عن علي فإنه لا يرى أحد عورتي إلا طمست عيناه
“Dari Sayyidina Ali radhiyallohu
‘anhu bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya tidak ada seorangpun yang bisa melihat auratku kecuali
sebelumnya ia akan menjadi buta.”
TAHUKAH ANDA ???
Bahwa Rasululloh shollallohu alaihi wasallam tidaklah dilahirkan melalui farji (vagina), tetapi melalui tempat yang dibuka yang berada di atas farji dan di bawah pusar, Begitu juga semua Nabi tidaklah di lahirkan melalui farji.
Pendapat yg mengatakan bahwa Nabi lahir melalui farji tidaklah benar, bahkan madzhab malikiyah berpendapat untuk membunuh orang yang mengatakan bahwa Nabi kita dilahirkan melalui tempat keluarnya air kencing.
- Referensi kitab Nihayatuz Zain karya Syeh Nawawy Banten
وَنقل بعض الأفاضل عَن القليوبي وَعَن جمع من الْمُحَقِّقين أَنه صلى الله عَلَيْهِ وَسلم لم يُولد من الْفرج بل من مَحل فتح فَوق الْفرج وَتَحْت السُّرَّة والتأم فِي سَاعَته
وَنقل عَن القَاضِي عِيَاض أَن مثله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم فِي ذَلِك جَمِيع الْأَنْبِيَاء وَالْمُرْسلِينَ لَكِن قَالَ الْعَلامَة التلمساني وكل من الْأَنْبِيَاء غير نَبينَا مولودون من فَوق الْفرج وَتَحْت السُّرَّة وَأما نَبينَا فمولود من الخاصرة الْيُسْرَى تَحت الضلوع ثمَّ التأم لوقته خُصُوصِيَّة لَهُ
فَتحصل لَك من هَذِه أَنه لم يَصح نقل بولادته من الْفرج وَكَذَا غَيره من الْأَنْبِيَاء
وَلِهَذَا أفتى الْمَالِكِيَّة بقتل من قَالَ إِن نَبينَا ولد من مجْرى الْبَوْل
اه
نهاية الزين
في إرشاد المبتدئين
terjemah :
sebagian dari orang-orang yang utama mengutip dari al-qulyubiy dan dari sekelompok ulama' yang menjelaskan hukum beserta dalilnya (muhaqqiq)
bahwa sesungguhnya Rosulullohi shollallohu 'alaihi wasallam itu tidak dilahirkan melalui farji, akan tetapi beliau dilahirkan melalui tempat yang dibuka yang berada di atas farji dan di bawah pusar dan menjadi rapat kembali dalam satu saat.
dan dinuqil dari al-qodli 'iyadl : sesungguhnya seperti halnya Nabi shollallohu 'alaihi wasallam adalah kesemuanya para nabi dan para utusan
akan tetapi al-allamah at-tilamsaniy berkata : setiap nabi selain nabi kita shollallohu 'alaihi wasallam itu dilahirkan melalui tempat yang berada diatas farji dan di bawah pusar sedangkan nabi kita itu dilahirkan melalui lambung bagian kiri di bawah tulang rusuk dan kemudian kembali rapat (menutup) pada waktunya, sebagai keistimewaan khusus baginya
maka kesimpulan bagimu dari keterangan ini sesungguhnya tidak benar kutipan tentang dilahirkannya nabi melalui farji begitu pula nabi-nabi yang lain,
dan karena hal inilah ulama' madzhab malikiyah berpendapat untuk membunuh orang yang mengatakan bahwa nabi kita dilahirkan melalui tempat keluarnya air kencing.
selesai
wallohu a'lam bish-showab.
Semoga sholawat dan salam Allah terlimpah curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad, keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya sampai hari kiyamat....
Aamiin....
Nabi tidaklah dilahirkan melalui farji (vagina)
Bahwa Rasululloh shollallohu alaihi wasallam tidaklah dilahirkan melalui farji (vagina), tetapi melalui tempat yang dibuka yang berada di atas farji dan di bawah pusar, Begitu juga semua Nabi tidaklah di lahirkan melalui farji.
Pendapat yg mengatakan bahwa Nabi lahir melalui farji tidaklah benar, bahkan madzhab malikiyah berpendapat untuk membunuh orang yang mengatakan bahwa Nabi kita dilahirkan melalui tempat keluarnya air kencing.
- Referensi kitab Nihayatuz Zain karya Syeh Nawawy Banten
وَنقل بعض الأفاضل عَن القليوبي وَعَن جمع من الْمُحَقِّقين أَنه صلى الله عَلَيْهِ وَسلم لم يُولد من الْفرج بل من مَحل فتح فَوق الْفرج وَتَحْت السُّرَّة والتأم فِي سَاعَته
وَنقل عَن القَاضِي عِيَاض أَن مثله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم فِي ذَلِك جَمِيع الْأَنْبِيَاء وَالْمُرْسلِينَ لَكِن قَالَ الْعَلامَة التلمساني وكل من الْأَنْبِيَاء غير نَبينَا مولودون من فَوق الْفرج وَتَحْت السُّرَّة وَأما نَبينَا فمولود من الخاصرة الْيُسْرَى تَحت الضلوع ثمَّ التأم لوقته خُصُوصِيَّة لَهُ
فَتحصل لَك من هَذِه أَنه لم يَصح نقل بولادته من الْفرج وَكَذَا غَيره من الْأَنْبِيَاء
وَلِهَذَا أفتى الْمَالِكِيَّة بقتل من قَالَ إِن نَبينَا ولد من مجْرى الْبَوْل
اه
نهاية الزين
في إرشاد المبتدئين
terjemah :
sebagian dari orang-orang yang utama mengutip dari al-qulyubiy dan dari sekelompok ulama' yang menjelaskan hukum beserta dalilnya (muhaqqiq)
bahwa sesungguhnya Rosulullohi shollallohu 'alaihi wasallam itu tidak dilahirkan melalui farji, akan tetapi beliau dilahirkan melalui tempat yang dibuka yang berada di atas farji dan di bawah pusar dan menjadi rapat kembali dalam satu saat.
dan dinuqil dari al-qodli 'iyadl : sesungguhnya seperti halnya Nabi shollallohu 'alaihi wasallam adalah kesemuanya para nabi dan para utusan
akan tetapi al-allamah at-tilamsaniy berkata : setiap nabi selain nabi kita shollallohu 'alaihi wasallam itu dilahirkan melalui tempat yang berada diatas farji dan di bawah pusar sedangkan nabi kita itu dilahirkan melalui lambung bagian kiri di bawah tulang rusuk dan kemudian kembali rapat (menutup) pada waktunya, sebagai keistimewaan khusus baginya
maka kesimpulan bagimu dari keterangan ini sesungguhnya tidak benar kutipan tentang dilahirkannya nabi melalui farji begitu pula nabi-nabi yang lain,
dan karena hal inilah ulama' madzhab malikiyah berpendapat untuk membunuh orang yang mengatakan bahwa nabi kita dilahirkan melalui tempat keluarnya air kencing.
selesai
wallohu a'lam bish-showab.
Semoga sholawat dan salam Allah terlimpah curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad, keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya sampai hari kiyamat....
Aamiin....
Selasa, 20 Januari 2015
Para Pemuka Musyrikin Quraisy menemui Nabi SAW
Pada suatu hari semua penganjur dan pemuka Quraisy melaksanakan
keputusan mereka, yaitu hendak bertemu dengan Nabi SAW. Pada waktu itu
Nabi SAW sedang duduk seorang diri di Masjid. Adapun yang datang lebih
dahulu ialah Abu Jahal bin Hisyam, Walid bin Mughirah, Ubay bin Khalaf,
Utbah bin Rabi'ah, kemudian datang yang lain-lainnya lagi. Setelah
mereka semua berada dihadapan Nabi SAW, beliau lalu membacakan beberapa
ayat Al-Qur'an, dengan maksud berda'wah kepada mereka..
Pada waktu itu Nabi SAW bersungguh-sungguh dan penuh harapan, supaya mereka itu segera menjadi pengikut beliau (masuk Islam). Sebab itu beliau sangat menghormati mereka. Karena beliau tidak mengerti maksud kedatangan mereka yang sangat jahat itu. Beliau tidak menyangka bahwa kedatangan mereka itu hendak menghina, merendahkan, mengejek dan mentertawakan seruannya. Bahkan sebaliknya beliau menyangka bahwa kedatangan mereka itu hendak mengikuti seruannya dan beriman. Karena memang sejak beberapa waktu sebelumnya beliau sudah mengharap-harapkan hal itu. Karena beliau beranggapan, bahwa apabila mereka itu sudah mau mengikuti seruannya, lalu menjadi pemuka-pemuka Islam, maka sudah barang tentu semakin banyaklah orang-orang yang dari lapisan bawah, dari rakyat jelata akan terbawa mengikuti jejak mereka, sehingga lebih pesatlah kemajuan langkah beliau dalam menyiarkan agama Islam serta lekas tercapai apa yang dicita-citakannya.
Namun ketika Nabi SAW tengah asyik bercakap-cakap dengan mereka dan dengan wajah berseri-seri, tiba-tiba datanglah seorang yang buta, yang pakaiannya compang-camping ingin bertemu beliau. Orang buta itu bernama Abdullah bin Suraih bin Malik bin Rabi'ah Al-Fihry, dan ia dikenal orang dengan nama Ibnu Ummi Maktum (anak lelaki dari Ummi Maktum).
Kedatangannya itu dengan sungguh-sungguh serta dengan tulus ikhlas ingin mengetahui seluk beluk agama Islam dan hendak mempelajari pelajaran Allah yang telah diturunkan dan diajarkan kepada beliau. Pada saat itu Nabi SAW masih terus bercakap-cakap dan membacakan ayat-ayat Al-Qur'an dengan asyiknya kepada mereka dengan wajah yang berseri-seri. Dan beliau tidak memperdulikan orang buta yang papa yang datang kepada beliau itu. Dan setiap kali selesai membacakan ayat-ayat Al-Qur'an beliau menanyakan kepada mereka :
اَ لَـيْسَ حَسَنًا مَا جـِئْتُ بِهِ ؟
"Bukankah apa yang kudatangkan ini baik ?"
Mereka menjawab dengan tertawa : "Ya, baik, demi Allah ! Sungguh memang amat baik !"
Nabi SAW lalu membacakan beberapa ayat yang lainnya lagi lantas menanyakan pula kepada mereka :
هَلْ تَرَوْنَ بِمَا اَقُوْلُ لَكُمْ بَأْسًا ؟
Apakah menurut pendapatmu apa yang kukatakan kepadamu ini jelek ?
Mereka menyahut bersama-sama : "Tidak, demi Allah ! Sungguh semuanya baik".
Demikianlah hingga terjadi berulang-ulang. Dan ditengah-tengah beliau asyik bercakap-cakap begitu, orang buta yang papa itu selalu menyela :
يَا رَسُوْلَ اللهِ عَلِّمْنِىْ مِمَّا عَلَّمَكَ اللهُ.
"Ya Rasulullah, berilah aku pelajaran dari apa yang telah diajarkan Allah kepadamu !".
يَا رَسُوْلَ اللهِ عَلِّمْنِىْ مِمَّا عَلَّمَكَ اللهُ.
"Ya Rasulullah, berilah aku pelajaran dari apa yang telah diajarkan Allah kepadamu !".
Begitulah perkataan Ibnu Ummi Maktum berkali-kali. Tetapi Nabi SAW tidak mempedulikan dan tidak pula memperhatikan permintaan orang buta itu, bahkan beliau bermasam muka dan memalingkan muka dari orang buta itu ke arah para pembesar dan pemuka Quraisy.
Sehubungan dengan adanya peristiwa tersebut, Allah SWT menurunkan wahyu kepada beliau SAW :
عَبَسَ وَتَوَلّى. اَنْ جَآءَهُ اْلاَعْمى. وَ مَا يُدْرِيْكَ لَعَلَّه يَزَّكّى. اَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرى. اَمَّا مَنِ اسْتَغْنى. فَاَنــْتَ لَه تَصَدّى. وَمَا عَلَيْكَ اَلاَّ يَزَّكّى. وَ اَمَّا مَنْ جَآءَكَ يَسْعى. وَهُوَ يَخْشى. فَاَنــْتَ عَنْهُ تَـلَـهّى. كَلاَّ اِنــَّهَا تَذْكِرَةٌ. عبس:1-11
"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pelajaran, lalu pelajaran itu memberi manfaat kepadanya ? Adapun orang yang menganggap dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pelajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian) ! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, ['Abasa : 1 - 11].
Diriwayatkan setelah Nabi SAW, mendapat teguran Allah itu, beliau tidak pernah lagi memasamkan muka atau memalingkan muka dari siapapun yang datang kepada beliau, terutama jika yang datang itu adalah orang dari lapisan bawah yang papa, miskin dan sebagainya, maka dengan segera beliau menghormatinya dan mendudukkannya sambil menanyakan apa yang menjadi keperluannya. Terutama bila beliau kedatangan Ibnu Ummi Maktum tersebut yang menyebabkan beliau mendapat teguran dari Allah, maka beliau sangatlah memberi penghormatan kepadanya seraya berkata :
مَرْحَبًا بِمَنْ عَاتَبَنِىْ فِيْهِ رَبـِّى.
"Selamat datang wahai orang yang menyebabkan aku mendapat teguran dari Tuhanku".
1. Hijrah ke negeri Habsyi yang pertama.
Walaupun pada masa itu orang-orang dari bangsa Arab Quraisy dan bangsa Arab lainnya bertambah banyak yang mengikut Nabi SAW, tetapi rintangan-rintangan yang dihadapkan kepada beliau dan kaum Muslimin makin hari semakin besar pula.
Singkatnya, bahwa setiap orang yang menjadi pengikut Nabi SAW baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, pastilah mereka masing-masing pernah mendapat penganiayaan dari kaum musyrikin, terutama jika ia adalah seorang yang terpandang lemah, hina, rendah, tidak berkekuatan sesuatu apapun, maka ia pasti memperoleh penganiayaan yang berupa pukulan dan juga siksaan sampai setengah mati, sehingga ada yang sampai menghembuskan nafas yang penghabisan.
Sedang Nabi SAW selain hati beliau selalu disakiti, beliau pernah diperlakukan dengan sewenang-wenang, dan dimusuhi dengan cara yang biadab oleh kepala-kepala kaum Quraisy, juga beliau dimusuhi dengan cara-cara yang sangat halus. Karena mereka mengetahui bahwa merintangi beliau dengan perbuatan-perbuatan kasar tidaklah mendatangkan hasil yang mereka maksudkan, maka mereka lalu merintangi beliau dengan cara yang sangat halus. Dan andaikata bukanlah dia seorang Nabi dan Rasul yang dipilih oleh Allah, dengan hati yang terpelihara benar-benar, niscaya akan terpengaruh dan terpedayalah oleh bujukan dan perbuatan mereka. Sebagaimana firman Allah yang diturunkan kepadanya pada waktu itu :
وَ اِنْ كَادُوْا لَـيَفْتِنُوْنَـكَ عَنِ الَّذِىْ اَوْحَيْنَآ اِلَـيْكَ لِـتَفْتَرِيَ عَلَـيْنَا غَيْرَه وَ اِذًا لاَّ تـَّخَذُوْكَ خَلِـيْلاً. وَلَوْلاَ اَنْ ثَبَتْنكَ لَـقَدْ كِدْتَّ تَرْكَنُ اِلَـيْهِمْ شَيْئًا قَلِـيْلاً. اِذًا لاَذَقْنكَ ضِعْفَ اْلحَيوة وَضِعْفَ اْلمَمَاتِ ثُمَّ لاَ تَجـِدُ لَكَ عَلَـيْنَا نَصِيْرًا. الاسراء:73-75
"Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi shahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka, kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan merasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap (siksa) Kami." [Al-Israa' : 73 - 75]
Demikianlah Allah memperingatkan diri Nabi SAW pada saat itu. Adapun sebab-sebab turunnya wahyu itu menurut satu riwayat adalah demikian :
Pada suatu ketika Nabi SAW sedang berada disamping Ka'bah. Pada waktu itu Abu Jahal bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf dan para pemuka musyrikin Quraisy lainnya kebetulan ada ditempat itu juga. Setelah mereka mengetahui bahwa Nabi SAW sedang ada di tempat tersebut, maka mereka bersama-sama menemui beliau, dan salah seorang dari mereka berkata : Muhammad, kebetulan sekali engkau ada di sini sekarang, karena memang telah beberapa hari kami mencari engkau, tetapi selalu tidak dapat betemu. Kami hendak berbicara sedikit kepadamu, dan memang kebetulan sekali engkau ada di sini. Hai Muhammad, mari kita meminta berkah dari tuhan kami, nanti kami akan mengikut seruanmu dan memeluk agamamu".
Pada waktu itu Nabi SAW memang sangat memperhatikan keadaan bangsanya, agar mereka jangan sampai berpecah belah, dan beliau sangat mengharap-harapkan keislaman mereka. Karena itu hati beliau timbul perasaan hendak menuruti keinginan mereka dengan maksud kalau-kalau mereka nanti sungguh-sungguh akan mengikut seruannya dan memeluk Islam. Karena peristiwa itu, kemudian Allah menurunkan wahyu tersebut .
Inilah suatu bukti dari pada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa Nabi SAW itu adalah seorang ma'shum, yang dipelihara Allah dari perbuatan-perbuatan yang akan membawa atau menimbulkan dosa.
Selanjutnya, sekalipun Nabi SAW pada masa itu menempuh bermacam-macam ujian dan rintangan dari kaum Musyrikin Quraisy, tetapi pendirian beliau tetap teguh, dan iman beliau tetap kuat dan tebal kepada Allah. Namun demikian setelah beliau setiap hari senantiasa melihat dan menyaksikan pengikut-pengikut beliau (kaum Muslimin) terus-menerus dianiaya dan diperlakukan sewenang-wenang oleh mereka itu, terutama dari mereka yang terpandang lemah, hina dan rendah, maka akhirnya pada suatu hari beliau memerintahkan kepada kaum Muslimin, baiklaki-laki maupun perempuan, supaya mereka hijrah ke luar negeri, yaitu ke negeri Habsyi yang disana tidak ada perbuatan yang sewenang-wenang dan penganiayaan darifihak pemerintah.
Negeri Habsy atau Abessinia, terletak di benua Afrika. Gelaran Raja Habsyi dikala itu ialah Najasyi (Negus). Adapun pada masa itu raja Habsyi dan sebagian besar dari rakyatnya memeluk agama Nasrani (Kristen).
Oleh sebab itu pada suatu hari beliau mengumpulkan para pengikut beliau (kaum Muslimin) lalu bersabda kepada mereka :
لَوْ خَرَجْتُمْ اِلَى اَرْضِ اْلحَبَشَةِ فَاِنَّ فِيْهَا مَلِكًا لاَ يُظْلَمُ اَحَدٌ عِنْدَهُ حَتَّى يَجْعَلَ اللهُ لَكُمْ فَرَجًا وَمَخْرَجًا مِمَّا اَنـْـتُمْ فِيْهِ.
"Jikalau kamu mau keluar berpindah ke negeri Habsyi, (adalah lebih baik) karena di sana ada seorang raja yang di wilayahnya tidak ada seorangpun yang dianiaya, sehingga Allah menjadikan suatu masa kemudahan dan keluasan kepada kamu, dari pada keadaanmu yang seperti sekarang ini".
Perintah Nabi SAW tersebut ditujukan kepada siapa saja yang mau di antara kaum Muslimin. Maka perintah itu setelah diterima oleh kaum Muslimin, lalu sebagian dari mereka menjalankan perintah itu dengan tulus ikhlas. Tetapi sebagian besar di antara mereka (kaum Muslimin) lebih suka tetap bertempat tinggal di kota Makkah bersama-sama dengan Nabi SAW; senang atau susah akan dirasakan dan ditanggung bersama-sama dengan beliau.
Adapun kaum Muslimin yang berhijrah, mereka berangkat dari kota Makkah dengan sembunyi-sembunyi, supaya tidak diketahui oleh kaum musyrikin, dan berangkatnyapun seorang demi seorang, atau berdua-dua dengan isterinya masing-masing. Agar supaya perbuatan mereka itu jangan sampai diketahui oleh kaum musyrikin, karena jika sampai diketahui oleh mereka, tentu mereka di tengah jalan akan mendapat rintangan dari fihak kaum musyrikin.
Kemudian setelah mereka itu sampai dipantai laut Merah, mereka menyewa sebuah perahu untuk berlayar ke negeri Habsyi, dengan tidak mendapat halangan sesuatu apa, maka tinggallah mereka di sana dengan aman dan sejahtera.
Adapun mereka yang berangkat hijrah itu sebanyak 10 orang laki-laki dan 5 orang perempuan, jadi seluruhnya 15 orang. Adapun nama mereka masing-masing adalah sebagai berikut :
1. Utsman bin Affan (dari Bani Umayyah), 2. Abu Hudzaifah bin Utbah bin Rabiah (dari Bani Abdu Syamsin), 3. Abu Salamah bin Abdul Asad (dari Bani Makhzum), 4. Az-Zubair bin Al-Awwam (dari Bani Asad), 5. Mus'ab bin Umair (dari Bani Abdud Dar), 6. Abdurrahman bin Auf (dari Bani Zuhrah), 7. Amir bin Rabi'ah (dari Bani Ady bin Ka'ab), 8.Utsman bin Madh'un (dari Bani Jamuh), 9. Abu Sabrah bin Abi Wahmin (dari Bani Amir), 10. Sahl bin Baidla' (dari Bani Al-Harits) 11. Ruqoyyah binti Muhammad, puteri Nabi SAW (isteri Utsman bin Affan), 12. Sahlah binti Suhail (isteri Abu Hudzaifah), 13. Ummu Salamah binti Abi Umayyah (isteri Abu Salamah), 14. Laila binti Abi Khaitsamah (isteri Amir bin Rabiah), dan 15. Ummu Kultsum (isteri Abu Sabrah).
Hijrah inilah yang disebut di dalam kitab-kitab tarikh Islam dengan sebutan "Hijratul-Ula" (hijrah yang pertama). Dan menurut riwayat, berangkat mereka itu dari kota Makkah pada permulaan bulan Rajab tahun ke 5 dari tahun Bi'tsah.
Setelah mereka sampai di negeri Habsyi, mereka diterima dan dihormati dengan sebaik-baik penghormatan oleh raja Najasyi.
Pada waktu itu Nabi SAW bersungguh-sungguh dan penuh harapan, supaya mereka itu segera menjadi pengikut beliau (masuk Islam). Sebab itu beliau sangat menghormati mereka. Karena beliau tidak mengerti maksud kedatangan mereka yang sangat jahat itu. Beliau tidak menyangka bahwa kedatangan mereka itu hendak menghina, merendahkan, mengejek dan mentertawakan seruannya. Bahkan sebaliknya beliau menyangka bahwa kedatangan mereka itu hendak mengikuti seruannya dan beriman. Karena memang sejak beberapa waktu sebelumnya beliau sudah mengharap-harapkan hal itu. Karena beliau beranggapan, bahwa apabila mereka itu sudah mau mengikuti seruannya, lalu menjadi pemuka-pemuka Islam, maka sudah barang tentu semakin banyaklah orang-orang yang dari lapisan bawah, dari rakyat jelata akan terbawa mengikuti jejak mereka, sehingga lebih pesatlah kemajuan langkah beliau dalam menyiarkan agama Islam serta lekas tercapai apa yang dicita-citakannya.
Namun ketika Nabi SAW tengah asyik bercakap-cakap dengan mereka dan dengan wajah berseri-seri, tiba-tiba datanglah seorang yang buta, yang pakaiannya compang-camping ingin bertemu beliau. Orang buta itu bernama Abdullah bin Suraih bin Malik bin Rabi'ah Al-Fihry, dan ia dikenal orang dengan nama Ibnu Ummi Maktum (anak lelaki dari Ummi Maktum).
Kedatangannya itu dengan sungguh-sungguh serta dengan tulus ikhlas ingin mengetahui seluk beluk agama Islam dan hendak mempelajari pelajaran Allah yang telah diturunkan dan diajarkan kepada beliau. Pada saat itu Nabi SAW masih terus bercakap-cakap dan membacakan ayat-ayat Al-Qur'an dengan asyiknya kepada mereka dengan wajah yang berseri-seri. Dan beliau tidak memperdulikan orang buta yang papa yang datang kepada beliau itu. Dan setiap kali selesai membacakan ayat-ayat Al-Qur'an beliau menanyakan kepada mereka :
اَ لَـيْسَ حَسَنًا مَا جـِئْتُ بِهِ ؟
"Bukankah apa yang kudatangkan ini baik ?"
Mereka menjawab dengan tertawa : "Ya, baik, demi Allah ! Sungguh memang amat baik !"
Nabi SAW lalu membacakan beberapa ayat yang lainnya lagi lantas menanyakan pula kepada mereka :
هَلْ تَرَوْنَ بِمَا اَقُوْلُ لَكُمْ بَأْسًا ؟
Apakah menurut pendapatmu apa yang kukatakan kepadamu ini jelek ?
Mereka menyahut bersama-sama : "Tidak, demi Allah ! Sungguh semuanya baik".
Demikianlah hingga terjadi berulang-ulang. Dan ditengah-tengah beliau asyik bercakap-cakap begitu, orang buta yang papa itu selalu menyela :
يَا رَسُوْلَ اللهِ عَلِّمْنِىْ مِمَّا عَلَّمَكَ اللهُ.
"Ya Rasulullah, berilah aku pelajaran dari apa yang telah diajarkan Allah kepadamu !".
يَا رَسُوْلَ اللهِ عَلِّمْنِىْ مِمَّا عَلَّمَكَ اللهُ.
"Ya Rasulullah, berilah aku pelajaran dari apa yang telah diajarkan Allah kepadamu !".
Begitulah perkataan Ibnu Ummi Maktum berkali-kali. Tetapi Nabi SAW tidak mempedulikan dan tidak pula memperhatikan permintaan orang buta itu, bahkan beliau bermasam muka dan memalingkan muka dari orang buta itu ke arah para pembesar dan pemuka Quraisy.
Sehubungan dengan adanya peristiwa tersebut, Allah SWT menurunkan wahyu kepada beliau SAW :
عَبَسَ وَتَوَلّى. اَنْ جَآءَهُ اْلاَعْمى. وَ مَا يُدْرِيْكَ لَعَلَّه يَزَّكّى. اَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرى. اَمَّا مَنِ اسْتَغْنى. فَاَنــْتَ لَه تَصَدّى. وَمَا عَلَيْكَ اَلاَّ يَزَّكّى. وَ اَمَّا مَنْ جَآءَكَ يَسْعى. وَهُوَ يَخْشى. فَاَنــْتَ عَنْهُ تَـلَـهّى. كَلاَّ اِنــَّهَا تَذْكِرَةٌ. عبس:1-11
"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pelajaran, lalu pelajaran itu memberi manfaat kepadanya ? Adapun orang yang menganggap dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pelajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian) ! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, ['Abasa : 1 - 11].
Diriwayatkan setelah Nabi SAW, mendapat teguran Allah itu, beliau tidak pernah lagi memasamkan muka atau memalingkan muka dari siapapun yang datang kepada beliau, terutama jika yang datang itu adalah orang dari lapisan bawah yang papa, miskin dan sebagainya, maka dengan segera beliau menghormatinya dan mendudukkannya sambil menanyakan apa yang menjadi keperluannya. Terutama bila beliau kedatangan Ibnu Ummi Maktum tersebut yang menyebabkan beliau mendapat teguran dari Allah, maka beliau sangatlah memberi penghormatan kepadanya seraya berkata :
مَرْحَبًا بِمَنْ عَاتَبَنِىْ فِيْهِ رَبـِّى.
"Selamat datang wahai orang yang menyebabkan aku mendapat teguran dari Tuhanku".
1. Hijrah ke negeri Habsyi yang pertama.
Walaupun pada masa itu orang-orang dari bangsa Arab Quraisy dan bangsa Arab lainnya bertambah banyak yang mengikut Nabi SAW, tetapi rintangan-rintangan yang dihadapkan kepada beliau dan kaum Muslimin makin hari semakin besar pula.
Singkatnya, bahwa setiap orang yang menjadi pengikut Nabi SAW baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, pastilah mereka masing-masing pernah mendapat penganiayaan dari kaum musyrikin, terutama jika ia adalah seorang yang terpandang lemah, hina, rendah, tidak berkekuatan sesuatu apapun, maka ia pasti memperoleh penganiayaan yang berupa pukulan dan juga siksaan sampai setengah mati, sehingga ada yang sampai menghembuskan nafas yang penghabisan.
Sedang Nabi SAW selain hati beliau selalu disakiti, beliau pernah diperlakukan dengan sewenang-wenang, dan dimusuhi dengan cara yang biadab oleh kepala-kepala kaum Quraisy, juga beliau dimusuhi dengan cara-cara yang sangat halus. Karena mereka mengetahui bahwa merintangi beliau dengan perbuatan-perbuatan kasar tidaklah mendatangkan hasil yang mereka maksudkan, maka mereka lalu merintangi beliau dengan cara yang sangat halus. Dan andaikata bukanlah dia seorang Nabi dan Rasul yang dipilih oleh Allah, dengan hati yang terpelihara benar-benar, niscaya akan terpengaruh dan terpedayalah oleh bujukan dan perbuatan mereka. Sebagaimana firman Allah yang diturunkan kepadanya pada waktu itu :
وَ اِنْ كَادُوْا لَـيَفْتِنُوْنَـكَ عَنِ الَّذِىْ اَوْحَيْنَآ اِلَـيْكَ لِـتَفْتَرِيَ عَلَـيْنَا غَيْرَه وَ اِذًا لاَّ تـَّخَذُوْكَ خَلِـيْلاً. وَلَوْلاَ اَنْ ثَبَتْنكَ لَـقَدْ كِدْتَّ تَرْكَنُ اِلَـيْهِمْ شَيْئًا قَلِـيْلاً. اِذًا لاَذَقْنكَ ضِعْفَ اْلحَيوة وَضِعْفَ اْلمَمَاتِ ثُمَّ لاَ تَجـِدُ لَكَ عَلَـيْنَا نَصِيْرًا. الاسراء:73-75
"Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi shahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka, kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan merasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap (siksa) Kami." [Al-Israa' : 73 - 75]
Demikianlah Allah memperingatkan diri Nabi SAW pada saat itu. Adapun sebab-sebab turunnya wahyu itu menurut satu riwayat adalah demikian :
Pada suatu ketika Nabi SAW sedang berada disamping Ka'bah. Pada waktu itu Abu Jahal bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf dan para pemuka musyrikin Quraisy lainnya kebetulan ada ditempat itu juga. Setelah mereka mengetahui bahwa Nabi SAW sedang ada di tempat tersebut, maka mereka bersama-sama menemui beliau, dan salah seorang dari mereka berkata : Muhammad, kebetulan sekali engkau ada di sini sekarang, karena memang telah beberapa hari kami mencari engkau, tetapi selalu tidak dapat betemu. Kami hendak berbicara sedikit kepadamu, dan memang kebetulan sekali engkau ada di sini. Hai Muhammad, mari kita meminta berkah dari tuhan kami, nanti kami akan mengikut seruanmu dan memeluk agamamu".
Pada waktu itu Nabi SAW memang sangat memperhatikan keadaan bangsanya, agar mereka jangan sampai berpecah belah, dan beliau sangat mengharap-harapkan keislaman mereka. Karena itu hati beliau timbul perasaan hendak menuruti keinginan mereka dengan maksud kalau-kalau mereka nanti sungguh-sungguh akan mengikut seruannya dan memeluk Islam. Karena peristiwa itu, kemudian Allah menurunkan wahyu tersebut .
Inilah suatu bukti dari pada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa Nabi SAW itu adalah seorang ma'shum, yang dipelihara Allah dari perbuatan-perbuatan yang akan membawa atau menimbulkan dosa.
Selanjutnya, sekalipun Nabi SAW pada masa itu menempuh bermacam-macam ujian dan rintangan dari kaum Musyrikin Quraisy, tetapi pendirian beliau tetap teguh, dan iman beliau tetap kuat dan tebal kepada Allah. Namun demikian setelah beliau setiap hari senantiasa melihat dan menyaksikan pengikut-pengikut beliau (kaum Muslimin) terus-menerus dianiaya dan diperlakukan sewenang-wenang oleh mereka itu, terutama dari mereka yang terpandang lemah, hina dan rendah, maka akhirnya pada suatu hari beliau memerintahkan kepada kaum Muslimin, baiklaki-laki maupun perempuan, supaya mereka hijrah ke luar negeri, yaitu ke negeri Habsyi yang disana tidak ada perbuatan yang sewenang-wenang dan penganiayaan darifihak pemerintah.
Negeri Habsy atau Abessinia, terletak di benua Afrika. Gelaran Raja Habsyi dikala itu ialah Najasyi (Negus). Adapun pada masa itu raja Habsyi dan sebagian besar dari rakyatnya memeluk agama Nasrani (Kristen).
Oleh sebab itu pada suatu hari beliau mengumpulkan para pengikut beliau (kaum Muslimin) lalu bersabda kepada mereka :
لَوْ خَرَجْتُمْ اِلَى اَرْضِ اْلحَبَشَةِ فَاِنَّ فِيْهَا مَلِكًا لاَ يُظْلَمُ اَحَدٌ عِنْدَهُ حَتَّى يَجْعَلَ اللهُ لَكُمْ فَرَجًا وَمَخْرَجًا مِمَّا اَنـْـتُمْ فِيْهِ.
"Jikalau kamu mau keluar berpindah ke negeri Habsyi, (adalah lebih baik) karena di sana ada seorang raja yang di wilayahnya tidak ada seorangpun yang dianiaya, sehingga Allah menjadikan suatu masa kemudahan dan keluasan kepada kamu, dari pada keadaanmu yang seperti sekarang ini".
Perintah Nabi SAW tersebut ditujukan kepada siapa saja yang mau di antara kaum Muslimin. Maka perintah itu setelah diterima oleh kaum Muslimin, lalu sebagian dari mereka menjalankan perintah itu dengan tulus ikhlas. Tetapi sebagian besar di antara mereka (kaum Muslimin) lebih suka tetap bertempat tinggal di kota Makkah bersama-sama dengan Nabi SAW; senang atau susah akan dirasakan dan ditanggung bersama-sama dengan beliau.
Adapun kaum Muslimin yang berhijrah, mereka berangkat dari kota Makkah dengan sembunyi-sembunyi, supaya tidak diketahui oleh kaum musyrikin, dan berangkatnyapun seorang demi seorang, atau berdua-dua dengan isterinya masing-masing. Agar supaya perbuatan mereka itu jangan sampai diketahui oleh kaum musyrikin, karena jika sampai diketahui oleh mereka, tentu mereka di tengah jalan akan mendapat rintangan dari fihak kaum musyrikin.
Kemudian setelah mereka itu sampai dipantai laut Merah, mereka menyewa sebuah perahu untuk berlayar ke negeri Habsyi, dengan tidak mendapat halangan sesuatu apa, maka tinggallah mereka di sana dengan aman dan sejahtera.
Adapun mereka yang berangkat hijrah itu sebanyak 10 orang laki-laki dan 5 orang perempuan, jadi seluruhnya 15 orang. Adapun nama mereka masing-masing adalah sebagai berikut :
1. Utsman bin Affan (dari Bani Umayyah), 2. Abu Hudzaifah bin Utbah bin Rabiah (dari Bani Abdu Syamsin), 3. Abu Salamah bin Abdul Asad (dari Bani Makhzum), 4. Az-Zubair bin Al-Awwam (dari Bani Asad), 5. Mus'ab bin Umair (dari Bani Abdud Dar), 6. Abdurrahman bin Auf (dari Bani Zuhrah), 7. Amir bin Rabi'ah (dari Bani Ady bin Ka'ab), 8.Utsman bin Madh'un (dari Bani Jamuh), 9. Abu Sabrah bin Abi Wahmin (dari Bani Amir), 10. Sahl bin Baidla' (dari Bani Al-Harits) 11. Ruqoyyah binti Muhammad, puteri Nabi SAW (isteri Utsman bin Affan), 12. Sahlah binti Suhail (isteri Abu Hudzaifah), 13. Ummu Salamah binti Abi Umayyah (isteri Abu Salamah), 14. Laila binti Abi Khaitsamah (isteri Amir bin Rabiah), dan 15. Ummu Kultsum (isteri Abu Sabrah).
Hijrah inilah yang disebut di dalam kitab-kitab tarikh Islam dengan sebutan "Hijratul-Ula" (hijrah yang pertama). Dan menurut riwayat, berangkat mereka itu dari kota Makkah pada permulaan bulan Rajab tahun ke 5 dari tahun Bi'tsah.
Setelah mereka sampai di negeri Habsyi, mereka diterima dan dihormati dengan sebaik-baik penghormatan oleh raja Najasyi.
Minggu, 11 Januari 2015
Maksud Nurun fauqo Nur
Bulan
Rabi’ul Awal adalah bulan dimana baginda Rosulillah SAW di lahirkan,
dan sudah menjadi tradisi di sebagian masyarakat muslim Indonesia
untukmeyemarakan bulan kelahiran Rasul ini dengan pembacaan kitab –
kitab maulid seperti Ad Diba’i, Al Barzanji, Simtud Duror dan lain
sebagainya hingga perayaan maulid Nabi yang biasanya di kemas dalam
bentuk pengajian akbar.
Sayangnya masih saja ada sebagian kelompok anti maulid yang menyatakan bahwa syair maulid itu mengandung kesyirikan, sehingga dengan demikian hukumnya haram untuk di baca , benarkan demikian ?
Untuk menjawab tuduhan tersebut maka kita harus mengetahui bahwa naskah maulid adalah karya sastra yang di susun untuk memuliakan Rosululloh. Beliau memang menolak di muliakan secara berlebihan, tapi tetap saja kita berkewajiban memberikan penghormatan dan pemuliaan terhadap Nabi Muhammad SAW melebihi manusia mana pun juga.
Yang pertama harus di ingat adalah bahwa kitab Maulid itu karya sastra arab,jika ingin membaca apalagi memahaminya, maka harus menggunakan kacamata sastra arab pula. Dan maulid adalah karya sastra yang sangat indah dan memiliki cita rasa seni yang tinggi, sehingga tak heran apabila banyak ilmuwan modern yang menjadikan karya Maulid sebagai kajian sastra.
Karya sastra setidaknya harus memiliki empat unsur :
Pertama , ‘Athifah ( rasa ). Sebelum atau ketika menyusun sebuah karya sastra,seorang sastrawan pasti merasakan sesuatu yang kemudian ia tuangkan dalam bait –bait syair , bisa perasaan senang, benci, hormat, sayang, sedih, takut dan sebagainya.
Semakin mendalam perasaan itu di rasakan saat si penyair menggubah syair,semakin hidup pula syairnya. Semakin hidup lirik syairnya, semakin menggugah perasaan pembaca dan pendengarnya. Dalam konteks kitab maulid, jelas bahwa yang terasakan oleh sang penyair ialah kerinduan dan rasa cinta terhadap RosulullohSAW.
Salah satu contoh pengungkapan rasa itu ialah salah satu syair qashidah dalam kitab Majmu’atul Mawalid wal Ad’iyyah ( kumpulan maulid dan doa ) : “Ma li habibun siwa Muhammad, khairir rasulin nabiyyil mukarram ( sungguh tak ku miliki kekasih selain dia, Muhammad sebaik – baik utusan dan nabi termulia )” , atau yang ini : “ Fi hubbisayyidina Muhammad, nurul li badril huda mutammam ( Dengan mencintai Muhammad,junjungan kita, menjadi sempurnalah cahaya purnama hidayah )”.
Unsur kedua adalah Khayaliyyah ( imajinasi ). Untuk dapat menghidupkan sebuah karya sastra, sang penyair meghayalkan atau berimajinasi. Dalam menyusun maulid, tentu sang penyair membayangkan pribadi Rasulullah SAW atau pertemuan dengan beliau.
Imajinasi pertemuan dengan beliau tentu akan memancarkan kekaguman yang luarbiasa, sehingga tak jaranng menghasilkan kalimat – kalimat tasybih (penyerupaan ) , bahkan majaz ( metafora ), seperti yang tertulis dalam kitab alBarzanji ebagai berikut : Anta syamsun anta badrun, anta nurun fauqo nuri ( Engkausang mentari, engkaulah purnama, engkau cahaya diatas cahaya ).
Sebagian kelompok anti maulid yang tidak memahami sastra menuduh bahwa ungkapan“ anta nurun fauqo nurin” adalah sebuah ungkapan kemusyrikan, sebab hal itu dianggap dengan menyamakan Rasulullah SAW dengan Allah SWT yang dalam al- Qur’an di ungkapkan sebagai “ Allahu nurus samawati wal arldhi ( Allah adalah cahayalangit dan bumi ), atau Nurun ala nur ( cahaya diatas cahaya )
Menurut para ulama, ayat “Allahu nurus samawati wal arldhi” adalah bahasakinayah. Dalam kitab – kitab tafsir, ayat tersebut tidak dimaknai bahwa Allah adalah “cahaya langit dan bumi”, melainkan Allah yang memiliki cahaya di langit dan di bumi. Sedangkan kalimat “nurun ala nurin” di maknai sebagai “ cahaya Allah berada diatas cahaya – cahaya yang lain”.
Jika dimaknai kinayah, maka cahaya Allah itu banyak, termasuk diantaranya adalah kitab suci dan para nabi dan rasul. Dan karena Rasulullah SAW adalah makhluk Allah dan rasul termulia, belaiau di ibaratkan sebagai cahaya diatas cahaya, jika dibandingkan dengan nabi-nabi yang lain.
Penyebutan manusia sebagai matahari, rembulan dalam tradisi majaz sudah lazim,karena setiap majaz pasti mengandung unsur isti’arah ( peminjaman istilah ) dlamsalah satu bidang untuk di pakai bidang lain yang sebenarnya bukan tempatnya.Dalam bahasa Indonesia kita menegenal beberapa ungkapan majaazi, seperti “pidatonya menggelegar seperti auman singa, atau Ustadz itu memang seorang singa podium yang di segani” .
Ada juga bentuk khayaliyyah lain yang disebut kinayah atau kiasan, misalnya kalimat syair mahallul qiyam dalam maulid alBarzanji : “ Fa aghitsni wa ajirni ya mujiru minas sa’ir ( Maka tolong danselamtkanlah aku wahai penyelamat dari neraka sa’ir )”.
Jika difahami sebagai karya sastra, apalagi penyusunnya seorang ulama, tentu ungkapan tersebut dimaksudkan sebagai kinayah. Pengertian tersiratnya tentu pengharapan atas syafaat dari Rasulullah SAW yang memang bisa menghapus dosa. Jika dosa terhapus, otomatis kita akan terbebas dari neraka. Syafaat Rasulullah SAW sendiri secara mu’tabar di akui oleh para ulama dari semua golongan.
Unsur ketiga adalah fikrah ( Ide, gagasan ). Dalam konteks maulid, fikrahnya adalah memuji Rasulullah SAW. Sejak dulu para penyair arab memang mempunyai tradisi memuji terhadap orang yang mereka kagumi, seperti Khalifah, Ulama danlain-lain.
Dan unsur ke empat adalah uslub ( gaya bahasa ), yang dalam tardisi sastra arabdi sebut stylistics.
Wallahu A’lam bisshowabKitab Maulid al Barzanji
Sayangnya masih saja ada sebagian kelompok anti maulid yang menyatakan bahwa syair maulid itu mengandung kesyirikan, sehingga dengan demikian hukumnya haram untuk di baca , benarkan demikian ?
Untuk menjawab tuduhan tersebut maka kita harus mengetahui bahwa naskah maulid adalah karya sastra yang di susun untuk memuliakan Rosululloh. Beliau memang menolak di muliakan secara berlebihan, tapi tetap saja kita berkewajiban memberikan penghormatan dan pemuliaan terhadap Nabi Muhammad SAW melebihi manusia mana pun juga.
Yang pertama harus di ingat adalah bahwa kitab Maulid itu karya sastra arab,jika ingin membaca apalagi memahaminya, maka harus menggunakan kacamata sastra arab pula. Dan maulid adalah karya sastra yang sangat indah dan memiliki cita rasa seni yang tinggi, sehingga tak heran apabila banyak ilmuwan modern yang menjadikan karya Maulid sebagai kajian sastra.
Karya sastra setidaknya harus memiliki empat unsur :
Pertama , ‘Athifah ( rasa ). Sebelum atau ketika menyusun sebuah karya sastra,seorang sastrawan pasti merasakan sesuatu yang kemudian ia tuangkan dalam bait –bait syair , bisa perasaan senang, benci, hormat, sayang, sedih, takut dan sebagainya.
Semakin mendalam perasaan itu di rasakan saat si penyair menggubah syair,semakin hidup pula syairnya. Semakin hidup lirik syairnya, semakin menggugah perasaan pembaca dan pendengarnya. Dalam konteks kitab maulid, jelas bahwa yang terasakan oleh sang penyair ialah kerinduan dan rasa cinta terhadap RosulullohSAW.
Salah satu contoh pengungkapan rasa itu ialah salah satu syair qashidah dalam kitab Majmu’atul Mawalid wal Ad’iyyah ( kumpulan maulid dan doa ) : “Ma li habibun siwa Muhammad, khairir rasulin nabiyyil mukarram ( sungguh tak ku miliki kekasih selain dia, Muhammad sebaik – baik utusan dan nabi termulia )” , atau yang ini : “ Fi hubbisayyidina Muhammad, nurul li badril huda mutammam ( Dengan mencintai Muhammad,junjungan kita, menjadi sempurnalah cahaya purnama hidayah )”.
Unsur kedua adalah Khayaliyyah ( imajinasi ). Untuk dapat menghidupkan sebuah karya sastra, sang penyair meghayalkan atau berimajinasi. Dalam menyusun maulid, tentu sang penyair membayangkan pribadi Rasulullah SAW atau pertemuan dengan beliau.
Imajinasi pertemuan dengan beliau tentu akan memancarkan kekaguman yang luarbiasa, sehingga tak jaranng menghasilkan kalimat – kalimat tasybih (penyerupaan ) , bahkan majaz ( metafora ), seperti yang tertulis dalam kitab alBarzanji ebagai berikut : Anta syamsun anta badrun, anta nurun fauqo nuri ( Engkausang mentari, engkaulah purnama, engkau cahaya diatas cahaya ).
Sebagian kelompok anti maulid yang tidak memahami sastra menuduh bahwa ungkapan“ anta nurun fauqo nurin” adalah sebuah ungkapan kemusyrikan, sebab hal itu dianggap dengan menyamakan Rasulullah SAW dengan Allah SWT yang dalam al- Qur’an di ungkapkan sebagai “ Allahu nurus samawati wal arldhi ( Allah adalah cahayalangit dan bumi ), atau Nurun ala nur ( cahaya diatas cahaya )
Menurut para ulama, ayat “Allahu nurus samawati wal arldhi” adalah bahasakinayah. Dalam kitab – kitab tafsir, ayat tersebut tidak dimaknai bahwa Allah adalah “cahaya langit dan bumi”, melainkan Allah yang memiliki cahaya di langit dan di bumi. Sedangkan kalimat “nurun ala nurin” di maknai sebagai “ cahaya Allah berada diatas cahaya – cahaya yang lain”.
Jika dimaknai kinayah, maka cahaya Allah itu banyak, termasuk diantaranya adalah kitab suci dan para nabi dan rasul. Dan karena Rasulullah SAW adalah makhluk Allah dan rasul termulia, belaiau di ibaratkan sebagai cahaya diatas cahaya, jika dibandingkan dengan nabi-nabi yang lain.
Penyebutan manusia sebagai matahari, rembulan dalam tradisi majaz sudah lazim,karena setiap majaz pasti mengandung unsur isti’arah ( peminjaman istilah ) dlamsalah satu bidang untuk di pakai bidang lain yang sebenarnya bukan tempatnya.Dalam bahasa Indonesia kita menegenal beberapa ungkapan majaazi, seperti “pidatonya menggelegar seperti auman singa, atau Ustadz itu memang seorang singa podium yang di segani” .
Ada juga bentuk khayaliyyah lain yang disebut kinayah atau kiasan, misalnya kalimat syair mahallul qiyam dalam maulid alBarzanji : “ Fa aghitsni wa ajirni ya mujiru minas sa’ir ( Maka tolong danselamtkanlah aku wahai penyelamat dari neraka sa’ir )”.
Jika difahami sebagai karya sastra, apalagi penyusunnya seorang ulama, tentu ungkapan tersebut dimaksudkan sebagai kinayah. Pengertian tersiratnya tentu pengharapan atas syafaat dari Rasulullah SAW yang memang bisa menghapus dosa. Jika dosa terhapus, otomatis kita akan terbebas dari neraka. Syafaat Rasulullah SAW sendiri secara mu’tabar di akui oleh para ulama dari semua golongan.
Unsur ketiga adalah fikrah ( Ide, gagasan ). Dalam konteks maulid, fikrahnya adalah memuji Rasulullah SAW. Sejak dulu para penyair arab memang mempunyai tradisi memuji terhadap orang yang mereka kagumi, seperti Khalifah, Ulama danlain-lain.
Dan unsur ke empat adalah uslub ( gaya bahasa ), yang dalam tardisi sastra arabdi sebut stylistics.
Wallahu A’lam bisshowabKitab Maulid al Barzanji
Sabtu, 10 Januari 2015
Menuduh syirik maka dialah yang syirik
Diantara ciri khas ajaran wahabi adalah selalu
melihat amalan orang lain dengan penuh
prasangka dengan tuduhan syirik, bid'ah, sesat,
hingga kafir. Mereka dengan mudah
menghukuminya dengan prasangka-prasa ngka
buruk seperti itu. Orang tahlilan dianggap bid'ah,
ziarah kubur syirik, tawassul syirik, maulidan
bid'ah, menyelenggaraka n haul syirik, dan lain
sebagainya.
Mari kita lihat hadits Sahih Nabi SAW berikut yang
juga telah disahihkan syaikh Albani yang isinya
justeru membungkam mulut wahabi yang gemar
menuduh syirik:
ﺇﻥ ﺃﺧﻮﻑ ﻣﺎ ﺃﺧﺎﻑ ﻋﻠﻰ ﺃﻣﺘﻲ ﺭﺟﻞ ﺣﻤﻞ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺣﺘﻰ
ﺭﺋﻴﺖ ﺑﻬﺠﺘﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻛﺎﻥ ﺭﺩﺀﺍً ﻟﻺﺳﻼﻡ ﻏﻴﺮﻩ ﺇﻟﻰ ﻣﺎ ﺷﺎﺀ
ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻨﺰﻋﻪ ﻭﺭﺍﺀ ﻇﻬﺮﻩ ﻭﺣﻤﻞ ﺍﻟﺴﻼﺡ ﻋﻠﻰ ﺟﺎﺭﻩ ﻭﺭﻣﺎﻩ
ﺑﺎﻟﺸﺮﻙ، ﻗﻴﻞ ﻳﺎﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﺃﻭﻟﻰ ﺑﺎﻟﺸﺮﻙ ﺍﻟﺮﺍﻣﻲ ﺃﻡ
ﺍﻟﻤﺮﻣﻲ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺮﺍﻣﻲ
ﻭﻗﺪ ﺻﺤﺢ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍ ﻷﻟﺒﺎﻧﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﺔ ﻓﺮﺍﺟﻊ
ﻛﻼﻣﻪ ﻓﻴﻬﺎ
" Sesungguhnya sesuatu yang aku takutkan atas
kalian adalah seorang laki-laki yang membaca al-
Qur'an, sehingga setelah ia kelihatan indah karena
al-Qur'an dan menjadi penolong agama Islam, ia
merubahnya pada apa yang telah menjadi
kehendak Allah. Ia melepaskan dirinya dari al-
Qur'an, melemparnya ke belakang dan menyerang
tetangganya dengan pedang dengan alasan telah
syirik.” Aku bertanya: “Wahai Nabi Allah, siapakah
di antara keduanya yang lebih berhak
menyandang kesyirikan, yang dituduh syirik atau
yang menuduh?” Beliau menjawab: “Justru orang
yang menuduh syirik [yang lebih berhak
menyandang kesyirikan ". (Sahih Ibnu Hibban
1/ 282)...kasian sekali pengikut pak wahab di indonesia..
prasangka dengan tuduhan syirik, bid'ah, sesat,
hingga kafir. Mereka dengan mudah
menghukuminya dengan prasangka-prasa
buruk seperti itu. Orang tahlilan dianggap bid'ah,
ziarah kubur syirik, tawassul syirik, maulidan
bid'ah, menyelenggaraka
sebagainya.
Mari kita lihat hadits Sahih Nabi SAW berikut yang
juga telah disahihkan syaikh Albani yang isinya
justeru membungkam mulut wahabi yang gemar
menuduh syirik:
ﺇﻥ ﺃﺧﻮﻑ ﻣﺎ ﺃﺧﺎﻑ ﻋﻠﻰ ﺃﻣﺘﻲ ﺭﺟﻞ ﺣﻤﻞ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺣﺘﻰ
ﺭﺋﻴﺖ ﺑﻬﺠﺘﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻛﺎﻥ ﺭﺩﺀﺍً ﻟﻺﺳﻼﻡ ﻏﻴﺮﻩ ﺇﻟﻰ ﻣﺎ ﺷﺎﺀ
ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻨﺰﻋﻪ ﻭﺭﺍﺀ ﻇﻬﺮﻩ ﻭﺣﻤﻞ ﺍﻟﺴﻼﺡ ﻋﻠﻰ ﺟﺎﺭﻩ ﻭﺭﻣﺎﻩ
ﺑﺎﻟﺸﺮﻙ، ﻗﻴﻞ ﻳﺎﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﺃﻭﻟﻰ ﺑﺎﻟﺸﺮﻙ ﺍﻟﺮﺍﻣﻲ ﺃﻡ
ﺍﻟﻤﺮﻣﻲ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺮﺍﻣﻲ
ﻭﻗﺪ ﺻﺤﺢ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍ ﻷﻟﺒﺎﻧﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﺔ ﻓﺮﺍﺟﻊ
ﻛﻼﻣﻪ ﻓﻴﻬﺎ
" Sesungguhnya sesuatu yang aku takutkan atas
kalian adalah seorang laki-laki yang membaca al-
Qur'an, sehingga setelah ia kelihatan indah karena
al-Qur'an dan menjadi penolong agama Islam, ia
merubahnya pada apa yang telah menjadi
kehendak Allah. Ia melepaskan dirinya dari al-
Qur'an, melemparnya ke belakang dan menyerang
tetangganya dengan pedang dengan alasan telah
syirik.” Aku bertanya: “Wahai Nabi Allah, siapakah
di antara keduanya yang lebih berhak
menyandang kesyirikan, yang dituduh syirik atau
yang menuduh?” Beliau menjawab: “Justru orang
yang menuduh syirik [yang lebih berhak
menyandang kesyirikan ". (Sahih Ibnu Hibban
1/
Perjanjian Hudaibiyah dan Piagam Jakarta
Tujuh Kata Sila Pertama Piagam Jakarta dan Perjanjian Hudaibiyah
Makassar, (Antara) - Tanggal 18 Agustus 1945 merupakan hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal tersebut bangsa yang baru sehari memproklamasikan kemerdekaanya ini telah memiliki konstitusi guna mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penyusunan konstitusi tersebut membutuhkan waktu yang cukup panjang dan rumit. Latar belakang bangsa Indonesia yang terdiri atas bermacam suku, budaya, dan agama telah memberikan corak tersendiri bagi lahirnya konstitusi tersebut.
Dengan semangat kuat untuk segera menjadi bangsa yang merdeka, semua perselisihan dapat diselesaikan dengan baik. Semangat persatuan dan kesatuan mendapatkan posisi yang istimewa dalam menyikapi setiap perbedaan yang ada.
Masalah yang muncul terakhir menjelang disahkannya UUD 1945 adalah adanya rasa keberatan dari sebagian elemen bangsa apabila dasar negara (Pancasila) yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 menyebutkan "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".
Sebagian umat Islam masih mempermasalahkan hilangnya tujuh kata tersebut. Namun, sebagian besar umat Islam Indonesia telah dapat memakluminya dan menerima Pancasila sebagai dasar negara hingga dewasa ini.
Rumusan awal dari dasar negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sesuai dengan Piagam Jakarta yang dihasilkan oleh Panitia Sembilan. Secara keseluruhan sila-sila yang terdapat dalam Piagam Jakarta adalah:
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Apabila dibandingkan dengan Pancasila yang berlaku hingga dewasa ini, perbedaannya terletak pada sila pertama. Sila pertama tersebut berubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa", tujuh kata setelah kata "Ketuhanan" pada Piagam Jakarta dihapuskan.
Hapusnya tujuh kata tersebut berawal dari adanya keberatan dari elemen bangsa yang berasal dari kawasan timur Indonesia pada petang hari tanggal 17 Agustus 1945. Keberatan tersebut disampaikan kepada PPKI. Esok harinya, menjelang sidang PPKI, masalah tersebut dapat diselesaikan oleh lima orang anggota PPKI, yakni: Drs. Moh. Hatta, K.H. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimejo, dan Teuku M. Hasan.
Para founding father tersebut akhinya memutuskan untuk menghilangkan tujuh kata terakhir sila pertama Piagam Jakarta dan menggantikannya dengan kata "Yang Maha Esa." Dengan demikian, sila pertama dalam Pancasila menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".
Sebagian umat Islam masih menyayangkan hilangnya tujuh kata sila pertama Piagam Jakarta tersebut. Hal ini mereka anggap sebagai ketidakberhasilan dalam mewarnai dasar negara dengan syariat Islam. Moh. Hatta dan keempat anggota PPKI lainnya dianggap bertanggungjawab terhadap hilangnya tujuh kata tersebut.
Perjanjian Hudaibiyah
Di masa Rasulullah SAW pernah ada kejadian yang mirip dengan hilangnya tujuh kata sila pertama Piagam Jakarta tersebut. Kejadian tersebut adalah Perjanjian Hudaibiyah pada Maret 628M. Perjanjian ini berawal dari keinginan kaum muslimin (Madinah) untuk menunaikan ibadah haji di Baitullah, Ka'bah di Makkah.
Kaum Quraisy Makkah yang pada waktu itu belum menganut agama Rasulullah SAW merasa keberatan dengan keinginan kaum muslimin dari Madinah tersebut. Bahkan mereka menyangka kaum muslimin akan melakukan penyerangan terhadap mereka.
Kedua kelompok besar masyarakat ini akhirnya melakukan perundingan yang cukup alot. Penduduk Makkah yang diwakili oleh Suhail bin Amr yang begitu keras dalam mempertahankan pendapatnya. Bahkan sebelum perundingan, Suhail bersama penduduk Makkah sudah berkeputusan agar Muhammad SAW dan kaum muslimin kembali ke Madinah dan tidak menunaikan ibadah haji tahun tersebut.
Di sisi yang lain, Rasulullah SAW dirasakan oleh kaum muslimin begitu longgar dalam melakukan perundingan. Umar bin Khattab pun geram dan kesal hingga sempat berkeluh kesah mengenai hal ini kepada Abu Bakar.
Umar juga menyampaikan kegalauan hatinya tersebut kepada Rasulullah SAW. Di akhir pembicaraannya dengan Umar, Rasulullah SAW mengatakan: "Saya hamba Allah dan Rasul-Nya. Saya tidak akan melanggar perintah-Nya, dan Dia tidak akan menyesatkan saya." Tidak ada pilihan lain bagi Umar dan umat Islam lainnya kecuali mengikuti keputusan Rasulullah SAW.
Pada saat menuangkan hasil perundingan dalam naskah perjanjian, Umar dan kaum muslimin lainnya lebih dibuat kesal lagi oleh Suhail bin Amr karena sikapnya yang ingin menang sendiri. Dalam menulis perjanjian tersebut Rasulullah SAW memerintahkan Ali bin Abi Thalib sebagai juru tulisnya. Rasulullah SAW pun memerintahkan kepada Ali:
"Tulis Bismillahir-Rahmanir-Rahim" (dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang).
Suhail pun menyela: "Stop! nama rahman dan rahim tidak saya kenal. Tetapi tulislah bismikallahumma (dengan nama-Mu ya Allah).
Kata Rasulullah selanjutnya pada Ali: "Tulislah bismikallahumma." Rasulullah pun melanjutkan: Tulis: inilah yang sudah disetujui oleh Muhammad Rasulullah dan Suhail bin Amr."
Suhail pun segera menyela: "Stop! Kalau saya sudah mengakui Anda sebagai rasulullah, tentu saya tidak akan memerangimu. Tetapi, tulislah namamu dan nama bapakmu."Kata Rasulullah SAW selanjutnya: "Tulis: inilah yang sudah disetujui oleh Muhammad bin Abdullah."
Sikap Rasulullah SAW dalam menghadapi para penentangnya yang diwakili oleh Suhail ternyata di luar dugaan para sahabat. Beliau begitu longgar dan bahkan kelihatan mengalah dalam perundingan dan penulisan perjanjian.
Sikap ini beliau maksudkan untuk tetap menjaga perdamaian di antara kaum muslimin dan masyarakat Arab yang belum menganut Islam. Beliau lebih mengedepankan perdamaian daripada peperangan dan perpecahan walaupun beliau bersama para sahabat mampu untuk melaksanakan peperangan.
Kendatipun seolah-olah Rasulullah SAW mengalami mengalami kekalahan dalam perjanjian tersebut, tetapi hikmah dan manfaat besar diperoleh umat Islam setelah Perjanjian Hudaibiyah disepakati. Umat Islam tidak lagi mendapatkan gangguan dari kafir Quraisy pada waktu itu.
Hal ini merupakan kesempatan bagi Rasulullah dan para sahabat untuk memperluas dakwah ke pelosok arab lainnya. Syiar Islam pun segera tersebar luas setelah perjanjian itu.
Hikmah berikutnya, dengan adanya perjanjian tersebut berarti kedudukan umat Islam di kalangan Arab telah diakui eksistensinya. Kaum muslimin tidak lagi dianggap sebagai pemberontak yang harus dilenyapkan.
Hal ini merupakan kemenangan secara politik yang tidak diperkirakan sebelumnya oleh para sahabat Rasulullah. Dengan perjanjian tersebut, kaum muslimin sudah diperkenankan untuk menunaikan ibadah haji tanpa gangguan sedikitpun. Dengan sedikit kesabaran, banyak hikmah dan kemenangan umat Islam di balik Perjanjian Hudaibiyah.
Penutup
Kisah perundingan dan perjanjian hudaibiyah di atas mirip yang dialami oleh PPKI tatkala menerima keberatan dari elemen bangsa Indonesia yang dari kawasan timur.
Suhail bin Amr yang tidak mau menggunakan kata "bismillahir-rahmanir-rahim" menunjukkan bahwa dia tidak mau kata yang bernuansa Islam tersebut muncul dalam dokumen perjanjian.
Demikian juga dengan keberatan Suhail bin Amr terhadap kata "rasulullah". Hal ini dapat dianalogkan dengan keberatan elemen bangsa Indonesia yang tidak berasal dari umat Islam terhadap tujuh kata sila pertama Piagam Jakarta.
Dengan adanya tujuh kata tersebut mereka menganggap seolah-olah negara hanya memperhatikan sebagian elemen bangsa, yakni umat Islam. Kata "syariat Islam" tertuang di dalam dasar negara dan konstitusi yang berarti negara hanya memedulikan kehidupan beragama bagi umat Islam saja.
Di sisi yang lain dapat dibayangkan betapa beratnya kehidupan umat Islam Indonesia apabila tujuh kata sila pertama Piagam Jakarta tersebut tidak dihilangkan. Negara memberlakukan hukuman kepada kaum muslimin yang melanggar syariat Islam.
Umat Islam yang tidak menunaikan shalat harus dihukum dan dimasukkan dalam penjara. Umat Islam yang mencuri harus dipotong tangannya. Umat Islam yang tidak berpuasa juga harus dimasukkan penjara.
Demikian juga dengan umat Islam yang kaya, tetapi tidak mennunaikan zakat. Apabila hal ini diterapkan, bisa jadi penjara yang ada tidak akan mampu menampung karena begitu banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh umat Islam.
Contoh kecil dari hal ini, masih banyak umat Islam yang tidak menunaikan shalat lima waktu secara tertib, masih banyak umat Islam yang seharusnya berpuasa di bulan Ramadhan tetapi mereka meninggalkannya, serta masih banyak orang Islam yang wajib berzakat tetapi enggan untuk membayarnya.
Bagi umat Islam kebanyakan, mungkin saja mereka merasa diperlakukan dengan tidak adil (tidak sama) dibandingkan dengan pemeluk agama lain. Pemeluk agama lain yang tidak melaksanakan kegiatan ibadah pada hari yang ditentukan dan di rumah ibadah yang ditentukan, tidak dapat dihukum dan dipenjarakan oleh negara karena konstitusi/dasar negara memang tidak mewajibkannya.
Jujur harus diakui, umat Islam merupakan umat yang mayoritas di Indonesia, tetapi yang taat menjalankan syariat Islam belum tentu mencapai angka lima puluh persennya. Masih banyak umat Islam yang lemah imannya.
Apabila mereka dikenakan kewajiban menjalankan syariat Islam secara ketat oleh negara, bukan tidak mungkin mereka justru akan ramai-ramai keluar dari Islam. Hal ini tentu akan sangat disayangkan oleh kaum muslimin secara keseluruhan.
Apabila Perjanjian Hudaibiyah telah mendatangkan hikmah yang besar bagi perjuangan Rasulullah SAW dan para sahabatnya, maka umat Islam Indonesia juga harus dapat memetik hikmah di balik hilangnya tujuh kata sila pertama Piagam Jakarta tersebut.
Hal ini merupakan tantangan bagi umat Islam untuk mewujudkannya. Umat Islam harus bisa membuktikan berkembangnya pelaksanaan syariat Islam di kalangan kaum muslimin walaupun tanpa peran negara dan legalitas formal dalam konstitusi/dasar negara.
Umat Islam harus bisa membuktikan bahwa Islam memang menjadi rahmatal-lil alamin, rahmat bagi sekalian alam. Sekalian alam diartikan bukan hanya umat Islam, tetapi juga umat beragama lainnya, bahkan sekalian makhluk yang ada di muka bumi.
Semoga bangsa Indonesia yang sudah berusia lebih dari setengah abad ini akan semakin bijak dalam menyikapi setiap persoalan. Kehidupan berbangsa dan bernegara semoga juga semakin membawa bangsa ini ke arah kesejahteraan dan keberkahan.
Umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas di negeri ini juga dapat mengayomi penduduk yang lainnya. Demikian juga dengan penganut agama lainnya akan semakin bersinergi menggalang kebersamaan guna mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, baldatun thaiyibatun wa rabbun ghafur.
Makassar, (Antara) - Tanggal 18 Agustus 1945 merupakan hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal tersebut bangsa yang baru sehari memproklamasikan kemerdekaanya ini telah memiliki konstitusi guna mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penyusunan konstitusi tersebut membutuhkan waktu yang cukup panjang dan rumit. Latar belakang bangsa Indonesia yang terdiri atas bermacam suku, budaya, dan agama telah memberikan corak tersendiri bagi lahirnya konstitusi tersebut.
Dengan semangat kuat untuk segera menjadi bangsa yang merdeka, semua perselisihan dapat diselesaikan dengan baik. Semangat persatuan dan kesatuan mendapatkan posisi yang istimewa dalam menyikapi setiap perbedaan yang ada.
Masalah yang muncul terakhir menjelang disahkannya UUD 1945 adalah adanya rasa keberatan dari sebagian elemen bangsa apabila dasar negara (Pancasila) yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 menyebutkan "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".
Sebagian umat Islam masih mempermasalahkan hilangnya tujuh kata tersebut. Namun, sebagian besar umat Islam Indonesia telah dapat memakluminya dan menerima Pancasila sebagai dasar negara hingga dewasa ini.
Rumusan awal dari dasar negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sesuai dengan Piagam Jakarta yang dihasilkan oleh Panitia Sembilan. Secara keseluruhan sila-sila yang terdapat dalam Piagam Jakarta adalah:
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Apabila dibandingkan dengan Pancasila yang berlaku hingga dewasa ini, perbedaannya terletak pada sila pertama. Sila pertama tersebut berubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa", tujuh kata setelah kata "Ketuhanan" pada Piagam Jakarta dihapuskan.
Hapusnya tujuh kata tersebut berawal dari adanya keberatan dari elemen bangsa yang berasal dari kawasan timur Indonesia pada petang hari tanggal 17 Agustus 1945. Keberatan tersebut disampaikan kepada PPKI. Esok harinya, menjelang sidang PPKI, masalah tersebut dapat diselesaikan oleh lima orang anggota PPKI, yakni: Drs. Moh. Hatta, K.H. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman Singodimejo, dan Teuku M. Hasan.
Para founding father tersebut akhinya memutuskan untuk menghilangkan tujuh kata terakhir sila pertama Piagam Jakarta dan menggantikannya dengan kata "Yang Maha Esa." Dengan demikian, sila pertama dalam Pancasila menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".
Sebagian umat Islam masih menyayangkan hilangnya tujuh kata sila pertama Piagam Jakarta tersebut. Hal ini mereka anggap sebagai ketidakberhasilan dalam mewarnai dasar negara dengan syariat Islam. Moh. Hatta dan keempat anggota PPKI lainnya dianggap bertanggungjawab terhadap hilangnya tujuh kata tersebut.
Perjanjian Hudaibiyah
Di masa Rasulullah SAW pernah ada kejadian yang mirip dengan hilangnya tujuh kata sila pertama Piagam Jakarta tersebut. Kejadian tersebut adalah Perjanjian Hudaibiyah pada Maret 628M. Perjanjian ini berawal dari keinginan kaum muslimin (Madinah) untuk menunaikan ibadah haji di Baitullah, Ka'bah di Makkah.
Kaum Quraisy Makkah yang pada waktu itu belum menganut agama Rasulullah SAW merasa keberatan dengan keinginan kaum muslimin dari Madinah tersebut. Bahkan mereka menyangka kaum muslimin akan melakukan penyerangan terhadap mereka.
Kedua kelompok besar masyarakat ini akhirnya melakukan perundingan yang cukup alot. Penduduk Makkah yang diwakili oleh Suhail bin Amr yang begitu keras dalam mempertahankan pendapatnya. Bahkan sebelum perundingan, Suhail bersama penduduk Makkah sudah berkeputusan agar Muhammad SAW dan kaum muslimin kembali ke Madinah dan tidak menunaikan ibadah haji tahun tersebut.
Di sisi yang lain, Rasulullah SAW dirasakan oleh kaum muslimin begitu longgar dalam melakukan perundingan. Umar bin Khattab pun geram dan kesal hingga sempat berkeluh kesah mengenai hal ini kepada Abu Bakar.
Umar juga menyampaikan kegalauan hatinya tersebut kepada Rasulullah SAW. Di akhir pembicaraannya dengan Umar, Rasulullah SAW mengatakan: "Saya hamba Allah dan Rasul-Nya. Saya tidak akan melanggar perintah-Nya, dan Dia tidak akan menyesatkan saya." Tidak ada pilihan lain bagi Umar dan umat Islam lainnya kecuali mengikuti keputusan Rasulullah SAW.
Pada saat menuangkan hasil perundingan dalam naskah perjanjian, Umar dan kaum muslimin lainnya lebih dibuat kesal lagi oleh Suhail bin Amr karena sikapnya yang ingin menang sendiri. Dalam menulis perjanjian tersebut Rasulullah SAW memerintahkan Ali bin Abi Thalib sebagai juru tulisnya. Rasulullah SAW pun memerintahkan kepada Ali:
"Tulis Bismillahir-Rahmanir-Rahim" (dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang).
Suhail pun menyela: "Stop! nama rahman dan rahim tidak saya kenal. Tetapi tulislah bismikallahumma (dengan nama-Mu ya Allah).
Kata Rasulullah selanjutnya pada Ali: "Tulislah bismikallahumma." Rasulullah pun melanjutkan: Tulis: inilah yang sudah disetujui oleh Muhammad Rasulullah dan Suhail bin Amr."
Suhail pun segera menyela: "Stop! Kalau saya sudah mengakui Anda sebagai rasulullah, tentu saya tidak akan memerangimu. Tetapi, tulislah namamu dan nama bapakmu."Kata Rasulullah SAW selanjutnya: "Tulis: inilah yang sudah disetujui oleh Muhammad bin Abdullah."
Sikap Rasulullah SAW dalam menghadapi para penentangnya yang diwakili oleh Suhail ternyata di luar dugaan para sahabat. Beliau begitu longgar dan bahkan kelihatan mengalah dalam perundingan dan penulisan perjanjian.
Sikap ini beliau maksudkan untuk tetap menjaga perdamaian di antara kaum muslimin dan masyarakat Arab yang belum menganut Islam. Beliau lebih mengedepankan perdamaian daripada peperangan dan perpecahan walaupun beliau bersama para sahabat mampu untuk melaksanakan peperangan.
Kendatipun seolah-olah Rasulullah SAW mengalami mengalami kekalahan dalam perjanjian tersebut, tetapi hikmah dan manfaat besar diperoleh umat Islam setelah Perjanjian Hudaibiyah disepakati. Umat Islam tidak lagi mendapatkan gangguan dari kafir Quraisy pada waktu itu.
Hal ini merupakan kesempatan bagi Rasulullah dan para sahabat untuk memperluas dakwah ke pelosok arab lainnya. Syiar Islam pun segera tersebar luas setelah perjanjian itu.
Hikmah berikutnya, dengan adanya perjanjian tersebut berarti kedudukan umat Islam di kalangan Arab telah diakui eksistensinya. Kaum muslimin tidak lagi dianggap sebagai pemberontak yang harus dilenyapkan.
Hal ini merupakan kemenangan secara politik yang tidak diperkirakan sebelumnya oleh para sahabat Rasulullah. Dengan perjanjian tersebut, kaum muslimin sudah diperkenankan untuk menunaikan ibadah haji tanpa gangguan sedikitpun. Dengan sedikit kesabaran, banyak hikmah dan kemenangan umat Islam di balik Perjanjian Hudaibiyah.
Penutup
Kisah perundingan dan perjanjian hudaibiyah di atas mirip yang dialami oleh PPKI tatkala menerima keberatan dari elemen bangsa Indonesia yang dari kawasan timur.
Suhail bin Amr yang tidak mau menggunakan kata "bismillahir-rahmanir-rahim" menunjukkan bahwa dia tidak mau kata yang bernuansa Islam tersebut muncul dalam dokumen perjanjian.
Demikian juga dengan keberatan Suhail bin Amr terhadap kata "rasulullah". Hal ini dapat dianalogkan dengan keberatan elemen bangsa Indonesia yang tidak berasal dari umat Islam terhadap tujuh kata sila pertama Piagam Jakarta.
Dengan adanya tujuh kata tersebut mereka menganggap seolah-olah negara hanya memperhatikan sebagian elemen bangsa, yakni umat Islam. Kata "syariat Islam" tertuang di dalam dasar negara dan konstitusi yang berarti negara hanya memedulikan kehidupan beragama bagi umat Islam saja.
Di sisi yang lain dapat dibayangkan betapa beratnya kehidupan umat Islam Indonesia apabila tujuh kata sila pertama Piagam Jakarta tersebut tidak dihilangkan. Negara memberlakukan hukuman kepada kaum muslimin yang melanggar syariat Islam.
Umat Islam yang tidak menunaikan shalat harus dihukum dan dimasukkan dalam penjara. Umat Islam yang mencuri harus dipotong tangannya. Umat Islam yang tidak berpuasa juga harus dimasukkan penjara.
Demikian juga dengan umat Islam yang kaya, tetapi tidak mennunaikan zakat. Apabila hal ini diterapkan, bisa jadi penjara yang ada tidak akan mampu menampung karena begitu banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh umat Islam.
Contoh kecil dari hal ini, masih banyak umat Islam yang tidak menunaikan shalat lima waktu secara tertib, masih banyak umat Islam yang seharusnya berpuasa di bulan Ramadhan tetapi mereka meninggalkannya, serta masih banyak orang Islam yang wajib berzakat tetapi enggan untuk membayarnya.
Bagi umat Islam kebanyakan, mungkin saja mereka merasa diperlakukan dengan tidak adil (tidak sama) dibandingkan dengan pemeluk agama lain. Pemeluk agama lain yang tidak melaksanakan kegiatan ibadah pada hari yang ditentukan dan di rumah ibadah yang ditentukan, tidak dapat dihukum dan dipenjarakan oleh negara karena konstitusi/dasar negara memang tidak mewajibkannya.
Jujur harus diakui, umat Islam merupakan umat yang mayoritas di Indonesia, tetapi yang taat menjalankan syariat Islam belum tentu mencapai angka lima puluh persennya. Masih banyak umat Islam yang lemah imannya.
Apabila mereka dikenakan kewajiban menjalankan syariat Islam secara ketat oleh negara, bukan tidak mungkin mereka justru akan ramai-ramai keluar dari Islam. Hal ini tentu akan sangat disayangkan oleh kaum muslimin secara keseluruhan.
Apabila Perjanjian Hudaibiyah telah mendatangkan hikmah yang besar bagi perjuangan Rasulullah SAW dan para sahabatnya, maka umat Islam Indonesia juga harus dapat memetik hikmah di balik hilangnya tujuh kata sila pertama Piagam Jakarta tersebut.
Hal ini merupakan tantangan bagi umat Islam untuk mewujudkannya. Umat Islam harus bisa membuktikan berkembangnya pelaksanaan syariat Islam di kalangan kaum muslimin walaupun tanpa peran negara dan legalitas formal dalam konstitusi/dasar negara.
Umat Islam harus bisa membuktikan bahwa Islam memang menjadi rahmatal-lil alamin, rahmat bagi sekalian alam. Sekalian alam diartikan bukan hanya umat Islam, tetapi juga umat beragama lainnya, bahkan sekalian makhluk yang ada di muka bumi.
Semoga bangsa Indonesia yang sudah berusia lebih dari setengah abad ini akan semakin bijak dalam menyikapi setiap persoalan. Kehidupan berbangsa dan bernegara semoga juga semakin membawa bangsa ini ke arah kesejahteraan dan keberkahan.
Umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas di negeri ini juga dapat mengayomi penduduk yang lainnya. Demikian juga dengan penganut agama lainnya akan semakin bersinergi menggalang kebersamaan guna mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, baldatun thaiyibatun wa rabbun ghafur.
Langganan:
Postingan (Atom)